Oleh: M U S L I K A H
KENANGAN
Sayur paling favorit bagiku
adalah lodeh nangka muda. Sayur ini bisa dimakan dengan lontong atau nasi. Lodeh
nangka muda akan lebih enak jika sudah dihangatkan beberapa kali. Bahkan bila
sudah berumur dua hari lebih cita rasanya sangat mantab. Sekilas kenanganku paling
berkesan ketika menikmati blendrang tewel, dan sulit aku lupakan. Pertama, setiap hari Kamis aku segera
berangkat ke sekolah dengan mengayuh sepeda. Cukup jauh dari desaku dan harus
melewati jalan raya. Tiap hari Kamis selalu berangkat pagi ke SMPN 1 Durenan
karena mata pelajaran pertama adalah olah raga. Tidak boleh terlambat untuk
mengikuti pelajaran olah raga, jika terlambat konsekuensinya mendapat
hukuman push up dan squat jump.
Alhamdulillah sampai sekolah tepat waktu segera ganti baju olah raga dan
mengikuti pelajaran olah raga. Pak
Sudarsono, guruku olah raga terkenal sangat disiplin dan tegas. Agar siswa disiplin salah satunya datang ke sekolah tepat waktu. Jadinya aku belum sempat
sarapan, perut mulai melilit, keroncongan. Rasa ini tetap harus kutahan sampai
nanti waktu istirahat.
Ketika bel sekolah berdering
aku diajak Mbak Emi untuk sarapan. Sahabatku, Mbak Emi mengajakku
sarapan di warung Mbah Senen. Padahal di depan sekolah ada warung pecel enak
milik Bulik Cepring. Nama yang tidak cocok dengan pemiliknya yang gagah dan
lumayan cantik. Melewati warung Bu Cepring langsung menuju gang kecil di
belakang kantor Koramil Durenan. Ternyata di situ banyak sekali anak SMPN 1
Durenan yang ngudap di situ. Gorengan dipiring habis mbak Emi mengajakku ke
dapur. Mbak Emi pesan nasi pecel, aku hanya ambil heci saja. Kulihat ada lintingan (mirip lontong) besar, di atas kreweng (alat dapur untuk goreng kopi). Nasi
pecel mbak Emi dikasih lintingan tadi. Mbak Emi memberi isyarat padaku dengan
jempol tangannya. Akhirnya aku tertarik dan memesan hidangan sama. Ternyata itu
blendrang tewel yang sudah tidak berkuah. Dibungkus daun pisang dan digarang. Cita rasanya mantul sekali.
Tapi tidak setiap hari ada, pernah karena ketagihan teman-teman banyak yang
pesan. Namun Mbah Senen mengatakan lintingan itu ada ketika ada sisa lodeh
tewel.
Kedua, ketika
liburan semester II bersama keluarga dan
kakak ipar rekreasi ke Jawa Tengah dengan destinasi wisata Prambanan,
Borobudur, Pantai Parangtritis dan Keraton Jogja. Jarak antara destinasi wisata
cukup berjauhan. Makanya berangkat pukul 22.00 malam, sehingga seharian semua lokasi wisata bisa didatangi.
Dan tidak membawa bekal hanya makanan ringan, takutnya jika bawa bekal dingin dan basi tidak enak dimakan. Setelah semua destinasi wisata dikunjungi
akhirnya sampai di lokasi wisata terakhir yakni Keraton Jogja. Setelah
berkunjung di sana menikmati alunan gamelan anak bungsu saya minta makan.
Segeralah mencari warung terdekat, deretan warung kebanyakan menyajikan gudeg
jogja. Hatiku bersorak gembira sekali diajak makan gudeg jogja bak gayung
bersambut. Namun melihat tulisan gudeg jogja kakak ipar menolak. Padahal sulit
sekali mencari tempat parkir, karena banyaknya mobil pembeli. Karakter kakak ipar
yang keras akhirnya dengan penuh kekecewaan mencari warung lain sambil menuju
arah pulang. Anak bungsuku yang lapar menepuk-nepuk keras lengan Budhenya,
karena harus meninggalkan warung itu. Akupun sedikit jengkel sambil menelan
ludah membayangkan enaknya gudeg Jogja. Demi kakak ipar harus mengalah juga, ikhlas sekali aku.
Sampai di sebuah warung ayam
goreng segera turun dan memesan makanan. Anakku yang sulung berbisik menunjukkan daftar
menu yang ada gudeg jogjanya. Kekecewaan terobati aku pesan ayam goreng dan
gudeg, semua pesanan dikasih gudeg kecuali piring Budhe. Budhe makan sambil
ngedumel, rekreasi jauh-jauh kok cuma pesan blendrang tewel. Katanya besok mau
dibuatkan 1 panci. Sambil bergurau aku pesan kalau tidak habis, kuahnya sudah mengering
mohon dibungkus daun pisang dan digarang. Akupun asyik menikmati gudeg yang
enak terasa manis-manis maknyus. Gudeg itu dicampur dengan dengan telur puyuh
sehingga warnanya menjadi kecoklatan senada dengan warna tewelnya.
Ketiga, ketika
rekreasi bersama PGRI ranting ada teman yang tidak bisa ikut, karena baru saja
sakit. Disarankan aku manfaatkan kursi itu, karena anak sulung ada ujian
di kampusnya dan si bungsu mengikuti perkemahan. Maka Ayahnya yang ikut, menduduki
kursi Pak Ainun Kurniansyah. Destinasi yang dituju Gua Pindul, Gunung Kidul dan
Malioboro. Setelah asyik mengarungi sungai di dalam gua para guru diharapkan
makan bersama di tempat yang sudah dipesan panitia. Alangkah senangnya melihat
menunya gudeg jogja dan lalapan mentimun yang sangat muda (serit). Semua guru mengatakan menu yang enak. Jadi teringat
lintingan blendrang tewel Mbah Senen. Kemudian setelah menuju ke gunung kidul
menikmati bukit yang indah, segera rombongan menuju ke destinasi wisata terakhir,
Malioboro. Di sana kami berpencar, karena lapar teman-teman banyak yang mencari
sate ayam, ayam goreng dan makanan lain. Aku dan suami mencari dulu oleh-oleh
untuk anaknya Pak Ainun yang kursinya dinikmati suamiku.
Setelah selesai mencari
oleh-oleh segera aku mencari tempat makan. Di tengah-tengah pedagang baju, kaos, batik
dan souvenir khas jogja ada ibu-ibu penjual gudeg. Di sampingnya ada kursi
kecil yang disiapkan untuk tempat duduk pembeli. Karena tertarik segera duduk memesan nasi gudeg dan
teh manis. Selagi menikmati mantapnya gudeg ada pengamen muda yang menyanyikan
lagu ‘Banyu Langit’. Suamiku berdiri memberi uang Rp10.000 agar penyanyi
meneruskan lagunya sampai selesai dan menambah satu lagi. Ia request lagu
kesukaannya ‘Layang Kangen'. Suasananya jadi sangat romantis sekali. Makan gudeg
dengan teh hangat sambil mendengarkan lagu favorit terasa sangat indah kala
itu. Menurutku dunia cuma milik kita berdua, yang lain cuma numpang.
PENGALAMAN
Suatu ketika aku pernah
diberi satu buah nangka muda oleh keponakan. Kemudian timbul keinginan yang
separuh dibuat gudeg dengan resep browsing dari google. Yang lain diawetkan untuk
dimasak lodeh biasa. Setelah nangka muda
dikupas dan direbus, aku segera ke rumah tetangga meminta daun jati muda. Hal
itu tentunya menimbulkan tanda tanya, untuk bungkus apa? Apalagi pohon jati
mulai tumbuh tinggi, jadi kerepotan memetiknya. Dengan menggunakan galah bambu
yang dikasih pisau, akhirnya daun jati muda bisa dipetik. Setelah itu dengan
menggunakan resep yang sudah kucatat, mulai nyayur gudeg. Daun jati muda
ditaruh paling bawah, dimasukkan santan encer, kemudian setelah santan encer
panas segera dimasukkan bumbu dan nangka muda.
Bumbu yang kugunakan saat
itu cabe besar, cabe rawit, miri, ketumbar, bawang merah, bawang putih,
lengkuas dan gula aren. Untuk menambah rasa kupakai daun salam dan batang serei. Setelah santan agak berkurang dimasukkan santan kental
dan garam secukupnya. Sekaligus dimasukkan telur puyuh yang sudah dikupas. Setelah
benar-benar masak diangkat dan dinikmati oleh semua keluarga. Ternyata besoknya
ada sisa satu mangkuk besar, blendrang gudeng itu tidak terasa asin. Maka aku
hangatkan dan kubawa ke sekolah. Sampai di sekolah dimasakkan nasi dan
dibelikan krupuk. Ternyata semua guru suka sekali, blendrang idola semua orang.
Separuh nangka muda itu keesokan harinya kumasak sayur
lodeh. Cukup dengan bumbu ketumbar lengkuas, bawang merah, bawang putih, cabe
rawit. Setelah jadi sayur yang enak, kupersiapkan makan pagi. Suamiku
ekspresinya sangat tidak nyaman dilihat. Ia mengatakan hari ini masih tanggal
10 tapi nuansanya seperti tanggal 27. Setiap hari sayur nangka muda terus,
bikin asam lambungnya naik. Waduh, aku lupa kalau suamiku pantangan makan sayur
nangka muda terus. Akunya senang, suamiku meradang. Padahal jam dinding sudah
menunjukkan pukul 6 lebih 15 menit. Segera naik motor ke Kedunglurah beli sayur
daun singkong. Wajah suamiku kembali terlihat indah. Segera aku berangkat ke
sekolah sambil tersenyum dalam hati. Terlalu suka dengan sayur nangka muda juga
ada dampaknya. Belum lagi kakakku selalu mengingatkan agar mengurangi
mengonsumsi blendrang karena bila terlalu sering dihangatkan kadar garam dalam makan bersantan bisa meningkat.
Tentunya membahayakan orang yang memiliki riwayat hipertensi. Selain kadar garam, kandungan lemak di dalam santan juga
bisa semakin meningkat, sehingga resiko kena penyakit kolesterol tinggi.
KESAN
Blendrang identik dengan
kesederhanaan dan berhemat. Teringat pesan bapakku meski hidup kecukupan harus
membiasakan hidup sederhana. Makan-makanlah hasil ladang dan sawah yang kita
tanam. Biasakan makan makanan dari tumbuhan, kurangi makan daging berlebihan. Jangan
sering membuang-buang makanan. Jika sayur masih baik dan enak dimakan sebaiknya
dihangatkan. Itulah sebabnya aku suka blendrang, terutama blendrang tewel. Cita
rasanya menggigit dan bikin ketagihan. Jadi terkenang kembali lintingan blendrang
tewel Mbah Senen. Selain itu menurutku sayur nangka muda lebih aman dari obat
hama tanaman. Kalau sayur kacang, sawi, kangkung dan lain-lain sering disemprot
dengan insektisida. Kutahu itu karena rumahku dekat dengan persawahan. Makanya
sayur sawi, kangkung dan kacang panjang nampak sangat bagus dan tidak dimakan ulat, karena disemprot 3 hari sekali.
Sedangkan nangka muda tidak pernah disemprot pestisida maupun insektisida,
sehingga aman dari bahaya obat untuk hama tanaman. Kesimpulannya mengonsumsi blendrang tewel selain nikmat juga hemat.
Mantab...
BalasHapusTerimakasih Pak Abbuzahra
HapusMantabz
BalasHapusTerimakasih Pak Imam
HapusLuwar biasa bu 2 hari lebih hehehe
BalasHapusHhhh yang hari ketiga dilinting dan digarang
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusPenasaran sama blendrang olahan Bu Muslikah😋
BalasHapusMonggo pinarak Bu Nur. Rumah Ngadirejo kec Pogalan
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapuslintingan blendrang puuengen maem blendrang maleh malian
BalasHapusSaestu mantul sekali
HapusWah..mantab Bu untuk keduanya (sayur blendrang tewel, utamanya tulisannya).
BalasHapusTapi, kalau boleh jujur saya lebih suka blendrang testho (kates + lotho).
hehe
Padahal kalau makan buah pepaya, malah kurang begitu suka.
Jarang daerah saya blendrang Testo. Yg sering weltho. Rewel lotho
BalasHapusRewel=tewel
BalasHapus