Rabu, 25 Agustus 2021

Pembelajaran Tatap Muka Pertama pada Zona Orange

 

Hari ini tanggal 25 Agustus 2021, melaksanakan pembelajaran tatap muka. Meskipun hanya  90 menit. Berangkat pukul 07.00 ke MIM Kamulan. Anak-anak rajin sekali, sudah siap di sekolah. Maka segera membuka pintu kantor, dan mengambil kunci kelas VI. Betapa terkejut kelas VI nampak berantakan. Padahal di awal tahun ajaran baru telah saya tata rapi dengan jumlah bangku 19. Setelah menengok ke kelas V ternyata bangku tersebut pindah ke kelas tersebut. Bangku kelas V menumpuk di depan papan tulis kelas VI. Rasa ingin tahu saya terjawab, mungkin bangku kelas VI dipakai untuk membuat video praktik pembelajaran (peerteaching) guru yang sedang PLPG virtual. Maka dengan ikhlas menata bangku lagi bersama anak laki-laki. Sedangkan anak-anak perempuan membersihkan kelas.

Pembelajaran hari ini membahas tema 2 subtema 1 tentang persatuan dalam perbedaan. Menceriterakan kehidupan warga di sebuah kampung yang bernama Kampung Cempaka. Kampung ini merupakan kampung transmigran. Seorang siswa kelas VI yang bernama Alfaroq menanyakan makna transmigran. Maksudnya mengapa Kampung Cempaka dinamakan kampung transmigran? Kemudian siswa lain menjawab karena kampung tersebut warganya berasal dari beberapa daerah padat di Pulau Jawa. Adanya perpindahan penduduk dari suatu provinsi ke provinsi lainnya. Diskusi makin asyik ketika ada siswa yang menanyakan perbedaan apa saja yang terdapatkan pada kehidupan warga Kampung Cempaka tersebut? Siswa lainnya saya persilahkan menemukan jawabannya dengan membaca pemahaman teks yang berjudul ‘Perbedaan yang Menguatkan'.

Ketika siswa mulai mencari perbedaan yang terdapat di kampung tersebut. Saya sambil berkeliling kelas, tapi tetap jaga jarak dan memakai masker. Beberapa siswa telah mencatat dibukunya beberapa temuan jawaban. Ingatan saya melayang beberapa tahun lalu ketika ikut kakak di desa Rawan Condong, Ogan Komering, Sumatera Selatan. Desa Cempaka mirip dengan desa Rawan Condong. Warganya berasal dari Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Bali. Mereka hidup rukun saling membantu sama lainnnya. Setelah siswa mencatat semua perbedaan, beberapa diantaranya membacakan temuannya. Ternyata mereka mudah menemukan jawabannya. Bahkan mampu menemukan cara menyikapi perbedaan dan mampun memberi pendapat manfaat hidup rukun meskipun dalam perbedaan.

Diskusi dilanjutkan dengan membahas tarian Lego-Lego. Sebuah tarian dari Kabupaten Alor Nusa Tenggara Timur. Tarian yang semula merupakan tarian perang ini, akhirnya digunakan sebagai upacara untuk menyambut tamu. Tarian ini memiliki pola lantai melingkar. Rasa ingin tahu anak-anak tentang pola lantai melingkar sangat tinggi. Mereka bertanya tentang pola lantai lain dalam sebuah tarian. Karena seorang penari harus menguasai perpindahan, pergerakan dan pergeseran posisi saat menari. Pola lantai sejatinya adalah pola denah yang harus dikuasai oleh seorang penari dan berfungsi untuk membuat posisi dalam sebuah ruang pertunjukan/pagelaran tari. Siswa mendiskusikan juga bentuk-bentuk pola lantai tarian. Seperti pola lantai lurus, diagonal dan melengkung. Karena contoh dalam pembahasan tersebut kebanyakan pola lantai tarian dari daerah luar Jawa Timur. Maka seorang siswa bertanya tentang tari dari daerah Jawa Timur dan jenis pola lantainya. Seperti pola lantai tari Reog Ponorogo, tari Remo, dan tari jaranan.

Diskusi sangat menarik, tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 09.00 dan saya harus menghadiri rapat rutin ASN.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar