Rabu, 29 September 2021

19. Tamu Untuk Aisyah

 


Suasana ruang kantor MI Ar Rahmah kembali ramai dengan candaan. Yang menjadi bahan candaan Pak Mumtaz, pengantin baru. Mungkin yang dilontarkan bapak ibu guru adalah pengalaman pribadinya. Gurauan tentang kisah lucu pengantin baru. Pengantin yang kesiangan bangun. Pasangan baru yang menjadi pusat perhatian, ketika keluar kamar. Pengantin putri yang dipelototi cara berjalannya. Banyak lagi kisah lucu yang mereka sampaikan. Aisyah senang mendengar candaannya mereka, ikutan tersenyum. Tawa canda itu rupanya tidak dinikmati oleh Pak Yanu dan Bu Rahma. Dua pimpinan itu nampaknya hanya tersenyum tipis. Mungkin terlalu lama kejadian itu, lupa kisah manis menjadi pengantin baru. Atau ada ganjalan dibenak keduanya, Aisyah hanya melihat sekilas.

“Bu, pernah nggak nonton acara Desta Vincen, yang bintang tamunya dr. Boyke,”kata pak Restu. Beliau nampak senang melihat sahabat menikah dan bahagia. Kedua tempat duduknya berdekatan. Sesekali Pak Restu menepuk bahu temannya itu. Gelak tawa berderai.

“Iya Pak Res, aku nonton, lucu sampai terpingkal-pingkal,” jawab Bu Syifa. “Jangan diceritakan di sini, ada yang belum cukup umur.

Seloroh Bu Syifa memandang lekat Aisyah. Aisyah tersenyum saja, tahu arah pembicaraan mereka. Semua orang tahu dr. Boyke. Namun Aisyah tidak pernah nonton tayangan yang dimaksud Pak Restu.

“Haha…tonton aja, mereka di Youtube,”lanjut Pak Syamsu

“Temanya apa Pak,”tanya Bu Tini

“Seputar hubungan suami istri Bu,”jawab Bu Aina terkekeh

“Dasar bapak-bapak tontonannya begituan,”jawab Bu Tini sambil tertawa.

“Itu ilmu berkeluarga, lho Bu Tin,”jawab Pak Syamsu dan Pak Restu kompak.

Begitulah ... ketika waktu istirahat digunakan para guru untuk bercanda. Sampai akhirnya bel berdentang, tinggal Aisyah dan Pak Yanu yang masih berada di kantor.

“Bu Aisyah, bisa nggak bicara masalah pribadi,”tanya Pak Yanu mempersilahkan Aisyah duduk di kursi tamu.

Di ruang kantor hanya Pak Yanu dan Aisyah. Dahi Pak Yanu nampak  berkerut. Beberapa menit kemudian, ia bertanya.

Bu Aisyah, masih punya pacar,”tanya Beliau.

Aisyah mengeja kata “masih” dalam benaknya. Beiau tidak menggunakan kata “belum”. Aisyah menjawab.

“Tidak Pak Yan,”jawab Aisyah

“Benarkah?,”tanya beliau menatap manikmanik mata Aisyah.

Kewibawan Beliau membuat Aisyah sedikit grogi. Selain itu ia khawatir Pak Yanu mengetahui permasalahannya dengan Subkhi. 

“Betul, Pak,”jawabnya agak bergetar

“Begini Bu, ada tetangga yang mencari jodoh anaknya. Lelaki baik. Ia sudah bekerja. Setiap malam mengajar anak-anak mengaji di pondok dekat rumah.”

“Lelaki sebaik itu dicarikan jodoh orang tuanya, Pak,”tanya Aisyah

“Sebenarnya ia telah memiliki pacar. Namun bukan perempuan baik-baik. Artinya gadis yang kurang tepat untuk diajak berkeluarga.”

“Nanti pacarnya gimana Pak?

"Selama ini ketika ia dicarikan jodoh, ya dilabrak. Akhirnya gagal nikah. Maka dicoba, dicarikan calon yang tidak sekampung."

“Gimana kalau perempuan itu menganggu? Nanti ia lari dengan pacarnya Pak, hhh."

Aisyah beralibi. Siapa tahu kejadiannya seperti itu. Biar Pak Yanu berfikir ulang. 

“Kemarin malam kami bertiga diskusi, aku, ia dengan ibunya. Ntar tak carikan istri yang baik. Tapi aku punya permintaan, agar ia memperlakukannya dengan baik.'

Aisyah masih ingin sendiri sebetulnya. Tapi tidak bisa berbuat apa-apa untuk menolak tawaran Pak Yanu.

"Berkenalan dulu. Tidak harus jadian.”

“Besok, ia akan datang ke sini. Meminta tanda tangan berkas BPD. Sekalian kenalan."

Aisyah benar-benar terkejut. Berkenalan di madrasah, banyak siswa dan guru. Pasti akan jadi bahan candaan lagi.

"Kalau di tempat lain gimana Pak?"

“Jangan khawatir, nanti saya atur supaya guru tidak tau jika kalian ingin ketemuan?"

Aisyah benar-benar was-was. Namun terpaksa menyetujui rencana itu. Semoga besok berjalan, tanpa diketahui para guru. Lagian tamu pak Yanu banyak.

Keesokan harinya, ada beberapa tamu Pak Yanu. Beberapa guru cukup umur.

“Bu Aisyah, tolong siapkan air mineral untuk tamu,”permintaan Pak Yanu.

Aisyah heran masak usianya lanjut. Rambutnya sudah campur hitam dan putih.

“Siapa tamunya Bu Aisyah, “tanya Bu Syifa

“Kayaknya bapak-bapak guru, Bu,”jawab Aisyah

Pak Yanu masuk kantor. Menanggil Bu syifa agar masuk ruang kepala sekolah. Sebentar kemudian Bu Syifa masuk kantor lagi, mengambil tasnya. Hendak menuju ruang kepala madrasah.

“Ternyata mereka minta iuran untuk beaya buat KTA, Bu,”jawab Bu Syifa kembali ke ruang kepala membawa uang iuran.

Beliau pengurus PGRI yang meminta iuran beaya pembuatan Kartu Tanda Anggota PGR.Setelah tamu tersebut berlalu. Datanglah seorang pemuda yang mengenakan seragam.

"Bu Syifa, Bu Aisyah tolong siapkan air untuk tamu. Meskipun berkata begitu, Pak Yanu memberi isyarat pada Aisyah. Aisyah membawa dua gelas air mineral.

“Bu Aisyah, tolong bunyikan bel ya! Sudah waktu salat berjamaah

Pemuda yang menyodorkan berkas untuk ditandatangai Pak Yanu, memandang Aisyah. Keduanya saling pandang.

"Iya Pak."

"Bu Aisyah, kenalkan ini Mas Rizal."

Keduanya bersalaman. Aisyah pamit kembali ke kantor. Rizal memandang kepergian Aisyah. 

Semua warga sekolah menuju masjid. Salah jamaah dilaksanakan dengan khusuk. Setelah kultum semua siswa pulang ke rumah masing-masing. Aisyah merasa sedih. Zam zam masih jaga jarak dengannya.

“Bu Aisyah, pemuda yang aku maksud kemarin. Rizaldi namanya,”kata Pak Yanu lirih. Seperti tak ingin suaranya didengar orang lain.

‘Iya Pak.”

"Gimana Bu, cocok?"

Aisyah hanya tersenyum. Belum bisa menjawab.


 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar