Setelah bakda Maghrib, segera
kami bergabung dengan keluarga calon mempelai putri. Kami segera berangkat ke
rumah calon mempelai putra. Karena di daerah yang dituju berlaku jam malam. Nuansa
sederhana. Tidak ada kesan mewah. Sebelum adzan Isya’ sudah sampai ke rumah
calon besan. Kami diterima dengan baik. Para penerima tamu berjajar di depan
pintu rumah. Kebanyakan dari para sesepuh di sekitar. Kamipun dipersilahkan masuk, dan duduk di tikar yang
digelar. Sangat sederhana dan nyaman. Hidangan sudah tersedia. Mulai dari buah
sampai kue khas daerah. Beberapa menit kemudian hidangan ditambahkan dari
hantaran yang dibawa calon mempelai perempuan.
Keluarga calon mempelai putri
tidak membawa seserahan ataupun cindera mata. Hanya membawa kue dan bahan
makanan. Mulai dari beras, kelapa, gula, kopi dan kue. Setelah berbincang
santai, tuan rumah memperkenalkan satu persatu saudaranya. Saudara mereka yang
hadir saat itu. Begitu sebaliknya keluarga calon mempelai putri memperkenalkan
anggota rombongan. Setelah di beri isyarat oleh paman calon mempelai perempuan.
Seorang sesepuh yang sengaja dibawa fihak perempuan langsung mengutarakan
maksud kedatangan rombongan. Tidak ada pembawa acaranya. Sesepuh tersebut
mengutarakan bahwa ia ditunjuk sebagai juru bicara dari fihak perempuan. Untuk
melamar putra keluarga tersebut. Wah ini, Ande-Ande
Lumut. Tapi itulah kearifan lokal. Ia menjelaskan seluruh anggota rombongan
adalah kerabat dekat calon mempelai perempuan. Yang berjumlah 15 orang.
Kemudian fihak calon pengantin
laki-laki menanggapi yang disampaikan juru bicara lamaran. Bahwa lamaran
diterima. Dan fihak laki-laki sudah menyiapkan tanggal dan waktu untuk
melakukan acara SISETAN. Sisetan
merupakan prosesi keluarga calon
pengantin laki-laki bertandang ke rumah pengantian perempuan.
Tidak ada acara perkenalan kedua calon mempelai. Karena keduanya masih bekerja
di luar kota. Begitupun acara tukar cincin atau pemberian cindera mata. Setelah
sedikit diskusi resmi dari kedua orang tua calon pengantin. Maka acara lamaran diakhiri dengan doa. Doa sangat hikmat yang
dipimpin oleh tokoh ulama di daerah tersebut.
Setelah doa selesai maka
dilanjutkan dengan ramah tamah. Para pramusaji segera menghantarkan makan
malam. Acara makan bersama dilakukan dengan sangat santai. Meskipun tidak
disajikan secara prasmanan namun situasi yang penuh kekeluargaan, menjadikan
acara semakin membumi dan hangat. Dalam acara lamaran tersebut tidak ada acara foto
bersama. Karena tidak ada setting dekorasi. Tidak ada mempelainya. Akhirnya
keluarga calon mempelai putri pamit untuk pulang. Rombongan kami meninggalkan
tempat prosesi lamaran sebelum jatuh tempo jam malam. Jam malam di wilayah zona merah. Kami menuju rumah
masing-masing.
Prosesi lamaran yang sederhana ini dilakukan untuk memberi
pelajaran bagi anak-anak kami. Agar hidup bersahaja. Apalagi dimusim pandemi covid-19. Sejatinya calon
mempelai putra tergolong keluarga yang berkecukupan. Keluarga yang memiliki rajakaya dan rajabrana yang cukup banyak. Namun yang lebih diutamakan persiapan
setelah mereka menikah. Sebuah keluarga yang dibangun dari awal memang tidak
harus memiliki harta yang berlimpah. Namun kecukupan secara ekonomi memiliki
peran yang tinggi dalam mewujudkan keharmonisan. Memiliki modal yang cukup dan ilmu agama yang kuat akan mewujudkan
keluarga yang samawa.
Jika 4 tahapan pernikahan
dilakukan dengan berlebihan. Dampaknya kurang baik. Baik itu lamaran, sisetan,
prosesi akad nikah, dan sepasaran seyogyanya dirayakan dengan sedehana namun
hikmad , agar tidak banyak menguras tabungan. Namun biasanya selalu ada dalih,
sekali seumur hidup. Harus dipestakan
semeriah mungkin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar