Sebuah bonsai mungil ukuran 10 cm, sangat tepat jika digunakan hiasan meja. Terlihat segar, hidup bersama dengan tumbuhan perintis. Jika diamati mirip pohon liar yang hidup di atas batu karang. Pohon itu mampu hidup di batu karang atas bantuan tumbuhan lumut. Karena hanya lumut yang mampu merintis tumbuh di atas batu, sehingga disebut tumbuhan perintis. Lumut tumbuh cukup lama di atas batuan tersebut, batuan lama kelamaan menjadi lapuk, sebagian menjadi tanah. Setelah sebagian menjadi tanah, akhirnya bisa hidup tanaman lain. Gambaran yang menarik, meskipun bonsai itu tumbuh dari hasil rekayasa. Tidak seperti uraian di atas.
Bonsai
ini sesungguhnya di tanam pada sebuah pot. Pot terbuat dari semen yang
menyerupai batuan. Terdapat rongga-rongga dan retakan. Setelah pot dari semen
selesai kemudian pot dicat, mengecatnya tidak sembarangan. Namun menggunakan
teknik lukis, ada bagian yang dibuat terang dan agak gelap. Dari kejauhan
seperti bongkahan karang, namun jika disentuh terlihat tekstur semennya. Kemudian
di atasnya diberi tanah subur. Agar tumbuhan terlihat indah dibentuk
menggunakan kawat stainless steel. Di atas tanah direkatkan tumbuhan lumut,
yang baru saja dikelupas dari tanah lembab. Sehingga terkesan sudah tumbuh
bertahun-tahun.
Melihat bentuknya yang indah penuh dengan sentuhan seni, kemungkinan cukup mahal. Meski mungil sekali, pas untuk hiasan meja. Apakah aku tertarik? Tentu tidak, aku hanya menyukai tanaman yang memiliki kriteria di bawah ini (1) Dapat dimanfaatkan untuk media belajar, (2) Harga terjangkau, (3) Perawatannya mudah
Tanaman hias
yang paling aku sukai adalah yang dapat digunakan untuk media belajar siswa
kelas VI. Seperti halnya media pembelajaran perkembangbiakan tumbuhan: alamanda
(merunduk dan stek batang), melati (merunduk dan stek batang), mawar (stek
batang). Bunga lili, bawang merah dan bawang putih (umbi lapis), tanduk rusa dan
paku sarang burung (spora), dan cocor bebek (tunas adventif). Anggrek digunakan
sebagai media pembelajaran simbiosis komensalisme.
Tanaman hias
yang kutanam kisaran harganya di bawah Rp100.000, beli satu dirawat dan
dikembangbiakkan. Itupun belinya ketika harganya belum melambung
seperti sekarang ini. Harga melonjak tajam. Harga bunga sirih gading Rp110.000,
aglonema lipstick Rp40.000, keladi 3 umbi Rp600.000. Sungguh lonjakan yang
spektakuler, dulu sirih gading cukup Rp5.000, aglonema lipstick Rp10.000,
keladi Rp25.000 per-umbi. Pandemi covid-19 berdampak positif bagi pedagang
bunga.
Kriteria lainnya
harus mudah dirawat, seperti puring mudah sekali tumbuh tinggi. Kemudian
induknya dibiarkan rindang, setelahnya baru dipotong sekitar 15 cm dihilangkan
daunnya. Jadilah perkembangbiakan stek batang. Untuk cocor bebek jumbo, tinggal
potong daunnya ditanam. Jadilah perkembangbiakan stek daun. Atau kita ambil
tunasnya di setiap ketiak daun cocor bebek, itulah perkembangbiakan tunas
adventif. Jika pada aglonema perkembangbiakan juga mudah. Dibiarkan bertunas
dan tunasnya kita tanam. Untuk induknya yang menua agar tidak mati pelan-pelan
(ngenes). Potong batang dengan cutter
yang tidak karatan, pemotongan sekitar 3-5cm antara ruas, bisa ditanam menjadi
tumbuhan baru. Mungkin cara ini tidak ilmiah, karena cara otodidak dan dari
coba-coba (trial and error).
Tapi suatu
ketika ingin melihat dari dekat koleksi Mas Sutris (pemilik bonsai, pada foto
di atas). Untuk mengetahui cara membuat bonsai mini. Kemampuan membuat pot dari
semen, dan cara melukis sehingga menjadi seperti karang. Meski masa pandemi harus tetap beraksi dan berkreasi.
Bu Mus ternyata pakar di bidang cocok tanam🎉
BalasHapusHanya trial and error Bu Doktor.
BalasHapus