Rabu, 15 Juli 2020

BAPAK BELIKAN AKU KUOTA INTERNET

Seperti biasanya pukul 05.30, seorang pedagang keliling    sudah membunyikan klakson. Beberapa ibu-ibu berdatangan untuk berbelanja. Aku cuma beli krupuk sama tahu.  Karena hari ini tetep masuk sekolah. Maka tidak perlu memasak yang membutuhkan waktu lama. Nampak  Bu Salma hanya membeli bayam, 1 bungkus kara, sama ikan teri kering. Aku dan Bu Salma pulang naik sepeda beriringan. Memang  rumah kami searah cuma beda gang.

“ Bu Salma, semua anak-anak sudah sekolah ?,’’ tanyaku padanya. Pertanyaan basa basi. Padahal aku tahu yang sudah masuk hanya SMP dan SMA sedangkan tingkat dasar belum. Pertanyaan untuk  ramah tamah aja.

“Nimas dan Akmal sudah. Tapi Kurnia dan Hasan belum,” Jawabnya Nampak menyembunyikan kesedihan.

“ Ibu suka beli kara?,’’ tanyaku. Ia lama menjawab dengan sedikit ragu, ia menjelaskan alasan beli kara.

“ Hhh, pohon kelapa   mati dimakan “kewawung”. Kalau beli 1 kelapa mahal, tidak habis tiga hari, terus membusuk. Karena memang tak punya kulkas, “ tutur Ibu Salma.

“Bu, boleh nggak nanti sore berkunjung ke rumah ibu?.” Tanyaku.

“Oh, Silahkan. Dengan senang hati,” jawabnya sambil melambaikan tangan. Karena aku harus berbelok masuk gang menuju rumahku.

Setelah selesai menyiapkan hidangan sarapan pagi yang sederhana. Aku segera berkemas untuk berangkat ke sekolah. Meski aku hanya Guru Tetap Yayasan, jangan sampai terlambat datang ke sekolah. Sejak pukul 07.00 WIB. Tugas sudah aku kirim ke WhatsApp Group anak-anak. Karena masih masa matsama, kegiatan masih sederhana.

1.         Siswa melakukan sholat dhuha di rumah

2.         Melakukan absensi via WA

3.         Melakukan murojaah surat Al –Lail

4.         Menyimak guru membacakan sejarah tentang kemajemukan di Indonesia

5.         Menyanyikan lagu nasional/daerah

6.         Siswa melakukan ibadah sholat dhuhur.

Sesampai di sekolah langsung menyimak kiriman hasil belajar  siswa hari ini. Membuat daftar siswa yang sudah mengerjakan dan belum. Memberi komentar positif terhadap hasil karya mereka sebagai reward atas usaha mereka. Menyimak dan menilai kiriman voice note bacaan surat Al-Lail. Membaca dan mengoreksi jawaban atas pertanyaan peristiwa yang menunjukkan kemajemukan di Indonesia. Menyaksikan kiriman video menyanyikan lagu daerah. Karya mereka sungguh luar biasa. Beberapa siswa mampu melafalkan surah Al-Lail dengan fasih. Menjawab pertanyaan dengan runtut dengan ejaan yang benar.

Yang lebih mengharukan upaya mereka untuk membuat video menyanyikan lagu daerah sangat luar biasa. Mengintip story WA seorang ibu wali murid yang memposting kronologi pembuatan video putrinya. Story itu bertajuk “Behind the scene”. Putrinya diajak ke kebun belakang rumah yang alami.  Dengan  setting daun pisang kering yang bergoyang diterpa angin. Memilih setting tempat dekat pohon pisang disesuaikan warna baju putrinya yang berwarna kuning. Terlihat putrinya menghafal lagu daerah di handphonenya. Sang Bunda menyiapkan iringan musik downloud dari youtube. Proses menyanyi dimulai, diceritakan pada story tersebut sedikit terjadi ketegangan saat Bundanya mengingin putri sedikit ada gerakan untuk memperindah lagu. Dan sang putri tidak mau karena merasa terlalu berlebihan. Itulah sedikit kisah menarik seorang Ibu yang harus WFO tetapi tetap mendampingi putra-putrinya sebelum bekerja.

Aku tidak mengharuskan siswa melantunkan lagu dengan musik. Tanpa musikpun boleh. Yang penting mereka mengenal keragaman budaya Indonesia. Namun beberapa siswa kreatif memberi iringan. Ada pula yang hpnya dibawa kakaknya bekerja. Mereka akhirnya berkunjung ke rumah temannya untuk membuat video. Ada pula yang tidak mau merepotkan orang tua, divideo sendiri, menyanyi dengan  setting kamar tidur. Demikianlah usaha anak-anak membuat video lagu daerah. Banyak kreasi yang mereka lakukan.

Setelah selesai tugas di sekolah. Kami para guru mohon ijin pulang kepada bapak kepala sekolah. Setelah menunaikan sholat dhuhur, beristirahat beberapa menit. Kemudian berkunjung ke rumah Bu Salma. Ku siapkan beberapa bahan makanan secukupnya. Untuk dibawa ke Bu Salma. Sebetulnya hidupku tidak berlebihan. Honor guru tidak tetap, hanya cukup untuk bisa memenuhi kebutuhan hidup sederhana. Apalagi menunggu tunjangan fungsional yang tak kunjung cair. Masih proses pengajuan. Harus lebih bersabar lagi. Meski menunggu itu suatu yang menjemukan. Namun untuk berbagi tidak harus menunggu hidup kita berlebihan. Untung sekarang ada tunjangan fungsional. Pertama kali aku menjadi GTT guru tidak tetap yayasan dengan honor dibawah Rp10.000. Itu gaji GTT tahun 1991. Tahun 2004 naik menjadi Rp103.000. Tapi juga berkah dan cukup untuk hidup sederhana.

Sesampai di rumah Bu Salma, ia terlihat sedang merapikan ranting kayu sisa pakan kambing tetangga sebelahnya. Melihat kedatanganku Bu Salma mengajakku duduk di teras rumahnya. Terdengar dari dalam rumah ada   perdebatan antara ke 4 putra-putri Bu Salma. Mereka berebut hp untuk bergantian mengerjakan tugas dari para gurunya masing-masing.  “Wah, Bu. Kok selalu repot bawa sembako ke sini,” kata Bu Salma sambil menunduk. ‘’Beginilah keadaan rumah jika masa belajar di rumah. Anak-anak berebut hp untuk kirim tugas. Hpnya hanya satu. Apa masih lama masuk sekolah?”

“Insya Alloh bulan September Bu,” jawabku. “ Yang sabar memang lagi masa pandemi.”

‘’Kok tumben dolan ke sini. Mungkin ada yang bisa saya bantu,” Tanya Bu Salma kepadaku.

Belum aku jawab pertanyaannya. Pak Hambali suami Bu Salma pulang dengan membawa cangkul. Si kecil Kurnia berlari memeluk bapaknya sambil merajuk. “ Pak, belikan Nia pulsa internet. Pulsanya habis untuk kakak kirim tugas.”

Pak Hambali tidak menjawab. Pandangannya kosong mengarah ke teras tempat kami berbincang-bincang. Ia segera mengajak putri kecilnya masuk rumah. Kurnia terus merengek, matanya berkaca-kaca.

 

 

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar