Senin, 10 Agustus 2020

AMANDEMEN PRIMBON DAN IZIN TIDAK MENGIKUTI PELAJARAN KARENA DIKHITAN

 



Hari ini, Senin 10 Agustus 2020, dua siswa izin tidak bisa mengikuti pembelajaran daring karena dikhitan. Mereka adalah Alfian Nur Rijal dan Muhammad Irwan Jaini, siswaku kelas VI. Begitu pula beberapa siswa kelas 4 dan kelas 5 izin melaksanakan khitan. Ketika  kepala madrasah bertanya kepada  wali murid, alasannya mengkhitankan putranya pada hari efektif. Padahal seharusnya memilih hari libur sekolah supaya tidak menganggu belajar putranya. Wali murid menjawab dengan lugas. Karena hari ini dianggap hari yang baik menurut hitungan para sesepuh. Sesepuh menggunakan acuan memilih hari baik dengan membuka Kitab Primbon Betaljemur Adammakna. Hari baik ditentukan oleh tanggal, bulan dan tahun menurut kalender jawa. Biasanya dipadukan dengan kalender hijriah

Pernah aku bertanya kepada para sesepuh bahkan mau lihat seperti apa isi Kitab Primbon Betaljemur Adammakna. Alasan Beliau, tidak perlu karena belum kuat untuk membaca kitab tersebut. Toh nantinya juga tidak paham. Seorang teman pernah bertanya padaku. Mengapa beberapa siswa dikhitan pada hari dan bulan yang sama? Bahkan pesta pernikahanpun dalam 1 hari adakalanya 4-7 tempat. Hal itu terjadi karena adanya anggapan hari baik. Dengan sedikit berseloroh temanku mengusulkan adanya ‘amandemen’ Kitab Primbon Betaljemur Adammakna. Agar pernikahan/khitanan tidak terjadi pada hari sama. Mungkin inilah waktunya kita menghormati kearifan lokal.

Pada musim hajatan, baik hajatan khitan maupun resepsi nikah, pengeluaran warga menjadi membengkak. Itulah alasan dari banyolan temanku yang menginginkan perlunya amandemen Kitab Primbon. Ia beralibi amandemen itu akan  membantu mengatur pengeluaran. Jika dalam 1 hari rata-rata 4 tempat hajatan x Rp90.000 (Suami Rp50.000 dan istri Rp40.000). Maka sehari Rp360.000, itu minimal. Mengapa untuk  ibu-ibu Rp40.000 itu minimal. Karena hanya untu membeli 2kg beras dan isi amplop Rp20.000.  Jika yang mengadakan hajatan adalah keluarga dekat mungkin lebih dari itu. Wah, hitungan matematikanya tepat juga. Dan ia juga mengatakan bila dalam 1 hari ada 4 kali mendatangi hajatan makanan menumpuk dan mubazir.

Kala membahas khitan, bulan yang disarankan oleh para sesepuh untuk khitan adalah Bulan Jumadil Akhir, Bulan Rajab (Rejeb), Bulan Sya’ban (Ruwah) dan Bulan Besar. Sedangkan bulan yang dilarang pantangan melaksanakan khitan adalah  Bulan Muharam (Suro), Bulan Rabiul Awal, Bulan Ramadhan (Puasa) dan Bulan Dzul Qaidah (Sela). Makanya pada bulan ini banyak sekali anak yang dikhitan. Untuk memilih hari dan tanggal baik harus menghindari dina ala, dina tali angke dan dina sapar wangke. Untuk bulannya harus menghindari laranganing sasi, sangaring sasi, dan patining sasi.  Dalam memilih tahun harus menghindari kunarpaning warsa, dan sangaring warsa. Memilih hari, bulan dan tahun khitan sama tekniknya dengan menghitung waktu untuk hajatan pernikahan. Itulah hasilku mewawancarai dongke dekat rumahku. Ia begitu hafal isi Kitab Primbon warisan orang tuanya. Bahkan menghitung hari baik cuma menggunakan jari tangan. Seperti anak-anak belajar menghitung dengan metode jarimatika.

Mengingat sudah pukul 11.00 WIB  siswa yang jumlahnya 27, hanya 25 yang absen. Tentunya beberapa siswa ada yang bertanya kenapa temannya tidak absen. Akhirnya dijelaskan jika temannya sedang dikhitan. Guru Fikihpun segera menjelaskan di WAG  hukum khitan wajib bagi laki-laki. Dan seyogyanya dilakukan sebelum baligh. Proses memotong kulup ini bertujuan agar alat kelamin laki-laki tidak mudah terpapar kotoran sisa air seni yang menempel di bagian dalam. Sehingga ketika melaksanakan ibadah, ia akan terbebas dari najis sisa buang air kecil. 

Kemudian Pak Guru Fiqih  menjelaskan hikmah melakukan khitan. Hikmahnya mendapat kemuliaan dari Allah. Karena telah menjalankan syariat islam, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Nabi Ibrahim. Dan membuktikan sebagai hamba Allah yang taat terhadap perintahNya. Dari segi ilmu kesehatannya tentunya akan mempermudah buang air kecil dan menjaga agar kotoran sisa air seni tidak menempel. Sebagai guru kamipun hanya mendoakan agar anak-anak yang khitan segera sembuh dan menjadi anak yang shalih. Berbakti kepada kedua orang tuanya. Aamiin.

 

3 komentar:

  1. Sangat bagus bu..di palembang juga masih mengikuti adat jawa. Karena mayoritas adalah warga transmigasi.

    BalasHapus
  2. Terimakasih Pak Ahmad Suherdi.Injih. Sampai juga di Bumi Indah Palembang

    BalasHapus