Senin, 09 Agustus 2021

Baner Penujuk Arah

 

Mendatangi hajatan merupakan tradisi yang biasa dilakukan warga desa. Walaupun jarak tempuhnya sangat jauh dan melelahkan. Demi sebuah persahabatan tidak menjadi soal. Kemarin, hari Kamis tanggal 5 Agustus 2021 menuju desa Karanganyar kecamatan Pule. Bertandang ke Pule sebetulnya telah beberapa kali. Sejak saya masih mengenyam pendidikan di Sekolah Pendidikkan Guru Negeri (SPGN) Trenggalek. Saat itu teman satu kos sedang berduka cita, sehingga takziah ke Jombok Pule. Pernah juga bertandang ke rumah teman yang tinggal di dekat kantor kecamatan Pule. Mengikuti perkemahan di salah satu desa di kecamatan Pule yang penuh kenangan. Begitu juga pernah takziah di tempat saudara yang juga masuk wilayah kecamatan Pule. Bedanya hari ini bersepeda motor, dulu pergi ke Pule naik colt, mobil bak terbuka atau rombongan mobil cateran.

Ketika sampai di desa Gamping kecamatan Suruh terasa dingin sekali. Semakin melaju ke atas semakin dingin. Sampai di desa Kasrepan belok kanan. Suami lupa jalan menuju rumah Pak Murdianto. Bertanya pada sepasang suami istri yang tengah duduk di emper pertokoan. Keduanya belum tahu rumah yang punya hajat. Ketika kami sedang berbincang-bincang, beberapa orang yang sedang menurunkan barang dari sebuah truk menyambung percakapan. Ia mereka menunjukkan arah rumah Pak Mur. Ramah sekali warga pedesaan, mereka dengan senyum ramah menunjukkan rumah pak Mur. Setelah melaju menuju arah yang ditunjuk, ternyata di setiap belokan jalan ada sebuah baner. Baner gambar keluarga Pak Murdianto yang disertai tanda panah penunjuk arah.

Motor melaju terus menuju desa Karanganyar. Jalanan menuju desa itu menurun tajam dan licin. Karena beberapa hari hujan turun. Jalan desa menuju rumah Pak Mur terbuat dari beton pada kedua sisinya. Bagian tengah tanah bercampur kerikil. Sampailah di tempat yang dituju. Lega sekali rasanya, semula khawatir tergelincir karena jalan terlalu licin. Sampai di depan terob, menunggu satgas covid-19 menyemprotkan handsanitizer ke tangan. Jalan menanjak menuju terop. Sangat becek, tanah berlumpur terkena air hujan. Kalau di desa saya, untuk mengurangi tanah becek diberi kerakal/kerikil. Di desa pak Mur tanah becek tersebut ditimbun dengan sekam/kulit padi. Pada musim pandemi covid-19 ternyata penerima tamunya banyak sekali, lebih dari 15 orang. Baik laki-laki maupun perempuan tanpa jaga jarak. Yang lebih mengherankan lagi, hajatan ini dalam rangka ulang tahun putrinya. Bukan hajatan yang mendesak seperti pernikahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar