Sabtu, 11 September 2021

Bagai Simalakama

 


Hari ini, Aisyah berangkat mengajar  pagi sekali. Mengayuh sepeda mini biru yang mulai berkarat. Ia menyandarkan sepedanya di tempat sepeda madrasah. Roudhlotul Athfal (RA) tempat ia mengajar tidak memiliki tempat sepeda. Ketika hendak berlalu dari tempat sepeda itu, dilihatnya seseorang sedang menatapnya. Aisyah nampak gugup dan membuang muka. Bersegera menuju ke Roudhlotul Athfal (RA). Anak-anak yang lucu dan manis menyambutnya dengan hangat. Setelah meletakkan tas bututnya, Aisyah bermain dengan anak-anak. Ada yang bersembunyi dalam jilbabnya, ada pula yang gelayut manja. Airin duduk di teras masjid madrasah dengan memainkan ujung jilbabnya. Bocah lucu yang mahal senyum. Aisyah mendekatinya, duduk di samping Airin.

“Assalamu’alaikum, Arin,” sapa Aisyah.

Di sudut mata bocah itu menggenang air mata yang hampir jatuh. Airin menoleh dan memeluk gurunya. Aisyah membalas pelukannya, penuh haru.

“Waalaikum salam. Arin, sakit Bu. Mau pulang,”katanya.

“ Baiklah, aku ambil sepeda dulu,”jawab Aisyah.

Ia mengambil tas Airin dan bergegas mengambil sepedanya. Aisyah mengantar Airin ke rumah orang tuanya. Ibunya menyambut dengan baik dan mengucapkan terimakasih.

Terdengar bunyi lonceng berdentang tiga kali, siswa MI masuk kelas begitupun siswa RA. Aisyah membimbing siswa mengawali pembelajaran dengan pembiasaan baik. Mengangkat kedua tangan dan berdoa. Seperti biasanya kelas mungil itu bergema bacaan Alquran dan doa-doa sehari-hari. Sebagian dari mereka duduk manis, beberapa siswa mulai aktif  berpindah dari satu bangku ke bangku lainnya. Aisyah dengan sabar mengelus kepala meraka. Membimbingnya agar duduk di tempat semula.

Waktu jam istirahat tiba. Seorang ibu guru memanggil Aisyah untuk menghadap kepala madrasah. Aisyah menyanggupinya setelah anak-anak RA pulang. Karena Ibu Kepala RA sedang rapat KKG RA/BA. Jika ditinggal khawatir terjadi sesuatu pada mereka. Mereka anak-anak yang sangat aktif sehingga perlu pendampingan ketika bermain di ruangan terbuka.

Setelah siswa puas bermain-main, Aisyah membimbing siswa masuk. Pembelajaran berikutnya permainan memasangkan kata dengan gambar. Aisyah menyiapkan peraga yang terbuat dari kertas yang berisi gambar tumbuhan dan hewan. Juga beberapa kata yang berhubungan dengan gambar tersebut. Aisyah memiliki kesimpulan, anak-anak yang dibimbing belajar dengan pendekatan guru sebagai ibu, menjadikan mereka aktif dan berani mengambil peran dalam pembelajaran. Mereka berebut untuk memasangkan gambar. Berbeda dengan siswa MI kelas 4, 5 dan 6. Terkadang mereka harus ditunjuk untuk presentasi ke depan. Pembelajaran berakhir pukul 10.30 WIB. Rasanya belum lelah bermain dengan mereka, lucu dan menggemaskan. Segera berdoa akhir majelis dengan mengangkat tangan dan menundukkan kepala. Dengan serempak mereka menjawab salam dari guru, dan dengan tertib mengantri untuk berjabat tangan dengan Aisyah.

Aisyah segera merapikan peraga pada tempatnya. Menyapu ruang kelas dan merapikan bangku. Setelah itu mengambil tas dan mengunci pintu ruang kelas RA. Ia harus menghadap kepala madrasah. Entahlah mengapa Aisyah enggan menuju kantor MI. Gadis tinggi semampai itu berjalan dengan malas menuju kantor MI. Ia menyandarkan sepedanya yang pagi tadi digunakan untuk mengantar Airin. Setelah mengucapkan salam ia dipersilahkan masuk oleh kepala madrasah. Aisyah salim pada beberapa guru, yang siang itu sedang free class.

“Bu Aisyah, ada beberapa informasi yang ingin saya sampaikan kepada panjengan,” kepala madrasah mengawali pembicaraan.

“Oh, inggih Pak, siap mendengarkan,”Aisyah menjawab ramah.

Aisyah yang duduk di kursi kantor dengan membelakangi pintu masuk. Melihat beberapa guru yang berada di ruangan itu tersenyum simpul. Aisyah merasa aneh, namun tetap konsentrasi mendengarkan pembicaraan kepala madrasah.

“Begini Bu, Pak Sujai mulai minggu depan ijin berobat ke Solo. Kemungkinan sampai 1 bulan,”lanjut kepala madrasah. “Untuk itu saya dan teman-teman MI meminta Bu Aisyah untuk menggantikan Pak Sujai. Nanti jamnya diatur setelah pembelajaran BA selesai.”

Sambil memperhatikan pembicaraan kepala madrasah, Aisyah sempat mengerlingkan wajahnya ke beberapa guru yang sedari tadi senyum-senyum melihat pintu masuk kantor. Penasaran Aisyah melihat ke pintu kantor. Oh, ternyata di dekat pintu kantor bersandar seseorang sambil memegang buku pelajaran. Segera kepala madrasah memanggil guru yang kelihatan sungkan masuk ruang kantor.

“ Pak Mumtaz, masuk mawon monggo,’’perintah kepala madrasah. “Mumpung ada Bu Aisyah.”

Mendengar perkataan kepala madrasah para guru yang ada di ruangan itu tertawa. Wajah Aisyah nampak merah padam. Pak guru yang disebut kepala madrasah masuk dan segera duduk pada kursi guru.

“Bagaimana Bu Aisyah, harapan kami panjenengan menerimanya dan mulai minggu depan sudah menggantikan Pak Sujai,” tutur kepala madrasah penuh harap.

“Akan saya pikirkan dulu, Pak Yanu,”jawaban Aisyah menatap kepala madrasah.

“Bu Aisy, mau shalat istiharah dulu Pak Yan, heheh. Sekalian ditujukan pula doanya pada Pak Mumtaz,” seloroh Pak Fikri guru Bahasa Arab.

Semua yang ada di ruangan tersebut tertawa riuh menggoda Aisyah. Aisyah yang menjadi topik candaan hanya tertunduk.

“Baiklah Bu Aisyah, kami menunggu jawaban panjenengan,” kata kepala madrasah.

Kemudian Aisyah mohon diri, ia hanya tertunduk sambil mengucapkan salam kepada bapak ibu guru MI. Di sepanjang jalan Aisyah merasakan kebimbingan. Ia basic pendidikan memang guru SD/MI. Namun jika bersedia mengajar di MI, pasti akan dijodoh-jodohkan dengan Pak Mumtaz. Baik oleh guru maupun siswa MI. Uh, bagaikan simalakama. Ia belum menemukan jawabannya. Ah, entahlah!

Bersambung

 

4 komentar:

  1. Tidak sabar menunggu kelanjutannya Ibu 😍

    BalasHapus
  2. luar biasa, cara panjenengan menuturkan kisah sudah runtut dan menggunakan bahasa yang sederhana, mudah dipahami oleh pembaca, semangat terus Bunda, semoga karya panjenengan dapat menginspirasi para pembaca ..

    BalasHapus
  3. Terimakasih Bapak telah berkenan mengunjungi tulisan saya

    BalasHapus