Rabu, 15 September 2021

CERIS.PART 5. SOSOK GURU BIJAK

 

“Zam, sebelum aku menjawab alasannya. Mbak juga akan cerita, pernah menunda jawaban seperti yang dilakukan Pak Mumtaz.”

“Oh, ya? Mbak Aisy, tidak bisa menjawab pertanyaan anak RA?” tanya Azam sambil tertawa ngakak. Bocah itu mengejek Aisyah dengan menggeleng-gelengkan kepalanya. 

“Bukan, Zam. Pertanyaan siswa kelas 6 tempat aku praktik mengajar, sewaktu kuliah. ”

“Oo, pertanyaannya apa? Sulitkah? Apa Mbak Aisy tidak belajar sebelumnya?” Zam Zam memberondong pertanyaan.

“Bukan karena itu. Tapi karena ada pertanyaan di luar teks pelajaran. Mbak merasa penguasaan materi itu belum utuh. Masih perlu didukung referensi yang tepat.”

“Referensi? Maksudnya?,”rasa ingin tahu Zam Zam cukup tinggi.

“Buku rujukan yang tepat, aku harus membaca buku yang berhubungan dengan pertanyaan itu,”lanjut Aisyah.

“Pertanyaan tentang apa?”, tanya Zam Zam semakin penasaran

“Tema 9 tentang jagad raya. Siswa cerdas itu menanyakan keberadaan Alien di jagad raya,”tandas Aisyah sambil tersenyum mengingat peristiwa itu.

“Oh, ya! Mbak jawab apa?”

“Saat itu, Mbak jawab: di planet bumi tidak ada. Namun kemungkinan makhluk itu ada pada galaksi lain. Agar mereka memiliki pemahaman penuh tentang Alien, Mbak berjanji untuk mencari buku ilmiah yang membahas tentang itu. Dan menanyakannya pada dosen IPA.”

Zam Zam mengangguk puas.

“Dosenku menyampaikan pesan, guru tidak harus menjawab pertanyaan siswa secara langsung/kontan. Jika memang belum yakin akan kebenaran jawaban. Bisa menunda jawaban, menjadi PR bagi guru. Karena guru manusia biasa, tidak semua hal di dunia ini ia kuasai.”

Azam mencoba mencerna penjelasan Aisyah.

“ Makanya,” bocah itu bergumam lirih. Azam mulai memahami sikap Pak Mumtaz yang menunda menjawab pertanyaannya.

“Yang tidak bijak itu, jika guru marah karena pertanyaan siswa tidak tertera di buku teks,” jelas Aisyah, mantap.

Azam mulai memahami kejadian itu. Padahal tadi pagi ia kecewa sekali. Akibat pertanyaannya yang belum dijawab Pak Mumtaz.

“Emang pertanyaanmu sesulit apa Zam?,”Asiyah merasa penasaran. “Tentang apa?”

“Tentang para penemu muslim, Mbak.”

“ Materi tematikah, Zam?”

“Iya, Mbak. Di buku tema 3 yang dibahas cuma penemu dunia yang non muslim seperti Michael Faraday, James Nasmith, Charles Goodyear, Thompson, Dunlop, John Logie Baird, Garret Augustus Morgan, Charles Babbage, dan Prof. DR. Ing. Bacharuddin Habibie. Masak yang muslim tidak ada?”

“Luar biasa, Zam. Ingatanmu, “sanjung Aisyah, dalam benaknya terbersit pujian untuk Zam Zam. Ia ingin menguji ingatan bocah ini. 

“Apa sih, Zam penemuan mereka. Jujur, Mbak belum pernah membaca tema 3.”

Ia menempelkan telunjuk pada keningnya. Seperti mencoba mengingat. Kemudian dengan lancar Azam menjawab.

“Michael Faraday menemukan arus listrik. James Nasmith penemu oleh raga bola basket. Hemm…Charles Goodyear, Thompson, dan Dunlop, penemu ban. John Logie Baird, penemu TV. Garret Augustus Morgan, penemu rambu-rambu lalu lintas.”

“Charles dan Pak Habibi penemu apa, Zam?

“Hemm….lupa aku,” jawabnya

Oh ya….Charles Babbage, penemu komputer, Habibi penemu….teori di bidang pesawat,”jelasnya sambil bersorak kegirangan, karena berhasil mengingat materi kesukaannya.

“Sebetulnya jangan sekedar dihafalkan Zam. Namun kamu juga harus terinspirasi dan menerapkan sikap mereka saat melakukan penemuan. Seperti sikap disiplin, kerja keras, rasa ingin tahu. Utamaya kalau Pak Habibi itu kecintaannya pada tanah air.”

“ Oke, oke….kalau penemu muslim siapa saja, mbak? Tanya Azam sambil manggut-manggut

“Kamu sudah browsing, Zam.”

“ Belum, Mbak. Nunggu jawaban Pak Mumtaz,” sahut Azam sambil garuk-garuk kepala. “Mbak tahu?”

“ Sedikit Zam, ada beberapa ilmuwan muslim yang diakui dunia,”jawab Aisyah mengernyitkan dahinya, mencoba mengingat-ingat. “Seperti Muhammad Ibnu Musa al-Khawarizmi, Ibnu Sina, Ibnu Haitham dan Aljazari.”

Aisyah tersenyum melihat ekspresi Azam, penuh rasa ingin tahu.

“Ingin tahu, apa ingin tahu banget,” goda Aisyah.

Azam  menunjukkan muka comel, bersungut-sungut. Ia meletakkan tangan kanannya pada dagu. Mukanya mendekat Aisyah.

“Ihh, kepo banget,” Aisyah pura-pura membalikkan buku teks yang dipegangnya. Zam Zam kesal.

“Sah, Zam Zam dipanggil ibunya, sudah surup diminta pulang,"sela Emaknya mengejutkan mereka.

“Zam, pulanglah,”bujuk Aisyah.

“Sebentar, Budhe! Nanggung!”

“Zam, emang kamu mengerjakan apa, kok nanggung,”ejek Aisyah.

“Mbakkk…!,”teriak Azam merajuk.“Besok, aku akan bilang sama Pak Mum. Kalau Mbak Aisy memuji-mujinya.”

“Zam Zam, kamu ya!”pekik Aisyah terkejut, jengkel.

“Makanya segera ceritakan,” Zam Zam merajuk, kesal.

“Okelah," Asiyah mengalah. "Muhammad Ibnu Musa al-Khawarizmi, berasal dari Persia. Ia penemu ilmu matematika. Baik itu aljabar atau algebra, algoritme dan aritmatika. Makanya al-Khawarizmi dijuluki Bapak Aljabar. Selain itu juga menemukan ilmu astronomi dan geografi.”

“Luar biasanya, ya Mbak”

“Malah Ibnu Sina, Zam. Para tokoh negara barat, menyebut Ibnu Sina dengan Avicenna. Ia penemu bidang kedokteran modern, fisika, geologi, mineralogi, matematika, astronomi, filsafat dan psikologi. Beliau rajin menulis. Menulis buku tentang fungsi organ tubuh, hasil penelitian tentang penyakit TBC, diabetes, dan penyakit yang ditimbulkan  oleh pikiran. Keistimewaan lainnya pada usia 10 tahun sudah hafal Alquran.”  

Aisyah tersenyum melihat bibir Zam Zam membentuk huruf  “O”.

“ Bukan sekedar kagum Zam, tapi sikapnya harus kamu teladani,” tutur Aisyah. “Emang, kamu sudah hafal Juz berapa aja, Zam?”

“Juz 30 sudah, Juz 29 dapat dua surat. Surat  Al Mulk  dan Al Qalam. Besok bakda subuh mengawali surat Al Haqqah,” jawabnya penuh semangat.

Aisyah menunjukkan dua jempolnya untuk Zam Zam. Bocah itu tersenyum bangga. Aisyah memang pinter memberi reward pada anak didiknya.

“Sedangkan Ibnu Haitham, menekuni bidang optik. Ia berhasil menemukan konsep kamera. Haitham sangat tertarik melakukan penyelidikan tentang konsep cahaya. Untuk Al Jazari, temuan dan karya-karya terkait mesin engkol, roda bergigi dan mesin pompa air.”

“Hebat ya Mbak, mereka.”

“ Begitulah, sekarang kamu pulang. Besok ketemu lagi di madrasah,”kata Aisyah sambil menepuk pundak Zam Zam.

Bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar