Rabu, 30 Juni 2021

Pembelajaran dengan Sistem Tatap Muka Terbatas

 

Tahun ajaran baru 2021/2022 hampir tiba. Tiga belas hari lagi merupakan hari pertama masuk sekolah. Tentunya harapan semua orang tua, pelaksanaan pembelajarannya secara tatap muka.  Gurupun menunggu informasi yang akurat dari kepala madrasah terkait rencana pembelajaran pada tanggal 12 Juli 2021. Alhamdulillah tanggal 29 Juni 2021 mendapat informasi hasil rapat bersama Asisten I Bapak WIDARSO dengan Dandim 0806 Trenggalek, Kapolres Trenggalek, Sekretaris Daerah Kab.Trenggalek, Asisten Pemerintahan dan Kesra, Kepala Dinkesdalduk dan KB,Kepala Pelaksana BPBD, Kepala Satpol PP dan Kebakaran, Kepada Dinas Dikpora, Kepala Cabdin Pendidikan Prov. Jatim dan Kabag Kesra Setda Kab.Trenggalek. Rapat tersebut terkait kesepakatan pelaksanaan pembelajaran untuk siswa sekolah maupun madrasah.

Hasil rapat tersebut adalah terkait persiapan pembelajaran tatap muka di Sekolah/Madrasah yang akan terlaksana mulai tanggal 12 Juli 2021 dengan menunggu SE dari Bapak Bupati Trenggalek. Adapun persiapan yang perlu diperhatikan : (1) Sarpras Prokes harus mendukung persiapan  Pembelajaran Tatap Muka (PTM), (2) Prokes harus diperketat, (3)Vaksinasi untuk tenaga Pendidik dan Kependidikan sudah terlaksana, (4) Sudah terbentuk adanya Satgas Sekolah/Madrasah, (5) Para Keluarga Pengantar mohon tidak berkerumun, (6) Bila ada Penjual Jajanan di luar sekolah/madrasah sementara tdk diperbolehkan, (7)Masalah penitipan sepeda anak didik ke masyarakat mohon dipantau, (8)Masalah Kesiapan Tatap Muka ± H – 7 sudah dalam keadaan siap, (9)Peserta Didik masuk 50 % setiap Rombel : Jenjang SMP/MTs atau SMA/MA setiap 1 Rombel berisi 16 Siswa, Jenjang SD/MI       setiap 1 Rombel berisi 14 Siswa, Jenjang Paud/RA/BA/TA     setiap 1 Rombel berisi 5 Siswa, (10)Waktu Tatap Muka selama 1 Hari     ± 3 s/d 4 Jam.

Beberapa hal di atas merupakan kebijakan pemerintah Trenggalek terkait kegiatan tahun ajaran baru. Sehingga para guru harus mulai menyiapkan perangkat yang akan digunakan. Mulai dari rapat dewan guru membahas kurikulum (dokumen I) sekolah/madrasah. Untuk kurikulum(dokumen I)  ini, pada jenjang MI menggunakan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang digabung dengan kurikulum darurat. Karena pembelajaran masih dalam tatap muka terbatas. Dalam rapat guru menjelang tatap muka terbatas, juga menyiapkan perangkat pembelajaran mulai dari silabus, prota, prosem, kkm, RPP dan perangkat penilaian. Di MIM Kamulan rapat persiapan akan dilaksanakan pada tang 6 Juli 2021.

Senin, 28 Juni 2021

Menjelang Kegiatan Tashih Alquran

 

Pada liburan semester II ini MIM Kamulan mengadakan program dasar pembelajaran Alquran bagi guru. Di awali dengan kegiatan tahsin, tashih dan diakhiri dengan sertifikasi guru Alquran. 



Kegiatan tahsin dilaksanakan tiga kali seminggu, pada hari Senin, Rabu dan Jumat. Program tahsin ini dilakukan untuk membina bacaan dan sikap calon guru Alquran sehingga bacaannya bagus dan tartil. Bagaimana sikap guru ketika mengawali kegiatan membaca Alquran? Dengan membaca doa, mengangkat kedua tangan, dan menundukkan kepala. Jika ada teman guru yang membaca salah, guru lain segera membaca istighfar secara kompak. Kegiatan tahsin sudah hampir selesai, karena tadi pagi telah sampai pelajaran ghorib halaman terakhir. Para guru yang telah lulus tahsin akan mengikuti kegiatan tashih. Kegiatan tashih akan dilaksanakan pada tanggal 4 Juli 2021.

Tashih bacaan Alquran ini ternyata dimaksudkan untuk memetakan standar kualitas bacaan Alquran para calon guru Alquran. Apakah kemampuan membaca Alquran sudah baik atau  belum. Para guru mulai mempersiapkan diri, Tashih ini akan dilaksanakan dimasjid Baitul Muttaqin Beji, Boyolangu Kabupaten Tulungagung. Mungkin yang menjadi masalah bagi para guru adalah jika tidak lulus. Ternyata jika tidak lulus guru tersebut harus mengikuti kelas tahsin lagi hingga bacaannya bagus. Pada saat tashih nantinya akan mendapat keterangan lulus jilid1, jilid 2, jilid 3, jilid 4, jilid 5 dan jilid 6. Dengan  kriteria lulus atau lulus dengan catatan.

Nantinya juka lulus atau lulus dengan catatan maka bisa langsung mengikuti proses sertifikasi. Sertifikasi ini akan diadakan satu bulan setelah tashih Alquran. Bagi guru yang lulus jilid 6 akan diberikan kesempatan untuk sertifikasi dengan catatan harus mengikuti pembinaan intensif guru selama dua hari. Biasanya dilakukan 1-2 minggu setelah tes tashih. Setelah pembinaan intensif dites lagi. Jika lulus bisa ikut sertifikasi, yang belum lulus tashih tahap ini bisa ikut sertifikasi namun dengan catatan. Untuk itu para guru rajin belajar jilid 1 sampai ghorib agar lulus tashih Alquran. Mereka lebih suka menggunakan youtube untuk melancar bacaannya. Karena di youtube banyak sekali contoh-contoh bacaan jilid 1sampai dengan ghorib.

Sabtu, 26 Juni 2021

Dampak Tindakan yang Berlebihan

 

Kita boleh mengatakan bahwa telah melakukan moderasi dalam beragama. Berhasil membuktikan pribadinya telah menggunakan cara beragama jalan tengah. Merasa tidak ekstrem dan tidak berlebih-lebihan saat menjalani ajaran agamanya. Merasa telah menjahui sifat ekstrem atau berlebihan terhadap sesuatu, seperti tidak menampakkan kesombongan dalam bertindak dan beribadah. Dalam bersosialisasi merasa telah menunjukkan sifat dermawan, sering bersedekah, mengajak teman makan bersama dan menyantuni anak yatim. Bukankah dermawan itu baik karena berada di antara boros dan kikir. Namun jangan lupa orang yang melakukan kedermawanan berlebih-lebihan akan mengarah kesikap boros. Misalkan agar disukai banyak orang kedermawanannya melebihi penghasilan yang dimiliki. Bisa juga ketika seorang pemeluk agama mengafirkan saudaranya sesama pemeluk agama yang sama hanya gara-gara mereka berbeda dalam paham keagamaan.

Hal di atas yang dipesankan bapak Pengawas pada para guru untuk mengontrol sikap baik dalam berderma maupun beribadah. Tidak berlebih-lebihan, namun dalam takaran yang sedang-sedang saja. Terkait mengkafirkan atau menyalahkan ibadah orang lain ini Beliau juga menegaskan agar dihindari oleh para ASN. Karena hanya Tuhan Yang Maha Tahu apakah seseorang sudah masuk kategori kafir atau tidak. Seseorang yang bersembahyang terus-menerus dari pagi hingga malam tanpa mempedulikan problem sosial di sekitarnya bisa disebut berlebihan dalam beragama. Ada cerita yang menyedihkan dari sahabat kecil saya. Beberapa bulan kemarin ia meminta cerai suaminya. Karena suaminya wiridan mulai siang sampai malam, melaksanakan amalan-amalan. Memiliki hobi membeli barang-barang yang bersifat klenik. Usaha jual beli bahan bangunan diserahkan pada anak buahnya, dan mengalami kebangkrutan. Diingatkan agar mengubah karakternya yang tidak peduli dengan istri dan masa depan anaknya, tidak digubris. Tetap kokoh pada pendirian, demi masa depan anaknya ia pulang ke Trenggalek.

Selain hal di atas, contoh lainnya adalah seseorang juga bisa disebut berlebihan dalam beragama ketika ia sengaja merendahkan agama orang lain. Orang yang gemar menghina figur atau simbol suci agama tertentu. Dalam kasus seperti ini ia sudah terjebak dalam ekstremitas yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip moderasi beragama. Misalnya seseorang menyantap makanan atau mereguk minuman yang jelas-jelas haram menurut ajaran agamanya hanya karena alasan toleransi kepada umat agama lain. Atau merusak rumah ibadah karena tidak setuju paham keagamaannya. Sikap ekstrem lainnya adalah mengikuti ritual pokok ibadah agama lain karena alasan tenggang rasa. Ini semua tidak bisa dibenarkan. Bersikap moderat cukup dengan menghormati orang lain dan tidak mengganggu satu sama lain. Ia sendiri harus mantap dengan kepercayaannya, tidak perlu menggadaikan keyakinan.

 Orang moderat harus berada di tengah, berdiri di antara kedua kutub ekstrem itu. Ia tidak berlebihan dalam beragama, tapi juga tidak berlebihan menyepelekan agama. Dia tidak ekstrem mengagungkan teks-teks keagamaan tanpa menghiraukan akal/nalar, juga tidak berlebihan mendewakan akal sehingga mengabaikan teks. Pendek kata, moderasi beragama bertujuan untuk menengahi serta mengajak kedua kutub ekstrem dalam beragama untuk bergerak ke tengah, kembali pada esensi ajaran agama, yaitu memanusiakan manusia. Prinsipnya ada dua: adil dan berimbang. Bersikap adil berarti menempatkan segala sesuatu pada tempatnya seraya melaksanakannya secara baik dan secepat mungkin. Sedangkan sikap berimbang berarti selalu berada di tengah di antara dua kutub. Dalam hal ibadah, misalnya, seorang moderat yakin bahwa beragama adalah melakukan pengabdian kepada Tuhan dalam bentuk menjalankan ajaranNya yang berorientasi pada upaya untuk memuliakan manusia. Orang yang ekstrem sering terjebak dalam praktek beragama atas nama Allah hanya untuk membela keagunganNya saja seraya mengesampingkan aspek kemanusiaan. Orang beragama dengan cara ini rela membunuh sesama manusia “atas nama Tuhan” padahal menjaga kemanusiaan itu sendiri adalah bagian dari inti moderasi beragam

Jika ada yang mempertanyakan bagaimanakah prilaku dalam memahami dan mengamalkan keagamaan bisa dinilai berlebihan? Ternyata jika kita melanggar tiga hal: nilai kemanusiaan, kesepakatan bersama, ketertiban umum. Prinsip ini juga untuk menegaskan bahwa moderasi beragama berarti menyeimbangkan kebaikan yang berhubungan dengan Tuhan dengan kemaslahatan yang bersifat sosial kemasyarakatan. Jika seseorang atas nama ajaran agama, misalnya, melakukan perbuatan yang merendahkan harkat, derajat, dan martabat kemanusiaan, atau bahkan menghilangkan eksistensi kemanusiaan itu sendiri, itu sudah bisa disebut melanggar nilai kemanusiaan. Tindakannya jelas berlebihan atau ekstrem. Contoh konkretnya, dengan dalih jihad agama, seseorang meledakkan bom di tengah pasar lalu puluhan bahkan ratusan orang tak bersalah tewas seketika. Ini jelas tindakan ekstrem. Ketika seseorang sedang beribadah, lalu ada orang lain di dekatnya yang hampir mati akibat terjatuh ke dalam sumur, maka dia wajib membatalkan ibadahnya untuk kemudian membantu saudaranya yang terjatuh ke dalam sumur itu. Ibadah kepada Tuhannya bisa ia lakukan setelah menolong saudaranya itu. Contoh lain, seorang dokter harus bergegas menunaikan kewajiban beribadah. Namun di saat yang sama ada pasien dalam kondisi darurat harus segera ditangani dan tidak dapat ditangguhkan. Dalam kondisi seperti itu, sang dokter harus segera menyelamatkan pasiennya dan menunda ibadahnya, untuk kemudian melaksanakan kewajiban agamanya setelah menolong pasien tersebut.

Prilaku  kita dalam memahami dan mengamalkan keagamaan bisa dinilai tidak berlebihan jika tidak melanggar batasan dalam bergama. Contohnya jika seseorang, atas nama ajaran agama, melanggar butir- butir Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, dan Negara Kesatuan. Republik Indonesia (NKRI), yang telah menjadi kesepakatan bersama bangsa Indonesia dalam berbangsa dan bernegara, itu sudah bisa dinilai ekstrem dan melanggar. Dalam hal kehidupan bermasyarakat, niscaya juga banyak peraturan yang telah disepakati bersama oleh seluruh warga di lingkungan tempat tinggal. Jika seorang warga, atas nama agama yang dianutnya, melanggar kesepakatan bersama yang telah ia setujui tersebut, maka ia pun dapat dianggap berlebih-lebihan. Misalnya jika seseorang, atas nama ajaran agama, melanggar ketertiban umum, itu sudah bisa dinilai beragama secara berlebihan. Misalnya, jika seseorang ingin viral kemudian ia memaksakan diri beribadah di tengah keramaian lalu lintas, yang menyebabkan kemacetan, bahkan rawan menimbulkan kecelakaan, maka ia sudah melanggar batas ketertiban.

Sebagai ASN kita juga harus moderat dalam memahami kemanusiaan. Karena kemanusiaan merupakan salah satu esensi agama. Kemanusiaan diyakini sebagai fitrah agama yang tidak mungkin diabaikan. Agama mengajarkan bahwa menjunjung tinggi kemanusiaan adalah inti pokok agama. Tuhan diyakini menurunkan agama dari langit ke bumi ini justru untuk melindungi kemanusiaan. Pendek kata, inti pokok ajaran agama adalah untuk menjaga kemanusiaan, bukan untuk menghancurkan kemanusiaan itu sendiri. Jadi, kalau ada paham ekstrem atas nama agama yang berakibat menghancurkan kemanusiaan, misalnya mengakibatkan terbunuhnya orang tak bersalah, paham itu jelas bertentangan dengan fitrah agama dan tentu saja tidak bisa dibenarkan. Orang moderat akan memperlakukan mereka yang berbeda agama sebagai saudara sesama manusia dan akan menjadikan orang yang seagama sebagai saudara seiman. Orang moderat akan sangat mempertimbangkan kepentingan kemanusiaan di samping kepentingan keagamaan yang sifatnya subjektif. Bahkan, dalam situasi tertentu, kepentingan kemanusiaan

Sebagai warga negara yang baik tidak boleh menyamakan arti moderasi bergama dengan moderasi agama. Karena sangat jelas berbeda maknanya. Faktanya agama tidak perlu dimoderasi karena agama itu sendiri telah mengajarkan prinsip moderasi, keadilan dan keseimbangan. Jadi bukan agama yang harus dimoderasi, melainkan cara penganut agama dalam menjalankan agamanya itulah yang harus dimoderasi. Tidak ada agama yang mengajarkan ekstremitas, tapi tidak sedikit orang yang menjalankan ajaran agama berubah menjadi ekstrem. Misalnya, ajaran agama untuk memuliakan perempuan. Ajaran ini bersifat pasti dan tidak ada yang memperdebatkan, itulah ajaran agama. Tapi, bagaimana cara memuliakan perempuan menurut ajaran agama itu, masing-masing umat beragama melakukan praktik yang berbeda-beda. Itulah yang disebut beragama. Contoh yang mudah terlihat misalnya ada paham dan amalan agama yang ekstrem membatasi aktivitas sosial perempuan, seperti larangan keluar. Faham melarangan keluar rumah bagi perempuan meski untuk menuntut ilmu. Namun, ada juga paham dan amalan agama yang memberi ruang kebebasan ekstrem bagi perempuan untuk beraktifitas sosial sehingga menyepelekan tanggung jawab mengurus keluarga. Di antara keduanya itu, ada juga paham dan amalan agama yang cenderung moderat, dengan memberikan hak-hak kesetaraan gender kepada perempuan, tetapi tetap membatasinya dengan etika dan adat istiadat lokal yang berlaku.

Yang  terpenting kita terapkan adalah sikap toleransi. Toleran itu adalah hasil yang diakibatkan oleh sikap moderat dalam beragama. Moderasi adalah proses, toleransi adalah hasilnya. Seorang yang moderat bisa jadi tidak setuju atas suatu tafsir ajaran agama, tapi ia tidak akan menyalah- nyalahkan orang lain yang berbeda pendapat dengannya. Begitu juga seorang yang moderat niscaya punya keberpihakan atas suatu tafsir agama, tapi ia tidak akan memaksakannya berlaku untuk orang lain. Namun jangan sampai ingin bersikap moderat tapi justru tidak teguh dalam bergama. Seorang yang moderat juga harus memiliki pendirian teguh dan semangat beragama yang tinggi. Ia harus mampu memilah mana pokok ajaran agama, di mana ia harus berpendirian teguh, dan mana tafsir ajaran agama, di mana ia perlu toleran, menghormati pendirian orang lain, dan tidak menyalah-nyalahkan. Terkait urusan pokok agama, tidak boleh ada kompromi dalam hal meyakini dan mempraktikkannya. Tapi untuk urusan agama yang sifat hukumnya diperdebatkan, dan ada beragam pandangan, seorang moderat akan mengambil sikap hukum tertentu untuk dirinya, tapi tidak memaksakan hukum itu berlaku untuk orang lain. Itulah makna toleran.

Untuk itu perlu kemampuan membedakan pokok agama dengan tafsir agama. Supaya dapat memilah mana wilayah pokok agama yang harus dibela secara teguh, dan mana wilayah tafsir ajaran agama yang terbuka untuk berbeda, seorang umat beragama harus mempelajari ajaran agamanya dengan baik dan secara mendalam. Ia harus mencari ilmu melalui guru atau sumber yang tepercaya. Sikap moderat dalam beragama akan lebih mudah diterapkan jika seseorang memiliki pengetahuan agama yang baik dan memadai. Pengetahuan luas akan menghantarkannya menjadi orang yang bijaksana. Berpengetahuan itu penting karena untuk dapat berdiri di tengah, seorang yang moderat perlu tahu tafsir agama yang ada di ujung ekstrem kiri dan ujung ekstrem kanan. Sikap hanya melihat kebenaran satu tafsir agama dan buta terhadap kebenaran tafsir lainnya dapat menjerumuskan seseorang pada sikap ekstrem dan cenderung mengklaim kebenaran menurut versi dirinya saja. Pendek kata, untuk moderat, seseorang perlu berilmu

Seorang ASN yang moderat harus berilmu, mampu mengendalikan emosi, berakhlak baik, pemaaf, menjadi teladan, dan sanggup berempati. Dalam menyikapi masalah keagamaan, ia harus mampu mendahulukan rasa daripada emosi, dan harus mengedepankan akal ketimbang otot. Moderasi beragama harus dibarengi dengan sikap berbudi. Dengan begitu, maka seorang yang moderat dalam beragama akan senantiasa berhati-hati dalam bertindak, tidak gegabah, melirik ke kiri dan ke kanan, dan selalu mempertimbangkan baik buruknya setiap pilihan. Konsisten berada di tengah bukan berarti diam saja, melain- kan dinamis bergerak merespons situasi dengan cermat. Alhasil, moderasi berag- ama dapat diwujudkan jika seseorang telah memenuhi syarat berilmu, berbu- di, pemaaf, bijaksana dan berhati-hati. mengapa moderasi beragama diperlukan.

Kesimpulannya moderasi beragama diperlukan karena sikap ekstrem dalam beragama tidak sesuai dengan esensi ajaran agama itu sendiri. Perilaku ekstrem atas nama agama juga sering mengakibatkan lahirnya konflik, rasa benci, intoleransi, dan bahkan peperangan yang memusnahkan peradaban. Sikap- sikap seperti itulah yang perlu dimoderasi. Moderasi beragama adalah upaya mengembalikan pemahaman dan praktik beragama agar sesuai dengan esensinya, yakni untuk menjaga harkat, martabat, dan peradaban manusia, bukan sebaliknya. Agama tidak boleh digunakan untuk hal-hal yang justru merusak peradaban, sebab sejak diturunkan, agama pada hakikatnya ditujukan untuk membangun peradaban itu. Selamat malam.

Kamis, 24 Juni 2021

Indikator Moderasi Beragama

 


Materi moderasi beragama kemarin sangat menarik. Sehingga masih menjadi bahan diskusi beberapa teman. Juga menjadi sarana untuk introspeksi. Sudahkah kita melaksanakan moderasi dalam beragama? Apakah di lingkungan kita sudah melaksanakan moderasi dalam beragama? Ataukah justru kebalikannya? Banyak sekali benih-benih radikalisme yang menjamur di sekitar kita. Muncul prilaku intoleransi dalam beragama. Merasa agamanya paling benar. Menganggap faham yang dianut paling tepat. Sikap apatis terhadap wawasan kebangsaan. Itulah yang berkecamuk dalam benak para guru. Sudahkah guru bijak dalam menyikapi pertanyaan siswa tentang jihad dalam islam? Maka perlu kita mendalami moderasi beragama. Indikator apa saja yang mampu menunjukkan adanya moderasi beragama. Atau memang moderasi beragama itu merupakan hal absurd sehingga sulit diukur.

Sejatinya moderasi beragama bukan hal absurd yang tak bisa diukur. Keberhasilan penerapan Moderasi Beragama (MB) dalam kehidupan masyarakat di sekitar kita dapat terlihat dari adanya penerapan empat indikator utama berikut ini:(1) komitmen kebangsaan, (2) toleransi, (3) anti kekerasan, (4) penerimaan tradisi. Kondisi suatu lingkungan yang memiliki komitmen kebangsaan akan nampak pada prilaku masyarakat dalam menerima prinsip-prinsip berbangsa yang tertuang dalam konstitusi: UUD 1945 dan regulasi di bawahnya. Sedangkan toleransi merupakan sikap menghormati perbedaan dan memberi ruang orang lain untuk berkeyakinan, mengekspresikan keyakinannya, dan menyampaikan pendapat. Menghargai kesetaraan dan sedia bekerjasama. Indikator sikap anti kekerasan merupakan upaya menolak tindakan seseorang atau kelompok tertentu yang menggunakan cara-cara kekerasan, baik secara fisik maupun verbal, dalam mengusung perubahan yang diinginkan. Sedangkan sikap menerima terhadap tradisi juga merupakan penanda kita telah melakukan moderasi beragama. Sikap ramah dalam penerimaan tradisi dan budaya lokal dalam perilaku keagamaannya, sejauh tidak bertentangan dengan pokok ajaran agama.

Dahulu ketika masih ada pelajaran sejarah diajarkan beberapa peristiwa yang menjadi tantangan atas komitmen kebangsaan. Jadi tantangan atas komitmen kebangsaan sudah ada sejak kelahiran RI, terdapat kelompok yang tidak setuju dengan NKRI, Pancasila, UUD 45 sebagai dasar, bentuk, dan konstitusi negara, mereka menginginkan Indonesia berdiri dalam bentuk NII/DI, negara sekuler, atau komunis. Juga pada Masa Orde Lama dan Orde Baru belum berhasil mewujudkan impian bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa yang maju dan sejahtera. Sehingga  terjadi Reformasi 1998, Reformasi telah mengubah banyak hal tentang Indonesia. Namun dibalik perubahan itu, demokrasi yang dipraktikkan di negeri ini masih belum mampu menunjukkan tanda-tanda, mampu mengubah Indonesia yang jauh lebih baik. Karena kekecewaan tersebut, sebagian kelompok, ada yang kembali menawarkan sistem dan bentuk lain dalam bernegara, misalnya sistem khilafah digagas oleh kelompok tertentu. Para pendiri Negara kita dengan sangat cemerlang mampu menyepakati pilihan yang pas tentang dasar Negara sesuai dengan karakter bangsa, sangat orisinil, yaitu sebuah Negara modern yang berkarakter religious (Nasionalis religious), tidak sebagai Negara sekuler juga tidak sebagai Negara agama. Terbukti demi sebuah persatuan dan kesatuan NKRI telah menghapus kalimat "dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya". 

Sejarah di atas yang harus kita renungkan. Moderasi beragama sangat penting agar kehidupan bermasyarakat menjadi damai tanpa pertikaian. Lingkungan menjadi sejuk karena semua warga menerapkan 4 indikator adanya MB. 

 

Rabu, 23 Juni 2021

Moderasi Beragama

 


Kemarin, tanggal 22 Juni 2021 mendapat undangan mengikuti sosialisasi tentang Moderasi Beragama (MB). Undangan pukul 08.00 di MI Pakis, sudah siap sejak pagi. Namun namanya ibu yang mendapat jatah libur. Inginnya meninggalkan rumah dalam kondisi sudah rapi dan aman (kompor dipastikan sudah mati dan rumah terkunci). Apalagi semua akan meninggalkan rumah ke tujuan masing-masing. Akhirnya menuju tempat rapat  dengan terburu-buru. Sialnya ada mobil mewah berwarna putih yang melaju di tengah-tengah jalan desa dan enggan berada di jalur kiri. Sampailah di tempat acara pukul 08.50, sangat menyedihkan. Meski agak jengkel juga harus tetap menyimak sosialisasi dengan baik. Apalagi saya paling suka dengan kata kunci tema sosialisasi hari ini: ‘moderat’.

Menurut penjelasan Bapak Pengawas, kata ‘moderat’ adalah sebuah kata sifat, turunan dari kata moderation, yang berarti tidak berlebih-lebihan atau sedang. Dalam bahasa Indonesia, kata ini kemudian diserap menjadi 'moderasi', yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) didefinisikan sebagai 'pengurangan kekerasan', atau 'penghindaran keekstreman'. Dalam KBBI juga dijelaskan bahwa kata ‘moderasi’ berasal dari bahasa Latin moderĂ¢tio, yang berarti ke-sedang-an (tidak kelebihan dan tidak kekurangan).  Jadi kesimpulannya moderat itu tidak berlebih-lebihan atau sedang.

Beliau menjelaskan, ketika kata moderasi disandingkan dengan kata 'beragama', menjadi moderasi beragama, maka merujuk pada sikap mengurangi kekerasan, atau menghindari keesktreman dalam praktik beragama. Moderasi beragama harus dipahami sebagai komitmen bersama untuk menjaga keseimbangan yang paripurna, di mana setiap warga masyarakat, apapun suku, etnis, budaya, agama, dan pilihan politiknya harus mau saling mendengarkan satu sama lain, serta saling belajar melatih kemampuan mengelola dan mengatasi perbedaan di antara mereka. Jadi jelas bahwa moderasi beragama sangat erat terkait dengan menjaga kebersamaan dengan memiliki sikap ‘tenggang rasa’, sebuah warisan leluhur yang mengajarkan kita untuk saling memahami satu sama lain yang berbeda dengan kita.

Seringkali kita mendengarkan istilah Islam Moderat. Islam Moderat adalah sebuah pemahaman yang mengedepankan demokrasi, menjamin kemurnian ideologi nasional (Pancasila) dan kesatuan konstitusi. Karakteristiknya adalah mengacu pada nilai-nilai kebudayaan dan agama, yang mendukung pembangunan. Pendapat di atas menurut Gus Dur, sedangkan menurut Cak Nur, Islam Moderat adalah yang menjunjung nilai-nilai  inklusivisme dan pluralisme. Sedangkan menurut menteri agama periode lalu (Bapak Lukman Hakim Saifuddin), Moderasi beragama adalah cara pandang kita dalam beragama, yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem, baik ekstrem kanan (eka) maupun ekstrem kiri (eki). Kesimpulannya Islam Moderat adalah pandangan Islam yang akomodatif, terbuka, toleran, teguh pendirian, mengakui keberagaman, menerima konstitusi nasional dan anti kekerasan.

Sebenarnya tidak ada agama yang mengajarkan ekstremitas, tapi tidak sedikit orang yang memahami dan menjalankan ajaran agamanya secara ekstrem. Terdapat 4 indikator moderasi beragama: (1) Komitmen kebangsaan :Pancasila, Bhinneka, NKRI & UUD 1945 (2) Toleransi, (3) Anti kekerasan, (4) Adaptif terhadap kebudayaan lokal. Dalam toleransi mengandung dua makna kunci yang sekaligus berperan sebagai prinsip, yaitu; (1) “kesengajaan” (intent),(2) “tidak-mengganggu” (Non–interference). Antara intent dan non-interference merupakan  element yang sama penting dalam moderasi beragama. Jika muncul pertanyaan: apakah perbedaan moderasi dan toleransi? Jadi moderasi merupakan prosesnya, sedangkan toleransi adalah hasilnya. Jadi toleransi merupakan sikap saling pengertian, saling menghormati, dan menghargai perbedaan keyakinan. 

Pesan Bapak Pengawas penerapan moderasi beragama dimulai dari diri kita sendiri dan dalam keluarga. Meskipun kelihatan sederhana semoga kita bisa menerapkannya dalam membimbimg anak kita.

Senin, 21 Juni 2021

DESA SIAGA AKTIF BERMUARA PADA MENURUNNYA AKI DAN AKB

 


Hari ini, Senin 21 Juni 2021 sebetulnya ada kegiatan mengaji dengan Ustadz Hadi dan guru-guru MIM Kamulan. Namun harus ijin untuk mengikuti Bimtek Desa Siaga Aktif yang dilaksanakan di Balai Desa Ngadirejo. Undangan Bimtek Desa Siaga Aktif ditandatangani langsung oleh dr. Lely Nurlaeli Kepala Puskesmas Pogalan, bukan Bapak Musroni Kepala Desa Ngadirejo. Pukul 08.00 segera menuju ke balai desa Ngadirejo, daftar hadir langsung ditangani oleh panitia dari Puskesmas Pogalan. Begitu pula pembawa acara dari bidan Puskesmas Pogalan. Acara Bimtek Desa Siaga Aktif ini tidak ada acara menyanyikan lagu Indonesia Raya atau doa pada akhir pembukaan Bimtek. Setelah sambutan kepala desa dan kepala puskesmas langsung acara inti.

Dalam sambutannya kepala desa merasa senang dengan adanya Bimtek Desa Siaga Aktif ini. Beliau juga menyampaikan Ngadirejo akan selalu berbenah bahkan mulai launching motto desa “Ngadirejo Berdandan Rapi”. Motto tersebut kepanjangan dari “Ngadirejo Bersih, Damai, Indah, Nyaman, Ramah dan Pintar”. Kelak motto tersebut akan dipasang pada gerbang perbatasan desa Ngadirejo dengan desa Kedunglurah. Sedangkan sambutan kepala puskesmas Pogalan membahas Bimtek Desa Siaga Aktif ini muaranya pada punurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kemtian Bayi (AKB). Ngadirejo tetap mendapat jatah Bimtek Desa Siaga Aktif meskipun angka AKI dan AKB adalah nol. Artinya tidak ada angka kematian bayi maupun kematian ibu yang baru melahirkan atau sedang menyusui.



Kegiatan inti Bimtek Desa Siaga Aktif berlangsung dengan menggunakan metode brainstorming dan mind mapping. Metode brainstorming dilaksanakan ketika membahas materi desa siaga. Peserta bimtek dibagi menjadi 3 kelompok, dinamika kelompok dilakukan dengan menghitung 1 sampai 3. Mereka yang membunyikan angka 1 menjadi kelompok 1, begitu pula yang membunyikan angka 2 dan 3 berkumpul membentuk kelompok 2 dan 3. Untuk kelompok satu membahas tentang kata-kata kunci terkait desa siaga. Kelompok 2 membahas masalah di desa Ngadirejo yang berkaitan dengan desa siaga. Kelompok 3 membahas solusi yang tepat mengatasi masalah yang ada di desa Ngadirejo terkait desa siaga.

Kelompok satu mampu menemukan kata kunci terkait desa siaga: Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), AKI, AKB, kepedulian, penyakit menular, penyakit tidak menular yang menyebabkan kematian bumil, pendanaan, sosialisasi, gotong royong, dan lain-lain. Sedangkan masalah yang muncul terkait dengan desa siaga di wilayah Ngadirejo adalah: rendahnya PHBS, kurangnya sosialisasi, belum merata bantuan makanan bergizi, masih ada pasien positif covid, belum disiplin menjaga kesehatan, masih ada balita stunting, pernikahan dini, kekerasan terhadap wanita hamil. Kelompok 3 menemukan solusi: meningkatkan PHBS, mengadakan sosialisasi kesehatan, kehamilan dan gizi seimbang, ketua desa siaga menyiapkan posko pelayanan kesehatan dasar yang dapat diakses penduduk setiap hari.

Demikianlah pelaksanaan bimtek hari ini dengan kesimpulan suatu desa dikatakan sebagai desa siaga jika:(1) masyarakatnya dapat mengakses pelayanan kesehatan dasar setiap hari, (2)masyarakatnya dapat mengembangkan Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM), (3) melaksanakan Surveillance Berbasis Masyarakat (SBM) berupa pemantauan penyakit, pemantauan Kesehatan Ibu dan Anak(KIA), pemantauan gizi, pemantauan lingkungan dan perilaku, (4)masyarakat dapat memahami dan mengatasi kedaruratan kesehatan, (5) masyarakatnya dapat memahami cara penanggulangan bencana, (6) masyarakatnya menerapkan PHBS.

Pelayanan kesehatan dasar pada desa siaga berupa kesigapan tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan untuk bumil, ibu menyusui, anak, adanya upaya penemuan dan penanganan penderita penyakit. Cara yang tepat para pengurus desa siaga dalam mengaktifkan Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) adalah dengan cara : (1) mengatifkan posyandu balita, (2) mengatifkan posyandu lansia, (3)adanya pos kesehatan pondok pesantren, (4)pos upaya kesehatan kerja (UKK). Sedangkan cara kader dan tenaga kesehatan mengaktifkan Surveillance Berbasis Masyarakat (SBM) adalah(1)melakukan pengamatan dan pemantauan penyakit, kesehatan ibu dan anak, gizi, lingkungan dan perilaku yang menimbulkan masalah kesehatan masyarakat, (2) pelaporan kurang dari 24 jam pada tenaga kesehatan untuk respon cepat, (3) pencegahan dan penanggulangan sederhana penyakit dan masalah kesehatan, (4) pelaporan kematian.

Pemateri juga merangkum kegiatan mandiri masyarakat untuk mewujudkan PHBS: melaporkan jika ada yang menderita penyakit menular, memanfaatkan dan menanam TOGA, berobat jika sakit, bagi bumil periksa secara teratur, makan bergizi dan seimbang, menggunakan garam beryodium ketika memasak, tersedia oralit bagi balita, pertolongan persalinan pada tenaga kesehatan, mengonsumsi tablet tambah darah selama hamil dan nifas, mengonsumsi vitamin A bagi ibu nifas, ASI eksklusif, menyiapkan makanan pendamping ASI bagi balita, timbang bayi dan balita dengan KMS, imunisasi bayi, ibu dan wanita subur, tidak merokok, minuman keras dan narkoba.

Semoga kita diberikan kesehatan.