Sudah tiga hari Pak Mumtaz tidak masuk sekolah.
Aisyah tidak memiliki keberanian untuk bertanya. Dari pada nanti ia jadi
bulan-bulanan para guru. Ia hanya menunggu sampai ada berita tentang Pak Mumtaz. Kenapa ia tidak datang mengajar beberapa hari ini. Maka ketika jam istirahat Aisyah bergegas masuk kantor. Ternyata para
guru sudah membicarakan hal itu. Pak Mumtaz tidak masuk karena opname.
Menderita gejala radang paru. Beliau mengalami demam, sesak napas, lemas, mual
dan muntah. Muntahnya ini yang menyebabkan lemas, karena tidak ada asupan gizi
yang masuk.
“Kondisinya gimana Pak, sekarang?,”tanya Pak
Syamsu.
“Dadanya terasa sesak, namun mual dan muntahnya
sudah mereda,”kata Pak Yanu
“Apa karena merokok, ya?”,tanya Bu Aina.
“Ndak lah Bu,”kata Bu Syifa. Pak Mumtaz kan
nggak merokok.”
“Menurut Ibuke anak-anak, pneumonia itu sejenis radang paru. Penyebab utama, paru-parunya terinfeksi bakteri,”kata Pak Yanu. Memang istri Pak Yanu seorang perawat, makanya paham banget.
“Kita bezoek, kan Pak?”, Tanya Bu Aina.
“Monggo baiknya bagaimana?,” tutur Pak Yanu.
Beliau mengajak bermusyawarah.
“Karena sudah tiga hari, sebaiknya ke sana,”usul
Bu Aina.
“Setuju sekali,”tambah Pak Restu. Beliau teman
akrab Pak Mumtaz.
“Berarti kita ke sana hari Minggu atau setelah
pembelajaran selesai?,”tanya Pak Syamsu.
“Sebaiknya hari Minggu, kasihan Bu Syifa
putranya masih kecil,”jawab Pak Yanu
“Semuanya atau perwakilan, Pak Yan,”tanya Bu
Syifa
“Sebaiknya semuanya, sambil rekreasi,”kata Pak
Yanu. “Tapi kalau memang ada halangan boleh kok tidak ikut bezoek.”
“Yang tidak boleh izin Bu Aisyah,”tutur Bu Aina.
Aisyah tersipu, Pak Syamsu dan Pak Restu
tergelak.
“Pak Restu, panjenengan kan sahabat dekat Pak
Mum,”kata Pak Syamsu. “Pak Mumtaz sudah ada niat nembak Bu Aisyah atau belum?”
“Nggak pernah ngomong yang pribadi, Pak
Syam,”jawab Pak Restu.
“Mungkin Pak Restu bersedia menjadi ‘talang’
bagi keduanya,”tambah Pak Syamsu.
“Memang air hujan butuh talang, hhhh,”Pak Yanu
menimpali candaan mereka
Candaan mereka terhenti, ketika bel dipukul Bu
Syifa. Bu Syifa sangat disiplin waktu.
Aisyah masuk kelas 4,
siang itu anak-anak akan mendemonstrasikan
manfaat gaya dalam kehidupan sehari-hari, misalnya gaya otot, gaya listrik,
gaya magnet, gaya gravitasi, dan gaya gesekan. Aisyah meminta anak-anak memberi
contoh kegiatan sehari-hari yang menggunakan gaya otot, gaya listrik, gaya
magnet, gaya gravitasi, dan gaya gesekan. Setelah itu mereka akan mempraktikan
gaya tersebut dalam kelompoknya masing-masing. Tidak lupa menyusun laporan
hasil praktikumnya dan dipresentasikan di depan kelas.
Presentasi untuk kelas 4 MI sangat
sederhana. Membaca hasil laporan praktikum berdasarkan Lembar Kerja Peserta
didik (LKPD). Siswa yang cerdas akan mempersilahkan kelompok lain untuk
bertanya atau penanggapi hasil kerjanya. Siswa yang belum mumpuni akan dibantu
Aisyah untuk mempersilahkan kelompok lain menanggapi.Tujuan utama ketrampilan
berbicara ini dilatihkan akan siswanya terampil
mengemukakan gagasan, melatih ketrampilan bertanya, menanggapi dan
menjawab pertanyaan dengan tepat dan santun.
***
Minggu pagi pukul 07.30 semua guru telah
berkumpul di MI Ar Rahmah. Mereka tinggal menunggu mobil kepala madrasah.
Beberapa menit kemudian kepala madrasah datang. Berangkatlah mereka menuju kota
tahu.
“Pak Yan, kita nanti beli oleh-oleh di
mana?,”tanya Bu Aina.
“ Pasar Ngemplak Tulungagung, Bu. Bisa
mengemas rapi,”sahut Bu Syifa
“Baiklah, Bu Syif,”Bu Aina menyetujuinya.
Mobil melaju menuju Tulungagung. Setelah
membeli buah di pasar Ngemplak mereka meneruskan perjalanan ke Kediri. Rumah
sakit yang megah. Aisyah menatapkan gedung rumah sakit bertingkat. Dulu tidak
semegah ini. Guru dirawat di sini menggunakan Askes atau BPJS? Ah, kok jadi kepo. Gelaknya dalam hati
“Jangan heran Bu Aisyah, ini Rumah Sakit
Gambiran yang baru. Kalau nggak salah, pindah ke jalan Tendean ini baru dua
tahunan,”papar Pak Restu.
Mereka menuju ruang Paviliun VIP
Kertajaya. Tempat Pak Mumtaz dirawat.
“Assalamualaikum,” Pak Yanu
“Waalaikum salam," jawab seorang Ibu paruh baya dari ruang rawat. Pak Mumtaz ikut menjawab, namun tidak terdengar, hanya gerakan bibirnya saja. Kondisi Pak Mumtaz tergolek lemah. Pada sebuah bed berwarna putih, selimut berwarna putih pula.
.
“Kami teman-teman Pak Mum' Bu,”Pak Yanu
memulai pembicaraan
“Oh, Iya Pak. Terimakasih telah berkunjung.
Jauh-jauh dari Trenggalek,”jawab Ibu tersebut. “Saya Ibunya Mumtaz.”
Seorang perempuan kota yang cantik dan
anggun. Kemungkinan Beliau berusia 50 tahunan. Masih jelas garis-garis kecantikannya. Pak Yanu duduk di pinggir bed,
di samping Pak Mumtaz. Yang lainnya duduk di tikar yang digelar dekat bednya
Pak Mumtaz.
“Sebenarnya masih gejala radang paru, Pak,”kata Pak Mumtaz
“Tapi anak ini sulit makan, sejak kecil.
Gampang lupa makan,”kata Ibunya. “Dari kecil memang sudah ada gejala sesak.”
“Segera dicarikan pendaping Bu, biar ada
yang mengingatkam,”seloroh Pak Restu.
“Sebetulnya sudah saya ingatkan, usia
sudah hampir 28 tahun, lho,” sang ibu menanggapi pembicaraan Pak Restu.
“Adiknya malah sudah tunangan.”
“Bu, monggo disegerakan, atau dinikah
bersamaan, hhh,”usul Pak Yanu
Ibunya Pak Mumtaz tersenyum. Aisyah mulai
menyadari, jika selama ini Pak Mumtaz berkepribadian introvert mungkin karena
penyakitnya ini. Pendiam, gampang gugup dan salah tingkah.
“Namun hanya sesekali kambuh,”kata Ibunya.
“Jika daya tahan tubuhnya menurun.”
“Semoga
cepat sembuh, Pak Mum,”kata Bu Syifa. “Bu, kakak ipar saya juga seperti
Pak Mum. Setelah menikah sembuh, Bu.”
“Bisa jadi karena ada yang merawat, Bu. Ada yang menyiapkan
makan sehat secara rutin,”kata Bu Aina
“Benar Bu, itu,”jawab sang ibu. “Sebenarnya
sudah diingatkan agar pindah ngekos di Durenan. Kalau tetap di Pogalan
kejauhan. Bisa lelah. Penyakitnya kambuh.”
Pembicaraan hangat berlangsung lama, penuh
kekeluargaan. Para guru segera pamit pulang. Waktunya Pak Mumtaz untuk istirahat siang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar