Selasa, 03 Agustus 2021

Kisah Pilu Bumil yang Terpapar

 

Sesuatu yang ingin saya jauhi adalah menulis tentang pandemi covid-19. Membaca atau melihat berita tentang paparan covid-19. Namun melihat penyebarannya yang mengganas, sehingga tergelitik untuk mengamatinya. Faktanya virus itu semakin dekat dengan masyarakat pedesaan. Mengalir bak hembusan angin yang tak terlihat namun dapat dirasakan.Virus mewabah dengan cepat, karena masyarakat tetap berkerumun meskipun ia terpapar. Masyarakat tetap melangsungkan hajatan, warga tetap mendatangi hajatan meskipun dalam kondisi terpapar. Badannya terlihat sehat namun ia orang tanpa gejala. Masyarakat tetap WFO meskipun ia dalam kondisi mengalami gejala sedang ataupun ringan. Anak-anak tetap mengaji meskipun ia batuk, pilek, tidak mampu membau. Kenyataan ini menjadikan covid-19 mencemari udara pedesaan yang sejuk.

Sebuah keluarga yang terpapar semuanya, karena sang ayah tertular dari temannya satu kantor. Anaknya yang terinfeksi dari temannya yang bergejala sedang. Ibunya yang tertular ketika rewang di pesta hajatan. Demikianlah faktanya, sehingga pedesaanpun mulai tercemar. Patutlah bersyukur jika hanya menderita gejala sedang. Namun akan sangat fatal jika mengalami gejala tingkat tinggi. Demam sampai berminggu-minggu, badan panas, dan sulit bernapas (sesak). Apalagi jika yang diserang lambung, memiliki gejala seperti tipes. Lidah merasakan pahit dan nafsu makan menurun. Akhirnya badan lemas karena tidak ada asupan yang bisa dicerna oleh organ pencernaan.

Ketika menyerang virus ini tidak mengenal usia. Dulu yang dianggap rentan adalah orang-orang tua yang memiliki penyakit bawaan. Kini virus ini menyerang anak-anak, remaja, ibu hamil dan orang lanjut usia. Sebuah kisah nyata, salah satu wali murid MIM Kamulan yang sedang hamil tua. Ia berobat ke bidan. Setelah diperiksa bumil ini positif. Dampak setelah diberitahu ia positif, kondisi tubuhnya melemah. Merasakan hendak melahirkan. Ia dibawa ke rumah sakit untuk proses melahirkan. Namun bayi tidak bisa keluar sempurna hanya sebatas leher saja. Karena sang bunda telah berhenti bernapas. Bayi dikeluarkan paksa dengan penanganan khusus. Sang bayi dirawat di rumah sakit. Bundanya segera dimakamkan dengan protokol kesehatan (layaknya jenzah yang terpapar). Ayahnya selalu berdoa semoga bayinya mendapat mukjizat. Allah memberikan limpahan kesehatan sehingga bisa tumbuh menjadi dewasa. Namun takdir Allah berkehendak lain, bayi tersebut juga meninggal dunia.

Memang pada pertengahan hingga akhir bulan Juli, warga Kamulan dalam kondisi berkabung. Saat itu hampir setiap hari ada warga yang meninggal. Hingga 2 orang sampai empat orang warga meninggal dunia dalam satu hari. Kebanyakan meninggalnya karena paparan covid-19. Bulan Agustus ini sejatinya waktunya pembimbingan KSM bagi 2 siswa MIM Kamulan. Karena kondisi darurat seperti ini. Kamulan dalam zona merah tua, maka pendampingan dilakukan setiap dua hari sekali. Semoga pandemi ini segera berakhir. Semua atas kehendak Allah. Tiada daya dan kekuatan kecuali pertolongan dari-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar