Jumat, 17 September 2021

CERIS- Kelas 4. PART 8. Allah Lebih Mencintai-Nya

 

 

Dalam lubuk hati Aisyah terdalam, kagum dengan kemampuan Zam Zam memahami Alquran dan Hadis. Anak ini memiliki banyak bakat terpendam. Meskipun seringkali membuat Aisyah jengkel karena ulah usilnya. Maka Aisyah harus mengingatkan sikap Zam Zam ini.

“Zam, kamu harus ingat firman Allah dalam surat Al Hujurat ayat 12, lho,”pancing Aisyah.

“Oh, aku tahu dalil itu. Tentang prasangka buruk, kan?,”tanya Zam Zam menanyakan kebenaran ingatanya. “Tadi yang aku lihat fakta. Pak Mum dari ruang kelas 4. Sampai mundur-mundur. Eh, malah Mbak ngasih sesuatu. Coba apa hayo! Enak aja aku dibilang curiga.”

“Zam, sekali lagi Mbak bacakan makna surat Al Hujurat ayat 12, ya,”pangkas Aisyah. Ntar kamu cermati, dan camkan dalam hatimu. “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka/kecurigaan, karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menngunjing satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Peneima taubat lagi maha Penyayang.”

“Nggak ada tuh, sikapku yang seperti itu?,”kilah Zam Zam.

“Masak?,”kata Aisyah menunju keningnya. “ Pertama kamu telah berprsangka buruk, kedua mencari cari kesalahan orang lain, dan ketiga menggunjing. Itu sama halnya memakan daging saudarany sendiri.”

Zam Zam bergidik, jijik. Kemudian ia meminta Aisyah menjelaskan kejadian di ruang kelas 4.

“Tadi kunci Pak Jai tertinggal  Zam. Diambil Pak Mumtaz, untuk dikasihkan ke istrinya. Kan kosan Pak Mum searah dengan rumah Pak Jai.”

“Oh, gitu ya. Maaf Mbak.”

Ia menyodorkan kelingkingnya.

“Mbak, ayo!,”Zam Zam merajuk. Karena Aisyah belum mendekatkan jari kelingkingnya.

“Oke,”sahut Aisyah. Keduanya tertawa.

Sampailah keduanya di rumah Zam Zam. Ibunya telah menunggu di teras rumah.

“Aisyah masuk, “sapa Bu Ayu, Ibu Zam Zam. “Ini ada mukena, baju batik dan jilbab. Bisa kamu pakai ketika jamaah zuhur di MI.”

Wajah Aisyah berbinar. Tidak menyangka Bu Ayu memberikan barang sebagus itu.

“Sekalian aku mengucapkan terimakasih, kamu telah membantu Zam Zam, “kata Bu Ayu

“Bu Ayu terimakasih, njih,” kata Aisyah dengan haru.

“Yuk, makan siang di rumah,”ajak Bu Ayu.

“Maaf Bu, aku makan di rumah aja. Terimakasih segala ya Bu.” 

Aisyah menolak halus. Setelah itu ia berpamitan. Bahagianya Aisyah hari itu.

Belum sampai masuk ke dalam rumah. Terdengar dari hand phonenya ada sms masuk.

Ting

          [ Assalamualaikum. Aisyah, Pak Jai kondisinya kritis. Masuk ruang UGD]

         Aisyah menjawab WA Bu Rahma

          [ Waalaikumsalam. Turut prihatin, kami sekeluarga berdoa untuk kesembuhannya]

Bu Rahma menjawab

          [ Aamiin. Aku bezoek di RSU Iskak]

          Aisyah menjawab

          [ Iya Bu, salam untuk Bu Jai dan keluarganya]

Bu Rahma menjawab

          [ Iya, nanti tak sampaikan]

          Aisyah menjawab

          [ Terimakasih Bu]

Bu Rahma mengirim emoticon “love”. Aisyah tersenyum. Bu Rahma menganggap Aisyah seperti putrinya sendiri.

“Aisyah, belum ganti baju kok sudah Hp yang dipegang,”gerutu Emaknya.

“Pesan dari Bu Rahma, Mak. Nggak sopan kalau tidak dijawab,”jelas Aisyah

“Seharian ketemu kok masih WA-nan, to Sah.”

“Itu lho, Mak. Berbagi kabar Pak Jai kondisinya kritis.”

“Semoga lekas sembuh. Kasihan yo, Sah. Putra-putrinya belum ada yang mentas (dinikahkan)”

“Itulah, Mak. Yang jadi pemikiran para guru.”

“Doakan yo, Sah. Semoga Mak dan Pake sehat selalu.”

Aisyah memeluk maknya erat. Kejadian yang menimpa Pak Jai, menyiratkan kesedihan yang mendalam. Jika terjadi pada keluarganya, beaya dari mana? Gumam Aisyah menunduk lesu. Ia segera mengambil air wudu. Karena kondisi darurat, tadi tidak dilaksanakan jamaah salat zuhur. Para siswa dan guru melaksanakannya di rumah masing-masing.

Aisyah ‘tidur ayam’, tubuhnya rebah, mata terpejam namun tidak bisa terlelap. Ia masih terngiang cerita Ikmal, ketika Pak Jai jatuh terbentur gawang pintu. Membayangkan kaki palsunya lepas dan tidak mampu bangkit lagi.

Aisyah mendengar panggilan masuk, ia segera mengangkatnya. Panggilan dari Bu Rahma. Aisyah terperanjat. Pak Jai dipanggil oleh Allah sore itu juga.

“Pak Jai, semoga husnul khatimah.”

Gumamnya. Allah sangat mencintai Pak Jai. Ia dipanggil Allah ketika sedang membagikan ilmunya

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar