Melihat hasil polling
survey sebuah sekolah di atas yang diadakan hari Minggu tanggal 12 Juli 2020.
Nampak 76 % wali murid lebih menyukai penggunaan media Pembelajaran Jarak Jauh berupa ‘WhatsApp Group’. Cukup
tinggi aplikasi ini dipilih oleh mayoritas wali murid. Sedangkan yang lagi seru
diperbincangkan yaitu google classroom sangat tidak diminati dengan alasan
penggunaannya sangat rumit. Bahkan yang mampu menggunakan beberapa aplikasi hanya sedikit sekali.
Zoom menduduki peringkat
ke dua sebesar 11,5%. Aplikasi ini biasanya digunakan untuk melaksanakan video
conference dalam rapat-rapat di sekolah maupun pembelajaran jarak jauh. Secara
sederhana penggunaan zoom ada sisi kelemahan, biasanya suara tidak terdengar jelas. Pemateri
atau pemimpin rapat suara terputus-putus. Wali murid sering menolak jika harus
menggunakan zoom karena menyita waktu, harus fokus dan tidak bisa digunakan
sambil momong balita. Apalagi sebagai peserta, harus menyiapkan diri dengan berbusana rapi. Tidak bisa hanya mengunakan daster lusuh (baju kebesaran ibu-ibu).
Dalam beberapa diskusi
sering diperdebatkan keengganan guru, wali murid dan siswa mencoba platform pembelajaran lain.
Padahal harapannya agar pembelajaran lebih variatif, inovasi dan menyenangkan. Kepala sekolah berharap guru, wali murid dan siswa mau belajar. Terutama Guru diharapkan lebih terbuka untuk mencoba aplikasi lain. Guru mau mencoba aplikasi-aplikasi yang lebih kekinian. Bahkan guru seyogyanya mau membimbing wali murid dan siswa mencoba meggunakan zoom, mentimeter, facebook, telegram, google classroom, google formulir maupun Kaizala.
Banyak asumsi yang muncul
bahkan langsung ditujukan pada guru. Kenapa guru lebih suka menggunakan
WhatsApp Group’? Karena lebih familiar atau mengkin ketidakmampuan
mereka menggunakan platform lain seperti tersebut di atas. Beberapa ahli pendidikan mengatakan sejujurnya para guru sudah terlanjur dekat dengan WhatsApp. WhatsApp
sudah dianggap mencukupi untuk melakukan pengiriman dan penerimaan pesan, melakukan
video call, melantunkan ayat al-Quran dengan voice note.
Dan yang lebih utama, WhatsApp dimiliki hampir
seluruh siswa maupun wali murid. Sehingga mudah untuk melakukan komunikasi dan
mengirim tugas melalui WA. Meski terkadang
baik siswa maupun wali murid yang masih tergolong
ibu muda. Sering menggunakan nama samaran
pada akun WAnya. Diperingatkanpun masih
saja nyaman dengan nama samarannya. Terpaksa guru sebagai admin yang mengubah
nama akunnya. Padahal guru merasa mudah jika wali murid atau siswa menggunaan
nama asli pada WA. Dan penggunaan nama asli memiliki manfaat memudahkan guru mengontrol
tugas siswa, melatih siswa percaya diri dan yang lebih penting melatih kejujuran serta kehati-hatian.
Guru mudah mengontrol
tugas siswa jika tertera nama asli. Tugas segera mudah dilist. Cepat diketahui
siswa yang sudah mengumpulkan/belum. Akan cepat dikoreksi maupun dinilai. Ketika mereka
menggunakan nama asli akan melatih percaya diri. Tugas tertulis, video, dan bacaan
ayat yang dilantunkan melalui voice note, dikirim melalui akun namanya aslinya,
menunjukkan siswa percaya dirinya tinggi. Tidak perlu malu dengan hasil karya
dan hasil belajarnya. Kadang siswa ketika mengirim hasil karya atau video masih
ada pesan yang mengikutimya. “ Maaf bu videonya jelek. Masih belajar.’’ “Maaf Bu, Nanda titip tugas video di WA
ibuku.” “ Bu, tugasnya saya kirim japri aja, ya. Hpnya agak bermasalah
hasilnya, goyang-goyang.’’
Begitu rendah tingkat
percaya diri anak-anak sehingga harus menggunakan nama samaran seperti : WOKE,
DEVI DEVON, Mrs. PURPLE, S Lwzzazzs, Yaya Kor Yayax, Bolu Aim, Cah Elek,
Petrek, dan lain-lain. Dengan nama asli pada akun WA melatih siswa jujur dan
lebih hati-hati ketika mengirim tugas kepada gurunya. Video yang mau dikirim
dicek terlebih dulu, jika perlu diedit. Tugas tertulis yang mau dikirim, jawabannya sudah
benar apa belum. Apa ada jawaban yang cuma kopi paste dari jawaban sahabat
akrabnya. Semua itu mudah diketahui jika menggunakan nama asli.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar