Dalam lubuk hati Aisyah
terdalam, kagum dengan kemampuan Zam Zam memahami Alquran dan Hadis. Anak ini
memiliki banyak bakat terpendam. Meskipun seringkali membuat Aisyah jengkel
karena ulah usilnya. Maka Aisyah harus mengingatkan sikap Zam Zam ini.
“Zam, kamu harus ingat
firman Allah dalam surat Al Hujurat ayat 12, lho,”pancing Aisyah.
“Oh, aku tahu dalil itu.
Tentang prasangka buruk, kan?,”tanya Zam Zam menanyakan kebenaran ingatanya.
“Tadi yang aku lihat fakta. Pak Mum dari ruang kelas 4. Sampai mundur-mundur.
Eh, malah Mbak ngasih sesuatu. Coba apa hayo! Enak aja aku dibilang curiga.”
“Zam, sekali lagi Mbak
bacakan makna surat Al Hujurat ayat 12, ya,”pangkas Aisyah. Ntar kamu cermati,
dan camkan dalam hatimu. “Hai orang-orang
yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka/kecurigaan, karena sebagian dari
prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah
menngunjing satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang memakan daging
saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.Dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Peneima taubat lagi maha
Penyayang.”
“Nggak ada tuh, sikapku
yang seperti itu?,”kilah Zam Zam.
“Masak?,”kata Aisyah
menunju keningnya. “ Pertama kamu telah berprsangka buruk, kedua mencari cari
kesalahan orang lain, dan ketiga menggunjing. Itu sama halnya memakan daging
saudarany sendiri.”
Zam Zam bergidik, jijik.
Kemudian ia meminta Aisyah menjelaskan kejadian di ruang kelas 4.
“Tadi kunci Pak Jai
tertinggal Zam. Diambil Pak Mumtaz,
untuk dikasihkan ke istrinya. Kan kosan Pak Mum searah dengan rumah Pak Jai.”
“Oh, gitu ya. Maaf
Mbak.”
Ia menyodorkan
kelingkingnya.
“Mbak, ayo!,”Zam Zam
merajuk. Karena Aisyah belum mendekatkan jari kelingkingnya.
“Oke,”sahut Aisyah.
Keduanya tertawa.
Sampailah keduanya di
rumah Zam Zam. Ibunya telah menunggu di teras rumah.
“Aisyah masuk, “sapa Bu
Ayu, Ibu Zam Zam. “Ini ada mukena, baju batik dan jilbab. Bisa kamu pakai
ketika jamaah zuhur di MI.”
Wajah Aisyah berbinar.
Tidak menyangka Bu Ayu memberikan barang sebagus itu.
“Sekalian aku
mengucapkan terimakasih, kamu telah membantu Zam Zam, “kata Bu Ayu
“Bu Ayu terimakasih, njih,” kata Aisyah dengan haru.
“Yuk, makan siang di
rumah,”ajak Bu Ayu.
“Maaf Bu, aku makan di
rumah aja. Terimakasih segala ya Bu.”
Aisyah menolak halus.
Setelah itu ia berpamitan. Bahagianya Aisyah hari itu.
Belum sampai masuk ke
dalam rumah. Terdengar dari hand phonenya ada sms masuk.
Ting
[ Assalamualaikum. Aisyah, Pak Jai
kondisinya kritis. Masuk ruang UGD]
Aisyah menjawab WA Bu Rahma
[ Waalaikumsalam. Turut prihatin,
kami sekeluarga berdoa untuk kesembuhannya]
Bu
Rahma menjawab
[ Aamiin. Aku bezoek di RSU Iskak]
Aisyah menjawab
[ Iya Bu, salam untuk Bu Jai dan
keluarganya]
Bu
Rahma menjawab
[ Iya, nanti tak sampaikan]
Aisyah menjawab
[ Terimakasih Bu]
Bu
Rahma mengirim emoticon “love”. Aisyah tersenyum. Bu Rahma menganggap Aisyah
seperti putrinya sendiri.
“Aisyah,
belum ganti baju kok sudah Hp yang dipegang,”gerutu Emaknya.
“Pesan
dari Bu Rahma, Mak. Nggak sopan kalau tidak dijawab,”jelas Aisyah
“Seharian
ketemu kok masih WA-nan, to Sah.”
“Itu
lho, Mak. Berbagi kabar Pak Jai kondisinya kritis.”
“Semoga
lekas sembuh. Kasihan yo, Sah. Putra-putrinya belum ada yang mentas (dinikahkan)”
“Itulah,
Mak. Yang jadi pemikiran para guru.”
“Doakan
yo, Sah. Semoga Mak dan Pake sehat selalu.”
Aisyah
memeluk maknya erat. Kejadian yang menimpa Pak Jai, menyiratkan kesedihan yang
mendalam. Jika terjadi pada keluarganya, beaya dari mana? Gumam Aisyah menunduk
lesu. Ia segera mengambil air wudu. Karena kondisi darurat, tadi tidak
dilaksanakan jamaah salat zuhur. Para siswa dan guru melaksanakannya di rumah
masing-masing.
Aisyah
‘tidur ayam’, tubuhnya rebah, mata terpejam namun tidak bisa terlelap. Ia masih
terngiang cerita Ikmal, ketika Pak Jai jatuh terbentur gawang pintu. Membayangkan kaki palsunya lepas dan tidak mampu
bangkit lagi.
Aisyah
mendengar panggilan masuk, ia segera mengangkatnya. Panggilan dari Bu Rahma.
Aisyah terperanjat. Pak Jai dipanggil oleh Allah sore itu juga.
“Pak
Jai, semoga husnul khatimah.”
Gumamnya.
Allah sangat mencintai Pak Jai. Ia dipanggil Allah ketika sedang membagikan
ilmunya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar