Rabu, 22 September 2021

11. Parunya Terinfeksi Bakteri

 



Sudah tiga hari Pak Mumtaz tidak masuk sekolah. Aisyah tidak memiliki keberanian untuk bertanya. Dari pada nanti ia jadi bulan-bulanan para guru. Ia hanya menunggu sampai ada berita tentang Pak Mumtaz. Kenapa ia tidak datang mengajar beberapa hari ini. Maka ketika jam istirahat Aisyah bergegas masuk kantor. Ternyata para guru sudah membicarakan hal itu. Pak Mumtaz tidak masuk karena opname. Menderita gejala radang paru. Beliau mengalami demam, sesak napas, lemas, mual dan muntah. Muntahnya ini yang menyebabkan lemas, karena tidak ada asupan gizi yang masuk.

“Kondisinya gimana Pak, sekarang?,”tanya Pak Syamsu.

“Dadanya terasa sesak, namun mual dan muntahnya sudah mereda,”kata Pak Yanu

“Apa karena merokok, ya?”,tanya Bu Aina.

“Ndak lah Bu,”kata Bu Syifa. Pak Mumtaz kan nggak merokok.”

“Menurut Ibuke anak-anak, pneumonia itu sejenis radang paru. Penyebab utama,  paru-parunya terinfeksi bakteri,”kata Pak Yanu. Memang istri Pak Yanu seorang perawat, makanya paham banget.

“Kita bezoek, kan Pak?”, Tanya Bu Aina.

“Monggo baiknya bagaimana?,” tutur Pak Yanu. Beliau mengajak bermusyawarah.

“Karena sudah tiga hari, sebaiknya ke sana,”usul Bu Aina.

“Setuju sekali,”tambah Pak Restu. Beliau teman akrab Pak Mumtaz.

“Berarti kita ke sana hari Minggu atau setelah pembelajaran selesai?,”tanya Pak Syamsu.

“Sebaiknya hari Minggu, kasihan Bu Syifa putranya masih kecil,”jawab Pak Yanu

“Semuanya atau perwakilan, Pak Yan,”tanya Bu Syifa

“Sebaiknya semuanya, sambil rekreasi,”kata Pak Yanu. “Tapi kalau memang ada halangan boleh kok tidak ikut bezoek.”

“Yang tidak boleh izin Bu Aisyah,”tutur Bu Aina.

Aisyah tersipu, Pak Syamsu dan Pak Restu tergelak.

“Pak Restu, panjenengan kan sahabat dekat Pak Mum,”kata Pak Syamsu. “Pak Mumtaz sudah ada niat nembak Bu Aisyah atau belum?”

“Nggak pernah ngomong yang pribadi, Pak Syam,”jawab Pak Restu.

“Mungkin Pak Restu bersedia menjadi ‘talang’ bagi keduanya,”tambah Pak Syamsu.

“Memang air hujan butuh talang, hhhh,”Pak Yanu menimpali candaan mereka

Candaan mereka terhenti, ketika bel dipukul Bu Syifa. Bu Syifa sangat disiplin waktu.

Aisyah masuk kelas 4, siang itu anak-anak akan mendemonstrasikan manfaat gaya dalam kehidupan sehari-hari, misalnya gaya otot, gaya listrik, gaya magnet, gaya gravitasi, dan gaya gesekan. Aisyah meminta anak-anak memberi contoh kegiatan sehari-hari yang menggunakan gaya otot, gaya listrik, gaya magnet, gaya gravitasi, dan gaya gesekan. Setelah itu mereka akan mempraktikan gaya tersebut dalam kelompoknya masing-masing. Tidak lupa menyusun laporan hasil praktikumnya dan dipresentasikan di depan kelas.

Presentasi untuk kelas 4 MI sangat sederhana. Membaca hasil laporan praktikum berdasarkan Lembar Kerja Peserta didik (LKPD). Siswa yang cerdas akan mempersilahkan kelompok lain untuk bertanya atau penanggapi hasil kerjanya. Siswa yang belum mumpuni akan dibantu Aisyah untuk mempersilahkan kelompok lain menanggapi.Tujuan utama ketrampilan berbicara ini dilatihkan akan siswanya terampil  mengemukakan gagasan, melatih ketrampilan bertanya, menanggapi dan menjawab pertanyaan dengan tepat dan santun.

***

Minggu pagi pukul 07.30 semua guru telah berkumpul di MI Ar Rahmah. Mereka tinggal menunggu mobil kepala madrasah. Beberapa menit kemudian kepala madrasah datang. Berangkatlah mereka menuju kota tahu.

“Pak Yan, kita nanti beli oleh-oleh di mana?,”tanya Bu Aina.

“ Pasar Ngemplak Tulungagung, Bu. Bisa mengemas rapi,”sahut Bu Syifa

“Baiklah, Bu Syif,”Bu Aina menyetujuinya.

Mobil melaju menuju Tulungagung. Setelah membeli buah di pasar Ngemplak mereka meneruskan perjalanan ke Kediri. Rumah sakit yang megah. Aisyah menatapkan gedung rumah sakit bertingkat. Dulu tidak semegah ini. Guru dirawat di sini menggunakan Askes atau BPJS? Ah, kok jadi kepo. Gelaknya dalam hati 

“Jangan heran Bu Aisyah, ini Rumah Sakit Gambiran yang baru. Kalau nggak salah, pindah ke jalan Tendean ini baru dua tahunan,”papar Pak Restu.

Mereka menuju ruang Paviliun VIP Kertajaya. Tempat Pak Mumtaz dirawat.

“Assalamualaikum,” Pak Yanu

“Waalaikum salam," jawab seorang Ibu paruh baya dari ruang rawat. Pak Mumtaz ikut menjawab, namun tidak terdengar, hanya gerakan bibirnya saja. Kondisi Pak Mumtaz tergolek lemah. Pada sebuah bed berwarna putih, selimut berwarna putih pula.

.

“Kami teman-teman Pak Mum' Bu,”Pak Yanu memulai pembicaraan

“Oh, Iya Pak. Terimakasih telah berkunjung. Jauh-jauh dari Trenggalek,”jawab Ibu tersebut. “Saya Ibunya Mumtaz.”

Seorang perempuan kota yang cantik dan anggun. Kemungkinan Beliau berusia 50 tahunan. Masih jelas garis-garis kecantikannya. Pak Yanu duduk di pinggir bed, di samping Pak Mumtaz. Yang lainnya duduk di tikar yang digelar dekat bednya Pak Mumtaz.

“Sebenarnya masih gejala radang paru, Pak,”kata Pak Mumtaz

“Tapi anak ini sulit makan, sejak kecil. Gampang lupa makan,”kata Ibunya. “Dari kecil memang sudah ada gejala sesak.”

“Segera dicarikan pendaping Bu, biar ada yang mengingatkam,”seloroh Pak Restu.

“Sebetulnya sudah saya ingatkan, usia sudah hampir 28 tahun, lho,” sang ibu menanggapi pembicaraan Pak Restu. “Adiknya malah sudah tunangan.”

“Bu, monggo disegerakan, atau dinikah bersamaan, hhh,”usul Pak Yanu

Ibunya Pak Mumtaz tersenyum. Aisyah mulai menyadari, jika selama ini Pak Mumtaz berkepribadian introvert mungkin karena penyakitnya ini. Pendiam, gampang gugup dan salah tingkah.

“Namun hanya sesekali kambuh,”kata Ibunya. “Jika daya tahan tubuhnya menurun.”

“Semoga  cepat sembuh, Pak Mum,”kata Bu Syifa. “Bu, kakak ipar saya juga seperti Pak Mum. Setelah menikah sembuh, Bu.”

“Bisa jadi karena ada yang merawat, Bu. Ada yang menyiapkan makan sehat secara rutin,”kata Bu Aina

“Benar Bu, itu,”jawab sang ibu. “Sebenarnya sudah diingatkan agar pindah ngekos di Durenan. Kalau tetap di Pogalan kejauhan. Bisa lelah. Penyakitnya kambuh.”

Pembicaraan hangat berlangsung lama, penuh kekeluargaan. Para guru segera pamit pulang. Waktunya Pak Mumtaz untuk istirahat siang.

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar