Jumat, 30 Oktober 2020

BONSAI MUNGIL UNTUK HIASAN MEJA

 


Sebuah bonsai mungil ukuran 10 cm, sangat tepat jika digunakan hiasan meja. Terlihat segar, hidup bersama dengan tumbuhan perintis. Jika diamati mirip pohon liar yang hidup di atas batu karang. Pohon itu mampu hidup di batu karang atas bantuan tumbuhan lumut. Karena hanya lumut yang mampu merintis tumbuh di atas batu, sehingga disebut tumbuhan perintis. Lumut tumbuh cukup lama di atas batuan tersebut, batuan lama kelamaan menjadi lapuk, sebagian menjadi tanah. Setelah sebagian menjadi tanah, akhirnya bisa hidup tanaman lain. Gambaran yang menarik, meskipun bonsai itu tumbuh dari hasil rekayasa. Tidak seperti uraian di atas.

Bonsai ini sesungguhnya di tanam pada sebuah pot. Pot terbuat dari semen yang menyerupai batuan. Terdapat rongga-rongga dan retakan. Setelah pot dari semen selesai kemudian pot dicat, mengecatnya tidak sembarangan. Namun menggunakan teknik lukis, ada bagian yang dibuat terang dan agak gelap. Dari kejauhan seperti bongkahan karang, namun jika disentuh terlihat tekstur semennya. Kemudian di atasnya diberi tanah subur. Agar tumbuhan terlihat indah dibentuk menggunakan kawat stainless steel. Di atas tanah direkatkan tumbuhan lumut, yang baru saja dikelupas dari tanah lembab. Sehingga terkesan sudah tumbuh bertahun-tahun.

Melihat bentuknya yang indah penuh dengan sentuhan seni, kemungkinan cukup mahal. Meski mungil sekali, pas untuk hiasan meja. Apakah aku tertarik? Tentu tidak, aku hanya menyukai tanaman yang memiliki kriteria di bawah ini (1) Dapat dimanfaatkan untuk media belajar, (2) Harga terjangkau, (3) Perawatannya mudah

Tanaman hias yang paling aku sukai adalah yang dapat digunakan untuk media belajar siswa kelas VI. Seperti halnya media pembelajaran perkembangbiakan tumbuhan: alamanda (merunduk dan stek batang), melati (merunduk dan stek batang), mawar (stek batang). Bunga lili, bawang merah dan bawang putih (umbi lapis), tanduk rusa dan paku sarang burung (spora), dan cocor bebek (tunas adventif). Anggrek digunakan sebagai media pembelajaran simbiosis komensalisme.

Tanaman hias yang kutanam kisaran harganya di bawah Rp100.000, beli satu dirawat dan dikembangbiakkan. Itupun belinya ketika harganya belum melambung seperti sekarang ini. Harga melonjak tajam. Harga bunga sirih gading Rp110.000, aglonema lipstick Rp40.000, keladi 3 umbi Rp600.000. Sungguh lonjakan yang spektakuler, dulu sirih gading cukup Rp5.000, aglonema lipstick Rp10.000, keladi Rp25.000 per-umbi. Pandemi covid-19 berdampak positif bagi pedagang bunga.

Kriteria lainnya harus mudah dirawat, seperti puring mudah sekali tumbuh tinggi. Kemudian induknya dibiarkan rindang, setelahnya baru dipotong sekitar 15 cm dihilangkan daunnya. Jadilah perkembangbiakan stek batang. Untuk cocor bebek jumbo, tinggal potong daunnya ditanam. Jadilah perkembangbiakan stek daun. Atau kita ambil tunasnya di setiap ketiak daun cocor bebek, itulah perkembangbiakan tunas adventif. Jika pada aglonema perkembangbiakan juga mudah. Dibiarkan bertunas dan tunasnya kita tanam. Untuk induknya yang menua agar tidak mati pelan-pelan (ngenes). Potong batang dengan cutter yang tidak karatan, pemotongan sekitar 3-5cm antara ruas, bisa ditanam menjadi tumbuhan baru. Mungkin cara ini tidak ilmiah, karena cara otodidak dan dari coba-coba (trial and error).

Tapi suatu ketika ingin melihat dari dekat koleksi Mas Sutris (pemilik bonsai, pada foto di atas). Untuk mengetahui cara membuat bonsai mini. Kemampuan membuat pot dari semen,  dan cara melukis sehingga menjadi seperti karang. Meski masa pandemi  harus tetap beraksi dan berkreasi.

2 komentar: