“Zam, sebelum aku menjawab alasannya. Mbak juga akan cerita, pernah menunda jawaban seperti yang dilakukan Pak Mumtaz.”
“Oh,
ya? Mbak Aisy, tidak bisa menjawab pertanyaan anak RA?” tanya Azam sambil
tertawa ngakak. Bocah itu mengejek Aisyah dengan menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Bukan,
Zam. Pertanyaan siswa kelas 6 tempat aku praktik mengajar, sewaktu kuliah. ”
“Oo, pertanyaannya
apa? Sulitkah? Apa Mbak Aisy tidak belajar sebelumnya?” Zam Zam memberondong
pertanyaan.
“Bukan
karena itu. Tapi karena ada pertanyaan di luar teks pelajaran. Mbak merasa
penguasaan materi itu belum utuh. Masih perlu didukung referensi yang tepat.”
“Referensi?
Maksudnya?,”rasa ingin tahu Zam Zam cukup tinggi.
“Buku
rujukan yang tepat, aku harus membaca buku yang berhubungan dengan pertanyaan itu,”lanjut Aisyah.
“Pertanyaan
tentang apa?”, tanya Zam Zam semakin penasaran
“Tema
9 tentang jagad raya. Siswa cerdas itu menanyakan keberadaan Alien di jagad
raya,”tandas Aisyah sambil tersenyum mengingat peristiwa itu.
“Oh,
ya! Mbak jawab apa?”
“Saat
itu, Mbak jawab: di planet bumi tidak ada. Namun kemungkinan makhluk itu ada
pada galaksi lain. Agar mereka memiliki pemahaman penuh tentang Alien, Mbak
berjanji untuk mencari buku ilmiah yang membahas tentang itu. Dan menanyakannya
pada dosen IPA.”
Zam
Zam mengangguk puas.
“Dosenku
menyampaikan pesan, guru tidak harus menjawab pertanyaan siswa secara langsung/kontan.
Jika memang belum yakin akan kebenaran jawaban. Bisa menunda jawaban, menjadi
PR bagi guru. Karena guru manusia biasa, tidak semua hal di dunia ini ia
kuasai.”
Azam
mencoba mencerna penjelasan Aisyah.
“
Makanya,” bocah itu bergumam lirih. Azam mulai memahami sikap Pak Mumtaz
yang menunda menjawab pertanyaannya.
“Yang
tidak bijak itu, jika guru marah karena pertanyaan siswa tidak tertera di buku
teks,” jelas Aisyah, mantap.
Azam
mulai memahami kejadian itu. Padahal tadi pagi ia kecewa sekali. Akibat
pertanyaannya yang belum dijawab Pak Mumtaz.
“Emang
pertanyaanmu sesulit apa Zam?,”Asiyah merasa penasaran. “Tentang apa?”
“Tentang
para penemu muslim, Mbak.”
“
Materi tematikah, Zam?”
“Iya,
Mbak. Di buku tema 3 yang dibahas cuma penemu dunia yang non muslim seperti
Michael Faraday, James Nasmith, Charles Goodyear, Thompson, Dunlop, John Logie
Baird, Garret Augustus Morgan, Charles Babbage, dan Prof. DR. Ing. Bacharuddin
Habibie. Masak yang muslim tidak ada?”
“Luar biasa, Zam. Ingatanmu, “sanjung Aisyah, dalam benaknya terbersit pujian untuk Zam Zam. Ia ingin menguji ingatan bocah ini.
“Apa sih, Zam penemuan mereka. Jujur, Mbak belum pernah
membaca tema 3.”
Ia
menempelkan telunjuk pada keningnya. Seperti mencoba mengingat. Kemudian dengan
lancar Azam menjawab.
“Michael
Faraday menemukan arus listrik. James Nasmith penemu oleh raga bola basket.
Hemm…Charles Goodyear, Thompson, dan Dunlop, penemu ban. John Logie Baird, penemu TV. Garret Augustus
Morgan, penemu rambu-rambu lalu lintas.”
“Charles
dan Pak Habibi penemu apa, Zam?
“Hemm….lupa
aku,” jawabnya
Oh
ya….Charles Babbage, penemu komputer, Habibi penemu….teori di bidang
pesawat,”jelasnya sambil bersorak kegirangan, karena berhasil mengingat materi
kesukaannya.
“Sebetulnya
jangan sekedar dihafalkan Zam. Namun kamu juga harus terinspirasi dan
menerapkan sikap mereka saat melakukan penemuan. Seperti sikap disiplin,
kerja keras, rasa ingin tahu. Utamaya kalau Pak Habibi itu kecintaannya pada
tanah air.”
“
Oke, oke….kalau penemu muslim siapa saja, mbak? Tanya Azam sambil manggut-manggut
“Kamu
sudah browsing, Zam.”
“
Belum, Mbak. Nunggu jawaban Pak Mumtaz,” sahut Azam sambil garuk-garuk kepala.
“Mbak tahu?”
“
Sedikit Zam, ada beberapa ilmuwan muslim yang diakui dunia,”jawab Aisyah
mengernyitkan dahinya, mencoba mengingat-ingat. “Seperti Muhammad Ibnu Musa
al-Khawarizmi, Ibnu Sina, Ibnu Haitham dan Aljazari.”
Aisyah
tersenyum melihat ekspresi Azam, penuh rasa ingin tahu.
“Ingin
tahu, apa ingin tahu banget,” goda Aisyah.
Azam
menunjukkan muka comel,
bersungut-sungut. Ia meletakkan tangan kanannya pada dagu. Mukanya mendekat
Aisyah.
“Ihh,
kepo banget,” Aisyah pura-pura membalikkan buku teks yang dipegangnya. Zam Zam
kesal.
“Sah,
Zam Zam dipanggil ibunya, sudah surup
diminta pulang,"sela Emaknya mengejutkan mereka.
“Zam,
pulanglah,”bujuk Aisyah.
“Sebentar,
Budhe! Nanggung!”
“Zam,
emang kamu mengerjakan apa, kok nanggung,”ejek Aisyah.
“Mbakkk…!,”teriak
Azam merajuk.“Besok, aku akan bilang sama Pak Mum. Kalau Mbak Aisy memuji-mujinya.”
“Zam
Zam, kamu ya!”pekik Aisyah terkejut, jengkel.
“Makanya
segera ceritakan,” Zam Zam merajuk, kesal.
“Okelah," Asiyah mengalah. "Muhammad Ibnu Musa al-Khawarizmi, berasal dari Persia. Ia penemu ilmu
matematika. Baik itu aljabar atau algebra, algoritme dan aritmatika. Makanya al-Khawarizmi
dijuluki Bapak Aljabar. Selain itu juga menemukan ilmu astronomi dan geografi.”
“Luar
biasanya, ya Mbak”
“Malah
Ibnu Sina, Zam. Para tokoh negara barat, menyebut Ibnu Sina dengan Avicenna. Ia
penemu bidang kedokteran modern, fisika, geologi, mineralogi, matematika,
astronomi, filsafat dan psikologi. Beliau rajin menulis. Menulis buku tentang
fungsi organ tubuh, hasil penelitian tentang penyakit TBC, diabetes, dan
penyakit yang ditimbulkan oleh pikiran.
Keistimewaan lainnya pada usia 10 tahun sudah hafal Alquran.”
Aisyah
tersenyum melihat bibir Zam Zam membentuk huruf “O”.
“
Bukan sekedar kagum Zam, tapi sikapnya harus kamu teladani,” tutur Aisyah. “Emang,
kamu sudah hafal Juz berapa aja, Zam?”
“Juz
30 sudah, Juz 29 dapat dua surat. Surat
Al Mulk dan Al Qalam. Besok bakda
subuh mengawali surat Al Haqqah,” jawabnya penuh semangat.
Aisyah
menunjukkan dua jempolnya untuk Zam Zam. Bocah itu tersenyum bangga. Aisyah
memang pinter memberi reward pada
anak didiknya.
“Sedangkan
Ibnu Haitham, menekuni bidang optik. Ia berhasil menemukan konsep kamera.
Haitham sangat tertarik melakukan penyelidikan tentang konsep cahaya. Untuk Al Jazari,
temuan dan karya-karya terkait mesin engkol, roda bergigi dan mesin pompa air.”
“Hebat
ya Mbak, mereka.”
“
Begitulah, sekarang kamu pulang. Besok ketemu lagi di madrasah,”kata Aisyah
sambil menepuk pundak Zam Zam.
Bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar