Hari ini sudah mendatangi
undangan pernikahan untuk ke dua kalinya. Yang pertama di desa lain, cukup
longgar. Tidak terlihat geliat Satgas covid-19. Aturan protokol kesehatan yang
sudah disosialisasikan oleh Bupati Trenggalek belum diindahkan. Masih banyak
tamu undangan yang tidak pakai masker. Begitupun dengan para terima tamu. Memang
kurang nyaman menggunakan masker maupun faceshield.
Sedangkan di desaku cukup
ketat. Sejak pukul 07.30 kepala desa sudah mulai mengecek persiapan perhelatan
mulai dari dapur sampai penyemprotan dekorasi pengantin. Beberapa warga yang ‘rewang’
nampak sedikit terusik kenyamanannya. Mungkin terasa berlebihan baginya. Sidak
yang dilakukan Satgas desa, Kepala Desa dan Babinkamtibmas sejatinya menerapkan aturan
yang telah ditetapkan oleh Bupati Trenggalek. Bukan mengada-ada.
Kepala desa meminta keluarga
pengantin menyiapkan tenda khusus untuk Satgas
covid-19. Mereka bertugas melakukan pengecekan. Dua orang petugas mengukur suhu
tubuh tamu undangan menggunakan thermo gun
atau infrared thermo censor untuk
mengukur suhu tubuh tanpa menyentuh. Tamu undanganpun tidak keberatan. Para
tamu tertib mengantri untuk dilakukan pengecekan. Sedangkan untuk tamu undangan
atau besan dari luar kota wajib menyerahkan surat keterangan sehat, rapid tes
non reaktif ataupun PCR negatif covid-19. Polymerase
chain reaction (PCR) merupakan pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi
keberadaan material genetic dari sel, bakteri atau virus. Hasil tes PCR ini
khusus terkait diagnosis penyakit covid-19/mendeteksi material genetic virus
corona. Dan harus dilengkapi oleh keluarga besan dari luar kota terutama dari zona merah.
Terkesan sangat ribet
melaksanakan prosesi hajatan di musim pandemi covid-19. Namun beginilah aturan
yang harus ditaati warga ketika nekat melangsungkan prosesi hajatan pernikahan.
Terutama didesaku harus siap mematuhi aturan dan protokol kesehaan secara ketat. Selain
wajib cuci tangan, menggunakan masker, faceshield juga harus menghindari kontak fisik
secara langsung(salaman). Meskipun tadi aku juga tidak tega untuk tidak salaman ketika tuan
rumah menyodorkan tangannya. Aturan yang rumit lainnya adalah dalam persatu ruangan hanya 30 orang yang masuk. Setiap
30 orang keluar, masuk lagi 30, demikian
seterusnya. Walaupun terkadang terlihat lebih dari 30, ketika waktu sore hari. Sulit juga memberlakukan
aturan ini dengan benar dan ketat.
Aturan yang bisa diterapkan dengan tegas lainnya adalah memastikan pada satu waktu, satu desa hanya boleh
ada satu hajatan. Hal
tersebut dimaksudkan agar gugus tugas tiga pilar bisa mengontrol kesehatan
secara ketat. Dan aturan vendor pengisi acara harus dari Trenggalek benar-benar
bisa ditaati warga. Warga sadar hal itu untuk meminimalisir resiko
penularan dari luar daerah. Sehingga
vendor pengisi acara benar-benar vendor lokal.
Sejatinya ada aturan tidak
boleh makan ditempat, jadi catering langsung disediakan dalam bentuk
bungkusan yang siap dibawa pulang oleh tamu undangan sehinga tamu undangan
tidak berlama-lama saat berada di hajatan. Namun karena keterbatasan dana dari
pemilik prosesi hajatan hal inilah yang belum bisa ditaati. Dan Satgas covid-19
memakluminya.
Ketatnya aturan prosesi
hajatan di masa pandemi covid-19 bukan untuk mempersulit warga. Ataupun ingin mengurangi pendapatan para pemilik terob, perias maupun vendor hiburan. Namun untuk
meminimalisir penularan virus corona tersebut. Karena jumlah pasien positif
covid-19 di Trenggalek sudah mencapai 103 orang. Dan akhir-akhir ini muncul
kluster baru dari petugas kesehatan. Semoga pandemi ini segera musnah. Aamiin.
Mantap bu...
BalasHapusDisiplin adalah vaksin. Keren tulisannya bu Muslikah
BalasHapusBetul Bu. Terimakasih motivasinya
HapusKeren bu
BalasHapusTerimakasih Pak Imam. Kerso mampir
Hapus