Suasana ruang kantor MI Ar Rahmah kembali ramai dengan candaan. Yang
menjadi bahan candaan Pak Mumtaz, pengantin baru. Mungkin yang dilontarkan bapak
ibu guru adalah pengalaman pribadinya. Gurauan tentang kisah lucu pengantin
baru. Pengantin yang kesiangan bangun. Pasangan baru yang menjadi pusat
perhatian, ketika keluar kamar. Pengantin putri yang dipelototi cara berjalannya.
Banyak lagi kisah lucu yang mereka sampaikan. Aisyah senang mendengar
candaannya mereka, ikutan tersenyum. Tawa canda itu rupanya tidak dinikmati
oleh Pak Yanu dan Bu Rahma. Dua pimpinan itu nampaknya hanya tersenyum tipis.
Mungkin terlalu lama kejadian itu, lupa kisah manis menjadi pengantin baru. Atau
ada ganjalan dibenak keduanya, Aisyah hanya melihat sekilas.
“Bu, pernah nggak nonton acara Desta Vincen,
yang bintang tamunya dr. Boyke,”kata pak Restu. Beliau nampak senang melihat
sahabat menikah dan bahagia. Kedua tempat duduknya berdekatan. Sesekali Pak
Restu menepuk bahu temannya itu. Gelak tawa berderai.
“Iya Pak Res, aku nonton, lucu sampai
terpingkal-pingkal,” jawab Bu Syifa. “Jangan diceritakan di sini, ada yang
belum cukup umur.
Seloroh Bu Syifa memandang lekat Aisyah. Aisyah tersenyum saja, tahu arah pembicaraan mereka. Semua orang tahu dr. Boyke. Namun Aisyah tidak pernah nonton tayangan yang dimaksud Pak Restu.
“Haha…tonton aja, mereka di Youtube,”lanjut
Pak Syamsu
“Temanya apa Pak,”tanya Bu Tini
“Seputar hubungan suami istri Bu,”jawab Bu Aina
terkekeh
“Dasar bapak-bapak tontonannya begituan,”jawab
Bu Tini sambil tertawa.
“Itu ilmu berkeluarga, lho Bu Tin,”jawab Pak
Syamsu dan Pak Restu kompak.
Begitulah ... ketika waktu istirahat digunakan para guru
untuk bercanda. Sampai akhirnya bel berdentang, tinggal Aisyah dan Pak Yanu
yang masih berada di kantor.
“Bu Aisyah, bisa nggak bicara masalah pribadi,”tanya
Pak Yanu mempersilahkan Aisyah duduk di kursi tamu.
Di ruang kantor hanya Pak Yanu dan Aisyah. Dahi
Pak Yanu nampak berkerut. Beberapa menit
kemudian, ia bertanya.
Bu Aisyah, masih punya pacar,”tanya Beliau.
Aisyah mengeja kata “masih” dalam benaknya.
Beiau tidak menggunakan kata “belum”. Aisyah menjawab.
“Tidak Pak Yan,”jawab Aisyah
“Benarkah?,”tanya beliau menatap manikmanik mata
Aisyah.
Kewibawan Beliau membuat Aisyah sedikit grogi.
Selain itu ia khawatir Pak Yanu mengetahui permasalahannya dengan Subkhi.
“Betul, Pak,”jawabnya agak bergetar
“Begini Bu, ada tetangga yang mencari jodoh
anaknya. Lelaki baik. Ia sudah bekerja. Setiap malam mengajar anak-anak mengaji
di pondok dekat rumah.”
“Lelaki sebaik itu dicarikan jodoh orang
tuanya, Pak,”tanya Aisyah
“Sebenarnya ia telah memiliki pacar. Namun bukan
perempuan baik-baik. Artinya gadis yang kurang tepat untuk diajak berkeluarga.”
“Nanti pacarnya gimana Pak?
"Selama ini ketika ia dicarikan jodoh, ya
dilabrak. Akhirnya gagal nikah. Maka dicoba, dicarikan calon yang tidak sekampung."
“Gimana kalau perempuan itu menganggu? Nanti ia lari dengan pacarnya Pak, hhh."
Aisyah beralibi. Siapa tahu kejadiannya seperti itu. Biar Pak Yanu berfikir ulang.
“Kemarin malam kami bertiga diskusi, aku, ia
dengan ibunya. Ntar tak carikan istri yang baik. Tapi aku punya permintaan, agar ia memperlakukannya dengan baik.'
Aisyah masih ingin sendiri sebetulnya. Tapi
tidak bisa berbuat apa-apa untuk menolak tawaran Pak Yanu.
"Berkenalan dulu. Tidak harus jadian.”
“Besok, ia akan datang ke sini. Meminta tanda tangan berkas BPD. Sekalian kenalan."
Aisyah benar-benar terkejut. Berkenalan di
madrasah, banyak siswa dan guru. Pasti akan jadi bahan candaan lagi.
"Kalau di tempat lain gimana Pak?"
“Jangan khawatir, nanti saya atur supaya guru
tidak tau jika kalian ingin ketemuan?"
Aisyah benar-benar was-was. Namun terpaksa menyetujui rencana itu. Semoga besok berjalan, tanpa diketahui para guru. Lagian tamu pak Yanu banyak.
Keesokan harinya, ada beberapa tamu Pak Yanu.
Beberapa guru cukup umur.
“Bu Aisyah, tolong siapkan air mineral untuk
tamu,”permintaan Pak Yanu.
Aisyah heran masak usianya lanjut. Rambutnya sudah
campur hitam dan putih.
“Siapa tamunya Bu Aisyah, “tanya Bu Syifa
“Kayaknya bapak-bapak guru, Bu,”jawab Aisyah
Pak Yanu masuk kantor. Menanggil Bu syifa agar
masuk ruang kepala sekolah. Sebentar kemudian Bu Syifa masuk kantor lagi, mengambil tasnya. Hendak menuju ruang kepala madrasah.
“Ternyata mereka minta iuran untuk beaya buat
KTA, Bu,”jawab Bu Syifa kembali ke ruang kepala membawa uang iuran.
Beliau pengurus PGRI yang meminta iuran beaya pembuatan Kartu Tanda Anggota PGR.Setelah tamu tersebut berlalu. Datanglah seorang pemuda yang mengenakan seragam.
"Bu Syifa, Bu Aisyah tolong siapkan air untuk
tamu. Meskipun berkata begitu, Pak Yanu memberi isyarat pada Aisyah. Aisyah
membawa dua gelas air mineral.
“Bu Aisyah, tolong bunyikan bel ya! Sudah waktu salat berjamaah
Pemuda yang menyodorkan berkas untuk
ditandatangai Pak Yanu, memandang Aisyah. Keduanya saling pandang.
"Iya Pak."
"Bu Aisyah, kenalkan ini Mas Rizal."
Keduanya bersalaman. Aisyah pamit kembali ke kantor. Rizal memandang kepergian Aisyah.
Semua warga sekolah menuju masjid. Salah jamaah
dilaksanakan dengan khusuk. Setelah kultum semua siswa pulang ke rumah
masing-masing. Aisyah merasa sedih. Zam zam masih jaga jarak dengannya.
“Bu Aisyah, pemuda yang aku maksud kemarin.
Rizaldi namanya,”kata Pak Yanu lirih. Seperti tak ingin suaranya didengar orang lain.
‘Iya Pak.”
"Gimana Bu, cocok?"
Aisyah hanya tersenyum. Belum bisa menjawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar