Mendatangi
hajatan merupakan tradisi yang biasa dilakukan warga desa. Walaupun jarak
tempuhnya sangat jauh dan melelahkan. Demi sebuah persahabatan tidak menjadi
soal. Kemarin, hari Kamis tanggal 5 Agustus 2021 menuju desa Karanganyar
kecamatan Pule. Bertandang ke Pule sebetulnya telah beberapa kali. Sejak saya
masih mengenyam pendidikan di Sekolah Pendidikkan Guru Negeri (SPGN)
Trenggalek. Saat itu teman satu kos sedang berduka cita, sehingga takziah ke
Jombok Pule. Pernah juga bertandang ke rumah teman yang tinggal di dekat kantor
kecamatan Pule. Mengikuti perkemahan di salah satu desa di kecamatan Pule yang
penuh kenangan. Begitu juga pernah takziah di tempat saudara yang juga masuk
wilayah kecamatan Pule. Bedanya hari ini bersepeda motor, dulu pergi ke Pule naik
colt, mobil bak terbuka atau rombongan mobil cateran.
Ketika
sampai di desa Gamping kecamatan Suruh terasa dingin sekali. Semakin melaju ke
atas semakin dingin. Sampai di desa Kasrepan belok kanan. Suami lupa jalan
menuju rumah Pak Murdianto. Bertanya pada sepasang suami istri yang tengah
duduk di emper pertokoan. Keduanya belum tahu rumah yang punya hajat. Ketika
kami sedang berbincang-bincang, beberapa orang yang sedang menurunkan barang
dari sebuah truk menyambung percakapan. Ia mereka menunjukkan arah rumah Pak
Mur. Ramah sekali warga pedesaan, mereka dengan senyum ramah menunjukkan rumah
pak Mur. Setelah melaju menuju arah yang ditunjuk, ternyata di setiap belokan
jalan ada sebuah baner. Baner gambar keluarga Pak Murdianto yang disertai tanda
panah penunjuk arah.
Motor
melaju terus menuju desa Karanganyar. Jalanan menuju desa itu menurun tajam dan
licin. Karena beberapa hari hujan turun. Jalan desa menuju rumah Pak Mur
terbuat dari beton pada kedua sisinya. Bagian tengah tanah bercampur kerikil.
Sampailah di tempat yang dituju. Lega sekali rasanya, semula khawatir
tergelincir karena jalan terlalu licin. Sampai di depan terob, menunggu satgas
covid-19 menyemprotkan handsanitizer ke tangan. Jalan menanjak menuju terop.
Sangat becek, tanah berlumpur terkena air hujan. Kalau di desa saya, untuk
mengurangi tanah becek diberi kerakal/kerikil. Di desa pak Mur tanah becek
tersebut ditimbun dengan sekam/kulit padi. Pada musim pandemi covid-19 ternyata
penerima tamunya banyak sekali, lebih dari 15 orang. Baik laki-laki maupun
perempuan tanpa jaga jarak. Yang lebih mengherankan lagi, hajatan ini dalam
rangka ulang tahun putrinya. Bukan hajatan yang mendesak seperti pernikahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar