Nun jauh di sana, seorang kepala dusun yang memimpin dusun. Dusun/dukuh merupakan wilayah kecil bagian
dari sebuah desa. Sering dijuluki si pahit lidah, ia senang mengatakan sesuatu
yang negatif dari pada hal-hal yang positif. Karakternya sedikit arogan, kadang
gemar membunuh karakter stafnya. Karakter seorang pemimpin yang berbeda dengan
stafnya. Bak bumi dengan langit. Stafnya adalah seorang pembantu kepala dusun, seorang lelaki paroh baya yang menjadi imam masjid. Karakternya santun, islami
dan senantiasa memberi nasehat kepada temannya. Suatu ketika bapak staf kasun
mencalonkan diri sebagai kepala desa. Dan menjabat dua periode, dengan nuansa
kerja yang harmonis tenang dan menyejukkan. Namun dari segi kemampuan
administrasi pemerintahan memang kurang mumpuni. Tapi dari segi kewibawaan memimpin,
pola kepemimpinannya cukup menenteramkan warga. Tidak ada konflik yang muncul
di masyarakat yang ia pimpin. Itulah pengalaman temanku yang diceritakan sore
ini.
Ketika memasuki periode ketiga, kepala dusun yang dulu jadi atasannya ikut
berkompetisi dalam pemilihan kepala desa. Berbagai cara ia lakukan sampai
akhirnya sang kepala dusun lebih unggul dalam kancah pilkades tersebut.
Petahana kalah telak. Terjadi euforia
kemenangan. Ketika pemenang mengadakan syukuran, paha kerbau yang masih memerah
di tarik dengan sepeda motor bolak-balik di depan rumah incumbent yang kalah tadi. Permusuhan yang dulu masih skala dusun,
kini merebak lebih luas ke desa. Sang petahana, seorang tokoh agama hanya diam
diri. Menurut temanku ia hanya pasrahkan kehidupannya pada Allah SWT. Yang
selalu melindungi hambanya.
Telah dua tahun ini kepala desa baru menjabat, karakternya yang dulu belum
luntur. Siapapun yang diduga sebagai orang dekat kades lama, maka ia anggap
sebagai musuhnya. Ia menyewakan tanah untuk beberapa orang yang bertugas
sebagai tangan kanannya. Yang mencari berita, menekan orang-orang yang
sekiranya kritis di desa tersebut. Merusak ladang rakyat dengan dalih untuk
saluran irigasi. Melarang mesin pemanen padi selain mesin yang ia tentukan.
Padahal hama wereng menyerang dan tikus merusak tanaman padi yang siap dipanen.
Jika hanya satu mesin pemanen, hasil panen berkurang. Petani resah. Temanku
kadang berfikir apa yang menjadi penyebab perseteruan dua orang bertetangga
sampai tertanam bertahun-tahun. Antara Kasun dan stafnya.
Aku jadi teringat dulu ketika masih
kecil, ketika sekolah dasar diajak kakakku untuk tidur di langgar. Anak-anak
kecil setelah sholat isya tidak pulang tidur di langgar milik Pak Kyai.
Jumlahnya sekitar 10-15 anak remaja putri. Setelah sorogan, Pak Kyai akan
menceritakan sebuah kisah yang membuat anak-anak sangat senang sekali. Kadangkala
cerita yang lucu dan sering pula tentang keteladanan Rosulullah. Ingat sekali
kala itu ceritanya tentang kepemimpinan Rosulullah. Beliau, Mbah Imam Rohimi
menceritakan kepemimpinan Muhammad SAW, senantiasa mendatangkan tambahan
kebaikan. Baik bagi diri Rosulullah, keluarga, para sahabatnya maupun
masyarakat. Bukti bahwa kepemimpinan Rosulullah memiliki nilai tambah berupa
kebaikan adalah Muhammad mampu menolong diri sendiri, keluarga, para sahabat
dan masyarakat menjadi lebih sejahtera, adil, makmur baik lahir maupun batin.
Kekuasaan yang dapat menolong manusia keluar dari zaman kegelapan menuju zaman
pencerahan.
Mbah Imam selalu menceritakan bahwa hubungan Rosulullah dengan umatnya sangat harmonis. Tidak membedakan satu kaum
dengan kaum lainnya. Namun jika menilik cerita temanku tadi. Seorang pemimpin
yang memperoleh kepercayaan kemudian ia takabur. Orang lain dianggap sebagai
musuh. Menebarkan riak-riak perselisihan, terutama kepada kaum duafa. Entahlah
apa Allah akan mendatangkan peringatan kepadanya? Temanku berharap yang terbaik
kepada Allah. Seyogyanya ketika ia terpilih hendaknya bersyukur pada Allah.
Karena syukur berarti membuka nikmat. Seorang pemimpin yang syukur terhadap
nikmat akan terlihat kepemimpinannya yang transparan dan akuntabel. Kepemimpinannya
nampak dikelola secara transparan dan akuntabel sejak perencanaan, pelaksanaan
sampai pertanggungjawaban. Sehingga semasa kepemimpinannya akan melahirkan
kepercayaan dan partisipasi publik. Pemimpin tersebut kekuasaannya mendatangkan
banyak kebaikan baik untuk diri sendiri, keluarga maupun masyarakat.
Pemimpin yang berkah tidak perlu mengutus orang untuk menjadi intel
pribadinya. Cukup menjalin hubungan yang harmonis dengan rakyatnya. Pemimpin
yang bijak senantiasa kerja keras, kerja cerdas dan ikhlas untuk kesejahteraan
rakyatnya. Otomatis rakyatnya akan membantu dengan pengawasan dan doa yang
tulus. Hubungan yang harmonis antara pemimpin dan rakyatnya akan menumbuhkan
sikap terbuka, saling menolong, dan mencintai, maka tercipta sebuah desa yang
adil, makmur, berlimpah ampunan illahi.
Dulu Mbah Imam juga pernah menceritakan kisah negeri Saba’. Negeri Saba’
adalah tanda-tanda keksuasaan Allah. Sebuah negeri yang dicukupkan rakyatnya baik
sandang maupun pangan. Dalam Alquran surat Saba’ ayat 15, Allah SWT berfirman:
“Makanlah olehmu dari rezeki yang
(dianugerahkan) Tuhanmu dan bersykurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah
negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun.” Semoga desa
temanku segera pulih kembali ketenteramannya seperti pada masa pemimpin yang
dulu. Ada hubungan yang harmonis dan kecukupan kebutuhan warganya baik
kebutuhan lahir maupun batin.
Kesimpulannya seorang pemimpin jangan memanfaatkan kekuasaanya untuk
membalas dendam pada warganya.
Kepemimpinan bukan hanya memenuhi tuntutan hawa nafsunya berupa kepopuleran,
penghormatan dari orang lain, kedudukan dan status sosial. Kepemimpinan yang
berkah seharusnya sebuah usaha untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan
warganya, mewujudkan desa yang sejahtera, aman dan tidak
ada tekanan dari fihak manapun.
Keren Ibu Muslikah
BalasHapusTerimakasih Mbak Anis
HapusIstiqomah sekali ibu dalam menulis..panutan
BalasHapusTery Mas Imam. Ini berkat sering baca tulisan panjenengan
BalasHapusMantap Bu Muslikah👍
BalasHapusTERIMAKASIH BU DOKTOR
BalasHapus