Selasa, 08 Desember 2020

MENGGUNAKAN HAK SUARA PADA PILBUB TRENGGALEK 2020 DAN NETRALITAS ASN

 

Hari ini tanggal 9 Desember 2020  menggunakan hak pilih di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 002 Desa Ngadirejo. Tetap melaksanakan protokol kesehatan (Prokes), membawa pulpen sendiri dan memakai masker. Sejak pukul 09.00 suami dan anak sulung telah menggunakan hak pilihnya, karena TPS masih sepi. Mencoblos pagi menghindari kerumunan, agar tidak terpapar covid. Pun karena suami bertugas sebagai Panitia Pemungutan Suara (PPS), sehingga setelah mencoblos bisa segera ke Balai Desa untuk melaksanakan kewajibannya.

Saya berangkat agak siang, meskipun lebih awal dari  waktu yang tersirat di undangan pemilih, berjaga-jaga andai harus mengantri. Di undangan tertera waktunya 11.30 sampai dengan pukul 13.00, saya berangkat pukul 10.30 WIB. Ternyata penentuan waktu mencoblos  ini dilakukan untuk pembatasan jumlah pemilih yang ada di dalam TPS. Alhamdulillah sepi pemilih, setelah dithermogun dengan suhu 36,5℃ (jika di atas 37℃ akan mencoblos di bilik khusus). Petugas  memberi sarung tangan untuk tanda tangan di daftar hadir, sarung tangan saya pakai meskipun membawa pulpen sendiri. Setelah itu mendapat surat suara, mencoblos, melipat memasukkan ke kotak suara dan mendapat tanda tinta di jari kelingking. 

Beberapa bulan ini saya memang berhati-hati dalam bersosmed, karena adanya pilihan bupati di Kabupaten Trenggalek. Pimpinan seringkali mengingatkan netralitas dalam pilkada 2020. Menggunakan jempolpun penuh pertimbangan, terutama ketika ada unggahan dukungan terhadap cabup Trenggalek. Teman-teman saya memang banyak yang menjadi tim sukses cabup Trenggalek. Suami sering pula mengingatkan tentang posisi pegawai yang cukup strategis menjadi mesin politik pemenangan kandidat cabup karena dapat mendulang suara. Bahkan dapat mengalahkan solidaritas partai politik pengusung. Maka harus bertindak lebih bijaksana dalam menempelkan jempol di sosmed dan menirukan simbol maupun gerakan tangan.

Di sekolah tempat saya mengajar ada yang bertugas sebagai Panwascam dan PKK Durenan yang selalu mengingatkan agar saya mematuhi Peraturan Pemerintah RI nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil, dalam PP tersebut dengan gamblang menyebutkan nilai-nilai dasar yang harus di taati. Nilai-nilai tersebut antara lain ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan UUD 1945, semangat nasionalisme, mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan pribadi atau golongan, ketaatan terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan, penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM), tindakan diskriminatif, profesionalisme, netralitas,  dan moral tinggi serta semangat jiwa korp.

Sedangkan pada Undang-Undang nomor 5 tahun 2014 pasal 9 ayat (2) dijelaskan pegawai ASN (ASN dan PPPK) harus bebas dari pengaruh  dan intervensi semua golongan dan partai politik. Dalam berbagai diskusi dengan teman-teman sejawat sering diperbincangkan tentang Undang-Undang Pilkada bahwa ASN dilarang untuk terlibat dalam kegiatan kampanye serta membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan dan merugikan salah satu pasangan calon. Dalam Surat Edaran Mendagri Nomor B/71/M.SM.00.00/2017, terdapat beberapa kode etik ASN dalam pilkada: dilarang melakukan pendekatan terhadap partai politik, memasang spanduk/baliho yang mempromosikan, mendeklarasikan dirinya atau orang lain sebagai bakal calon kepala daerah/wakil kepala daerah, dilarang menghadiri deklarasi bakal pasangan  calon, mengunggah, menanggapi (seperti like, komentar dan sejenisnya), menyebarluaskan gambar/foto, visi, misi, berfoto bersama  maupun keterikatan lain dengan bakal calon melalui media online maupun media sosial.

Selain  hal di atas  dilarang pula melakukan foto bersama dengan bakal pasangan calon dengan mengikuti simbol tangan /gerakan yang digunakan sebagai bentuk keberpihakan serta menjadi narasumber dalam kegiatan partai politik. Pada kode etik terakhir ini, kemarin ketika para guru foto bersama (foto bebas) setelah visitasi pengawas hampir saja mengikuti simbol tangan salah satu bakal calon. Dan segera diingatkan oleh teman yang menjadi ketua PPK Durenen agar mengganti pose. Ternyata jika melanggar maka akan mendapat sanksi hukuman disiplin ringan maupun berat. Semoga melaui pilbup 2020 warga Trenggalek mampu memilih bupati yang amanah, adil, bijaksana dan membawa kemajuan bagi Trenggalek.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar