Minggu, 26 Juli 2020

BERGURU DI KAMPUNG TANGGUH SEMERU

Pagi ini cukup dingin, berkisar 23°C. Kami segera mengayuh sepeda menuju Kedunglurah. Tepat pukul 06.30 WIB. Orang tua yang nggowes bukan berarti  tanggung jawab di rumah keteteran. Tentu tidak. Sabtu sore kegiatan mencuci semua pakaian selesai. Mengepel rumah sudah teratasi. Minggu pagi jam 03.00 WIB sudah berkutat di dapur mempersiapkan sarapan keluarga. Setelah aktivitas subuhan, tilawah dan murojaah bersama si bocil. Maka segera sarapan pagi. Sarapan di rumah merupakan cara kami menghindari kerumunan. Karena  isu terkini komunitas nggowes menyumbang kluster terbesar penularan covid-19.

Sampai di pegunungan antara Kedunglurah-Semarum ketemu ibu-ibu cantik kelompok Senam Tera Cempaka Ngadirejo. Kamipun bertegur sapa. Mereka sangat rajin jam 06.45 WIB sudah pulang menuju ke kampung halaman. Mungkin mereka mengitari desa Ngadirejo-Ngadisuko-Semarum-Kedunglurah. Rute terdekat. Pos paling favorit mereka adalah Bukit Paralayang. Nggowes sambil mendaki bukit dan berselfi ria. Sampai di warung Semarum terlihat  penuh sesak para komunitas penggowes sedang sarapan pagi. Masakan di situ terkenal lezat. Kami dikejutkan sapaan keras Bu Komandan dan Suaminya. Beliau bersama keluarga dan kelompok senam, nggowes bersama di Bukit Paralayang.

Kami hanya selebrasi tidak ikut berkerumun. Sepeda  terus melaju mengarah ke jalur  nggowes setiap minggu. Sampai di dekat dam Sumbergayam ketemu dengan Mbah Carik Karanganom nggowes bersama putri mungilnya. Pria muda yang ramah itu mengharapkan kami mampir ke rumahnya. Entah kenapa semuda itu disebut Mbah Carik Harli. Mungkin karena ia punggawa desa yang ditetuakan. Kami hanya mengucapkan terima kasih sambil terus mengayuh sepeda. Sampailah kami di POS I, sebutan tempat kami  menata nafas. POS II di Gempolan dan POS III Bangunjaya. POS I adalah gardu Ronda Desa Karanganom. Kami berhenti menggerakkan tangan dan kaki. Agar tidak kram atau cidera. Istirahat. Tak beberapa lama Mbah Carik Harli ikut bergabung bersama putrinya. Ternyata Beliau tadi di belakang kami. Mbah Carik Harli meminta bantuan putrinya untuk memotret kami bertiga. Gadis cantik yang masih belajar di kelas III SD itu sangat lincah memainkan smartphone ayahnya.

Seperti biasanya kami berbasa basi tentang keluarga masing-masing. Dan berbincang-bincang tentang penduduk Desa Ngadirejo yang menetap di Karanganom. Ternyata istri Mbah Carik Harli juga asli warga Desa Ngadirejo. Akhirnya kami penasaran tentang kesuksesan Desa karanganom yang mempoleh juara satu Kampung Tangguh Semeru. Beliau menuturkan pada tanggal 24 juni 2020 Kapolsek Durenan mengadakan rapat terbatas  bersama Ibu Kades Karanganom beserta seluruh perangkat desanya. Guna mengikuti lomba Kampung Tangguh Semeru Desa Karanganom di Tingkat Kabupaten Trenggalek.

Kegiatan lomba Kampung Tangguh Semeru akan diikuti oleh seluruh desa sekabupaten Trenggalek yang memiliki kampung tangguh. Beliau menjelaskan Kampung Tangguh Semeru ini merupakan upaya melawan penyebaran virus Covid-19 yang dilakukan mulai dari lingkup kecil dari desa dan warga sekitar. Memang lomba Kampung Tangguh Semeru dikomando oleh kepolisian. Di Desa Karanganom memang pernah ada 2 orang warga yang reaktif terhadap Covid-19. Mereka tergolong cluster karyawan pabrik. Kampung ini memang tangguh karena penanganan warga yang reaktif melibatkan komunitas RT/RW. Mulai dari membawa ke rumah sakit, isolasi jika mengalami gejala ringan Dan yang urgen saling membantu kebutuhan ekonomi bagi yang terdampak.

Kemudian kami minta maaf karena  tidak bisa mampir ke rumah Beliau. Dengan raut kecewa Mbah Carik mengikhlaskan kami melanjutkan perjalanan. Untuk menuju   Desa Gempolan harus melalui beberapa jalur Desa Karanganom. Dalam hati, pantas mendapat juara 1 Kampung Tangguh Semeru. Setiap rumah terdapat tempat cuci tangan dengan dilengakapi ditergen. Setiap beberapa meter terdapat banner yang berisi himbauan kepada seluruh warga Desa Karanganom. Terutama ketika warga desa memasuki era New Normal. Semua banner di jalanan,  tentang aturan tetap hidup sehat, tapi tetap produktif di era New Normal. Pesan moral kepada masyarakat untuk menjaga kedisiplinan  dalam jaga jarak dan menerapkan protokol kesehatan.

Di balai desa masih terlihat rapi, meski tidak megah. Seperti baru saja ada kegiatan besar di baldes tersebut. Rumah-rumah warga mulai berbenah, nampak bersih. Beberapa pagar rumah di poros jalan, dicat putih. Dulu ketika pertama kali lewat, jalanan ini masih rimbun. Nggowes melalui poros jalan ini, sedikit kurang menyenangkan. Waktu itu masih terlihat di pinggiran jalan penuh dengan rumput dan  ranting pohon bergelayut di tengah jalan. Kini nampak rapi. Pos ronda dihiasi dengan goresan aneka cat dan banner. Yang paling berkesan di ujung Desa Karanganom, di dekat sebuah Sekolah Dasar Negeri terdapat banner yang  bertuliskan:’ Vaksinnya Covid adalah  Pakai Masker. Jaga Jarak dan Cuci Tangan. Ada juga tulisan Maskermu, Nyawaku. Memang tangguh. Desa unik yang banyak terdapat bangunan rumah kuno. Jadi Kampung Tangguh Semeru, bukannya desa yang warganya tidak ada yang reaktif. Tapi desa yang mampu melakukan penanganan dengan baik bagi warganya yang reaktif maupun yang terdampak c0vid-19.



4 komentar: