Hari
ini, Aisyah berangkat mengajar pagi
sekali. Mengayuh sepeda mini biru yang mulai berkarat. Ia menyandarkan
sepedanya di tempat sepeda madrasah. Roudhlotul Athfal (RA) tempat ia mengajar
tidak memiliki tempat sepeda. Ketika hendak berlalu dari tempat sepeda itu,
dilihatnya seseorang sedang menatapnya. Aisyah nampak gugup dan membuang muka. Bersegera
menuju ke Roudhlotul Athfal (RA). Anak-anak yang lucu dan manis menyambutnya
dengan hangat. Setelah meletakkan tas bututnya, Aisyah bermain dengan anak-anak.
Ada yang bersembunyi dalam jilbabnya, ada pula yang gelayut manja. Airin duduk
di teras masjid madrasah dengan memainkan ujung jilbabnya. Bocah lucu yang
mahal senyum. Aisyah mendekatinya, duduk di samping Airin.
“Assalamu’alaikum,
Arin,” sapa Aisyah.
Di
sudut mata bocah itu menggenang air mata yang hampir jatuh. Airin menoleh dan
memeluk gurunya. Aisyah membalas pelukannya, penuh haru.
“Waalaikum salam. Arin,
sakit Bu. Mau pulang,”katanya.
“
Baiklah, aku ambil sepeda dulu,”jawab Aisyah.
Ia
mengambil tas Airin dan bergegas mengambil sepedanya. Aisyah mengantar Airin ke
rumah orang tuanya. Ibunya menyambut dengan baik dan mengucapkan terimakasih.
Terdengar
bunyi lonceng berdentang tiga kali, siswa MI masuk kelas begitupun siswa RA.
Aisyah membimbing siswa mengawali pembelajaran dengan pembiasaan baik. Mengangkat
kedua tangan dan berdoa. Seperti biasanya kelas mungil itu bergema bacaan
Alquran dan doa-doa sehari-hari. Sebagian dari mereka duduk manis, beberapa siswa
mulai aktif berpindah dari satu bangku
ke bangku lainnya. Aisyah dengan sabar mengelus kepala meraka. Membimbingnya
agar duduk di tempat semula.
Waktu
jam istirahat tiba. Seorang ibu guru memanggil Aisyah untuk menghadap kepala
madrasah. Aisyah menyanggupinya setelah anak-anak RA pulang. Karena Ibu Kepala
RA sedang rapat KKG RA/BA. Jika ditinggal khawatir terjadi sesuatu pada mereka. Mereka
anak-anak yang sangat aktif sehingga perlu pendampingan ketika bermain di
ruangan terbuka.
Setelah
siswa puas bermain-main, Aisyah membimbing siswa masuk. Pembelajaran berikutnya
permainan memasangkan kata dengan gambar. Aisyah menyiapkan peraga yang terbuat
dari kertas yang berisi gambar tumbuhan dan hewan. Juga beberapa kata yang
berhubungan dengan gambar tersebut. Aisyah memiliki kesimpulan, anak-anak yang dibimbing belajar dengan
pendekatan guru sebagai ibu, menjadikan mereka aktif dan berani mengambil peran
dalam pembelajaran. Mereka berebut untuk memasangkan gambar. Berbeda dengan
siswa MI kelas 4, 5 dan 6. Terkadang mereka harus ditunjuk untuk presentasi ke
depan. Pembelajaran berakhir pukul 10.30 WIB. Rasanya belum lelah bermain
dengan mereka, lucu dan menggemaskan. Segera berdoa akhir majelis dengan
mengangkat tangan dan menundukkan kepala. Dengan serempak mereka menjawab salam
dari guru, dan dengan tertib mengantri untuk berjabat tangan dengan Aisyah.
Aisyah
segera merapikan peraga pada tempatnya. Menyapu ruang kelas dan merapikan
bangku. Setelah itu mengambil tas dan mengunci pintu ruang kelas RA. Ia harus
menghadap kepala madrasah. Entahlah mengapa Aisyah enggan menuju kantor MI.
Gadis tinggi semampai itu berjalan dengan malas menuju kantor MI. Ia
menyandarkan sepedanya yang pagi tadi digunakan untuk mengantar Airin. Setelah
mengucapkan salam ia dipersilahkan masuk oleh kepala madrasah. Aisyah salim pada beberapa guru, yang siang itu
sedang free class.
“Bu
Aisyah, ada beberapa informasi yang ingin saya sampaikan kepada panjengan,” kepala madrasah mengawali
pembicaraan.
“Oh,
inggih Pak, siap mendengarkan,”Aisyah
menjawab ramah.
Aisyah
yang duduk di kursi kantor dengan membelakangi pintu masuk. Melihat beberapa
guru yang berada di ruangan itu tersenyum simpul. Aisyah merasa aneh, namun
tetap konsentrasi mendengarkan pembicaraan kepala madrasah.
“Begini
Bu, Pak Sujai mulai minggu depan ijin berobat ke Solo. Kemungkinan sampai 1
bulan,”lanjut kepala madrasah. “Untuk itu saya dan teman-teman MI meminta Bu
Aisyah untuk menggantikan Pak Sujai. Nanti jamnya diatur setelah pembelajaran
BA selesai.”
Sambil
memperhatikan pembicaraan kepala madrasah, Aisyah sempat mengerlingkan wajahnya
ke beberapa guru yang sedari tadi senyum-senyum melihat pintu masuk kantor.
Penasaran Aisyah melihat ke pintu kantor. Oh, ternyata di dekat pintu kantor
bersandar seseorang sambil memegang buku pelajaran. Segera kepala madrasah
memanggil guru yang kelihatan sungkan masuk ruang kantor.
“
Pak Mumtaz, masuk mawon monggo,’’perintah kepala madrasah. “Mumpung ada Bu Aisyah.”
Mendengar
perkataan kepala madrasah para guru yang ada di ruangan itu tertawa. Wajah
Aisyah nampak merah padam. Pak guru yang disebut kepala madrasah masuk dan
segera duduk pada kursi guru.
“Bagaimana
Bu Aisyah, harapan kami panjenengan menerimanya dan mulai minggu depan sudah
menggantikan Pak Sujai,” tutur kepala madrasah penuh harap.
“Akan
saya pikirkan dulu, Pak Yanu,”jawaban Aisyah menatap kepala madrasah.
“Bu
Aisy, mau shalat istiharah dulu Pak Yan, heheh. Sekalian ditujukan pula doanya
pada Pak Mumtaz,” seloroh Pak Fikri guru Bahasa Arab.
Semua
yang ada di ruangan tersebut tertawa riuh menggoda Aisyah. Aisyah yang menjadi topik
candaan hanya tertunduk.
“Baiklah
Bu Aisyah, kami menunggu jawaban panjenengan,” kata kepala madrasah.
Kemudian
Aisyah mohon diri, ia hanya tertunduk sambil mengucapkan salam kepada bapak
ibu guru MI. Di sepanjang jalan Aisyah merasakan kebimbingan. Ia basic pendidikan
memang guru SD/MI. Namun jika bersedia mengajar di MI, pasti akan
dijodoh-jodohkan dengan Pak Mumtaz. Baik oleh guru maupun siswa MI. Uh,
bagaikan simalakama. Ia belum menemukan jawabannya. Ah, entahlah!
Bersambung
Tidak sabar menunggu kelanjutannya Ibu 😍
BalasHapusTerimakasih Mbak Eka Zahra
BalasHapusluar biasa, cara panjenengan menuturkan kisah sudah runtut dan menggunakan bahasa yang sederhana, mudah dipahami oleh pembaca, semangat terus Bunda, semoga karya panjenengan dapat menginspirasi para pembaca ..
BalasHapusTerimakasih Bapak telah berkenan mengunjungi tulisan saya
BalasHapus