Hari ini kedatangan tamu remaja putri yang bertanya tentang cara membuat puisi akrostik. Puisi akrostik? Masih mencoba menggugah ingat kembali. Sebenarnya yang paling menyenangkan itu membuat puisi yang tanpa terikat aturan. Sehingga apa yang kita rasakan dapat kita tuangkan dengan mudah. Mengalir dengan sendirinya.
Sampai saat ini ingatanku lebih familiar dengan puisi lama dan puisi baru. Dulu pernah membantu seorang dosen dari Perguruan Tinggi UNESA. Beliau melakukan pendampingan KKG di MIN Kayen dengan mapel bahasa Indonesia. Bersama beliau banyak berdiskusi tentang puisi. Tentu pokok bahasannya puisi lama dan puisi baru. Untuk puisi lama ingatanku terpahat pada jenis syair, pantun, seloka, gurindam, karmina, mantra dan talibun. Puisi ini sangat terikat dengan aturan irama, rima, banyak kata dalam satu baris.
Puisi baru seingatku, jika ditilik dari isinya misalnya balada, himne, romansa, ode, epigram, elegi, dan satire. Sedangkan puisi baru berdasarkan bentuknya semisal: distikon, terzina, kuatrain, kuint, sektet, septime, oktaf dan soneta.
Namun yang paling menyenangkan itu membuat puisi dalam bahasa jawa, yang biasanya disebut geguritan. Asyiknya membuat geguritan ini, dengan menyusun kata-kata yang indah. Diselipkan kosa kata dari bahasa jawa lama, sebut saja basa Kawi.
Setelah merenung lama. Akhirnya puisi akrostik ini muncul dalam ingatan. Dulu ketika sekolah tingkat SMTA, sering buat puisi jenis ini. Atas permintaan teman yang sedang jatuh hati pada seseorang. Ia menuliskan nama pujaan hatinya dengan huruf besar secara vertikal. Dari atas ke bawah. Kemudian nama yang ditulis vertikal tersebut dilanjutkan dengan susunan kata-kata kesamping, yang mengungkap persaan kita. Jadi puisi akrostik adalah sebuah puisi yang dibuat dengan huruf pertama dari tiap baris menyusun sebuah kata atau kalimat secara vertikal.
Ada sedikit goresan pena sederhana, yang kuberikan sebagai contoh pada si remaja cantik yang sedang kasmaran tersebut. Mungkin bisa jadi inspirasi untuk menuangkan kata hatinya.
Perjuangan
Melangkah
sendiri, karena sudah waktunya
Untuk
mewujudkanmu, pertama kali melihat dunia
Hening...hanya
aku, kau dan bidan
Aku menggemakan selaksa doa
Melangitkan asa, memohon kemudahan
Menggeliatlah si mungil dalam gendongan
Akhirnya
kau beranjak dewasa
Demi
asamu, berani tinggalkan kota kelahiran
Awal
yang indah, dibanding aku meniti karir, dulu
Zikir
kugemakan, doapun mengalir
Inginkan
kau dijaga olehNya
Sepanjang
waktu, dalam rengkuhan Sang Khalik
Faktanya
Jakarta memang kejam dari ibu tiri, keluhmu
Impian
semula indah, pernah membuat kau terkapar tak berdaya
Kembali
ketitik nol, tersungkur oleh rundungan
Rengkuhan
Bundamu ini, membuatmu kembali berdiri
tegak
Ikrarkan
diri berjuang pantang menyerah
Jakarta, 10 Mei 2019.
Malam
Itu
Malam...pukul
dua puluh tiga
Ultrasonografi
menunjukkan ada masalah
Meski
ragu, akhirnya lembaran itu tak sempat kubaca
Tanda
tangan kububuhkan dengan tatapan hampa
Aku
terbaring pasrah...
Zygot
bertumbuh ini, enggan keluar normal
Dalam
bawah sadarku
Aku
menggenggam kakak
Fikri,
lekat dalam anganku
Fase
sadar, hanya Ayah di sampingku
Aku
berharap kakak ada, sangat berharap
Rasa
bangga ketika kalian saling menyayangi
Oase...yang
kucari di antara sahara
Benar,
ibarat temukan mata air di gurun
Beribu
rasa syukur kusanjungkan padaMu...
Allah
Azza Wajalla....
Nikmat
yang tiada tara
Ingin
ku bersimpuh padaMu atas segalanya....
Trenggalek, 12 April 2010
SENJA
Jumatan
tlah usai
Akhirnya
start menuju ke barat
Lintasi
jalanan padat merayap
Aku
berangkat dengan suka cita
Nun
jauh di sana kuusung asa untuk si sulung
Telah
bulat tekad tertambat
Oleh hasrat mengubah nasib yang surat
Luangkan
waktu sempit ‘tuk menghantarkannya
Kala
itu deru kami sampai tol Ngawi
Alam
telah menjadi kelam
Bianglala
tlah sirna
Udara
dingin, merayap di pori tubuh
Panorama
langit berarak awan
Antaranya
sedikit rona mentari jingga
Tlah
lenyap diperaduannya, menunggu gema adzan
Engkau
menunggu kami menuju rumahMU
Niat
menuju rest area
Nunggu
dan antri adalah pembiasaan
Gantian
merupakan hal tersulit dilakukan
Akan
terlihat dampak kekhusukan sholat
Walau
hanya dari sabar dan budaya antri
Itulah
kalam Illahi yang tersirat di alam
Ngawi,
26 April 2019
Mantap Bu. Jadi belajar puisi lagi.
BalasHapusInjih. Pak... Terima kasih.
BalasHapus