Ibu dan Bapak pernah datang ke rumahku. Ketika mereka berdua keliling desa naik sepeda motor. Bahkan dua hari yang lalu Ibu, sebutanku untuk istri guruku fisika. Beliau mampir ke rumah untuk bersilaturahmi, bersama cucunya. Lama kami berbincang-bincang tentang kesehatan Bapak. Yang telah menderita gagal ginjal kurang lebih empat tahun yang lalu. Ibu menceritakan upaya yang dilakukan mulai dari pengobatan alternatif sampai melakukan cuci darah di RSU Saiful Anwar Malang maupun di RSU Iskak Tulungagung. Cuci darah dilakukan 2 kali dalam seminggu. Dan banyak makanan yang tidak boleh dikonsumsi oleh penderita. Antara lain pisang, nanas dan buah-buahan lainnya. Namun setelah melakukan cuci darah justru harus mengkonsumsi makanan bergizi seperti daging maupun protein. Hal itu dilakukan untuk pemulihan.
Belum lenyap kenangan indah tentang kedatangan Beliau ke rumahku. Terdengar kabar duka. Bapak meninggal dunia. Kabar duka ku terima sudah terlalu larut malam, tepat pukul 21.11 menit. Namun Bapak masih di klinik Anisa Panggungsari Trenggalek. Pukul 21.39 jenazah sampai di rumah duka. Tentunya tidak mungkin untuk melayat semalam itu. Akhirnya diputuskan untuk takziah pagi harinya. Tepat pukul 06.30 segera datang ke rumah duka. Ibu nampak berurai airmata. Terutama setelah kami datang. Ia menceritakan kisah terakhir sebelum Bapak meninggal. Paginya masih piket di SMPN 1 Durenan, masih melakukan TFH. Namun sorenya terlihat semakin melemah.
Sebagai
guru Fisika tentunya tidak selembut guru Bahasa Indonesia maupun guru Seni
Budaya dan Ketrampilan. Tentunya banyak tindakan untuk mendisiplinkan
teman-teman terutama siswa putra di SMPN 1 Durenan. Mungkin ada yang sedikit
tergores hatinya ketika ada tindakan mendisiplinkan siswa. Maka ketika di dunia
nyata maupun maya banyak sekali ungkapan yang sedikit pedas kepada Bapak.
Segera oleh teman yang sekarang menjabat sebagai penyuluh agama, guru agama,
naib, imam masjid maupun tokoh keagamaan, dinetralisir. Karena guru jaman
dahulu belum ada aturan seketat sekarang. Belum adanya Komisi Perlindungan Anak, sehingga ketegasan
seorang guru tidak ada sangsi hukumnya.
Seorang
Ustadz yang bekerja di sebuah Kantor
Urusan Agama segera mengingatkan teman-teman untuk tidak mencela gurunya. Pada
komentarnya di WA Beliau mengutip sebuah hadits yang diriwayatkan oleh HR.
Bukhari, yang berbunyi: “janganlah
kalian mencela mayat karena mereka telah menjumpai apa yang telah mereka
kerjakan.” Hukum mencela dan menghina orang yang telah meninggal adalah haram.
Beliau mengingatkan jika memang memiliki kenangan negatif yang masih membekas
dalam hati segera kita maafkan. Kita ikhlaskan, jangan sampai menghibah keburukan-keburukan
sesama yang telah meninggal. Apalagi guru yang telah memberi ilmu kepada kita.
Dan ghibah kita akan melukai kerabatnya yang dalam kondisi berkabung.
Bahkan
sang ustadz sedikit berkisah, Rosulullah SAW telah mencontohkan kepada kita. Jangankan
guru kita yang meninggal. Jenazah kaum non muslimpun sangat beliau hargai.
Beliau selalu menyampaikan kepada para sahabatnya untuk menyebut kebaikan-kebaikan
orang yang sudah meninggal. Mendoakan semoga amal ibadah selama hidupnya
diterima oleh Allah dan segala dosanya diampuniNya. Keluarga yang ditinggalkan
diberi ketabahan.
Dalam
akhir perbincangan kami di WAG sang ustadz menandaskan sebuah dalil dalam Al-
Qur’an surat Al- Hujurat ayat 12. Yang intinya kita dilarang mencari-cari
keburukan orang dan mengunjing satu sama lain. Karena sama halnya kita memakan
daging saudaranya yang sudah mati. Alangkah menjijikannya. Semoga kita segera
bertaubat dan memohon ampunan kepada Allah. Karena hal ini sejatinya sudah
sering kita dengarkan. Namun sulit diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Karena
manusia tempat salah dan lupa. Selamat jalan Bapak. Semoga husnul khatimah. Aamiin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar