Webinar
hari ini terasa luar biasa, karena dihadiri oleh para tokoh nasional. Salah
satu tokoh idola saya adalah Bapak Imam Suprayoga. Beliau warga asli Trenggalek.
Pada kesempatan itu Beliau menyampaikan sesuatu yang menginspirasi saya. Selama
9 tahun pernah menulis setiap hari tanpa henti. Wah, luar biasa! Beliau mempunyai kurang lebih
4.600 judul makalah pendek. Beliau mengingatkan menulis sebaiknya jangan
digunakan mencari uang. Karena menulis adalah hobi. Menyampaikan pikiran kepada
orang lain. Menulis harus siap untuk dikritik. Kadang juga akan menerima sikap/komentar
yang tidak menyenangkan. Berarti menulis juga melatih mental untuk kuat menerima kritikan. Inilah yang perlu disiapkan bagi pemula seperti saya ini.
Bapak
Imam Suprayoga juga sering membaca tulisan anggota SPK, dan juga sering
mengomentari. Ketika Beliau mengomentari bukan berarti memusuhi. Namun Beliau
mengajak berdialog. Namanya juga Sahabat Pena, sejatinya kita semua bersaudara.
Makanya juga harus saling berkomunikasi. Beliau memberi saran agar tulisan
enak, sebaiknya jangan menulis dengan pikiran, menulislah dengan yang punya
pikiran, yakni menulislah dengan hati. Sehinga enak dibaca enak diresapi. Dengan
demikian dapat berkomunikasi dari hati ke hati, sehingga lebih mengalir (enak).
Ketika kita menulis dengan yang mempunyai pikiran, maksudnya yang punya pikiran
adalah ruh/hati. Berarti menulis dengan rasa. Menulis dari pikiran ke pikiran,
dari otak ke otak, akan menghasilkan tulisan yang kurang baik. Menulis dengan
rasa lebih enak/baik. Di akhir sambutannya Beliau berharap semua penulis
mendapat inspirasi, petunjuk dan pertolongan serta mendapat kasih sayang dari
Allah dan Rosul. Sehingga tulisan bermanfaat bagi orang lain.
Pemateri
berikutnya Bapak Mulyadhi Kertanegara, karir menulis Beliau diawali dari menulis
catatan harian. Modal menulis secara personal catatan harian tidak terbebani
dengan ketakutan. Dengan catatan harian melatih menulis dengan kejujuran. Dengan
cara ini (menulis catatan harian) akan melepaskan beban. Berusaha jujur menuliskan
isi hati. Berarti menulis dari hati ke hati. Bisa mengkritik orang lain
sesuai kata hati. Tidak ada kekhawatiran sama sekali. Beda dengan menulis buku
ilmiah/tesis terasa ada beban karena akan dikoreksi oleh orang lain. Tulisan Beliau
antara lain tentang akademik, terjemahan, suntingan, antologi dan lain-lain. Namun
kebanyakan tulisan Beliau adalah tulisan personal. Beliau gemar menulis tangan.
Beliau juga pernah menulis hasil mengajar secara oral. Ilmu yang bisa dipetik,
mengajar bisa menjadi inspirasi untuk membuat buku. Apapun yang kita sampaikan kepada siswa/mahasiswa bisa dicatat dan menjadi buku. Bisa dicoba teknik ini.
Motivasi Bapak Mulyadhi gemar menulis adalah untuk mengabadikan hidupnya. Beliau bercermin dari kehidupan Plato. Meskipun Plato telah meninggal dunia, karya-karyanya tetap dikenang hingga kini. Selain itu juga untuk menyampaikan kebenaran. Beliau rajin membuat buku untuk mengkritik para penulis yang gemar menyudutkan agama Islam. Menurut Beliau menulis juga memberi manfaat bagi orang lain. Buku mampu menjadi lentera untuk mencerahkan orang lain menuju jalan kebaikan. Yang paling mengagumkan menulis dapat menaklukkan waktu. Bukan waktu yang menaklukkan kita. Jangan sampai waktu sia-sia tanpa ada karya. Yang menakjubkan Beliau mampu membuat buku rata-rata 1 bulan, bahkan ada yang dua minggu. Beliau mengatakan menulis dengan tangan terasa tanpa beban, mengalir begitu saja. Ada niat, membuat ouline, berdoa pada Allah, membersihkan hati hasilnya dapat menulis dengan tangan sangat cepat. Dengan cara manual/dengan tangan dapat menulis dengan tuntas. Satu hari dapat menulis 1 bab. Beliau mengibaratkan menulis dengan tangan layaknya makan dengan tangan. Ada ikatan batin yang kuat. Tahu persis apa yang harus ditulis. Setelah itu pasrah pada Allah hasilnya, untuk menghilangkan kecemasan terhadap kritik/komentar pembaca. Yang terpenting ada semangat yang membara, selalu konsisten, dan istiqomah.
Bapak
Golagong ternyata pernah menjadi duta baca Indonesia. Pada saat SMA tahun 1981
beliau berdoa agar disukseskan menjadi penulis. Kelak jika berhasil menjadi
penulis akan membangun sebuah tempat
untuk anak-anak muda berkreasi di bidang sastra, jurnalistik maupun perfilman. Akhirnya
Beliau berhasil membuka rumah dunai. Ternyata Allah mengabulkan doa Beliau. Maka Beliau rancang 7 pilar yang mendukung
kesuksesan rumah dunia antara lain (1) basecamp sebagai sekretariat, (2)
koleksi buku, (3) relawan, (4) program, (5)jejaring, (6) publikasi, (7) dana. Rumah dunia yang bertujuan mencerdaskan kawula muda. Menurut pak Golagong sebuah ideliasme
butuh dana. Maka dana yang menggerakkan
rumah dunia:(1) anggaran belanja rumah tangga, (2) relawan, (3)simpatisan, (4)
unit usaha, (5)jualan buku, (6) asset yayasan, (7) titipan kegiatan kementerian
dan CSR. Anggaran rumah tangga ini merupakan honor Beliau sebagai narasumber,
royal buku, novel, TV dan royalty fil “Balada si Roy”. Prinsip beliau enggan meminta-minta meskipun harus melalui pengajuan proposal. Sikap mandiri yang patut kita contoh. Andaikan Allah berkenan memberi jalan, saya ingin bergabung di kelas online
milik Pak Golagong untuk belajar menulis novel.
Mamtap sekali ulasannya Bun.. Semangat terus!
BalasHapusTerimakasih motivasinya Bunda
BalasHapus