Tahun
depan banyak saudara dekat yang akan mengadakan hajatan pernikahan anaknya. Ada
yang unik dan patut saya pelajari dari perencanaan mereka. Mungkin itu adalah
warisan leluhur mereka yang tidak kita temukan dalam perencanaan pernikahan
kalangan menengah ke atas. Hal tersebut menjadi ilmu bagi saya, karena ilmu
tidak selalu diperoleh dari buku. Bisa juga dari pengamatan kejadian yang ada
di lingkungan. Justru ilmu yang diperoleh dari lingkungan sekitar tergolong
kontekstual, bermakna untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kala empat
orang ibu akan menikahkan anaknya, dan mereka bertemu. Perbincangan yang seringkali
menghangat tentang kiat-kiat menyiapkan pesta pernikahan anak-anak mereka. Di
sinilah saya banyak belajar dari mereka. Keempatnya ibu muda yang akan
menyiapkan hajatan pada tahun yang sama untuk anak pertama mereka. Meskipun
tanggal dan bulannya berbeda.
Ibu-ibu muda ini kelihatannya mempersiapkan kebutuhan
pesta nikah dengan sistem mempersiapkan segala sesuatu yang bisa dilakukan
sendiri (mencicil). Sehingga kelak semuanya tidak harus beli ketika pesta nikahan akan
tiba. Mereka kompak menumbangkan kayu untuk bahan bakar. Suami mereka blandong kayu yang meliputi menebang,
mengangkut ke rumah, membelah dan mengeringkannnya. Kebutuhan kayu ini sampai
beberapa kubik, ditata rapi di belakang rumah. Kemudian menanam kedelai, kedelai
yang sudah tua dikeringkan dan di masukkan dalam beberapa blek. Agar tidak berjamur/membusuk setiap satu bulan sekali kedelai
ini dipanaskan di halaman. Kedelai ini nantinya akan diolah menjadi tempe.
Tempe akan dimasak menjadi sayur basah dan sayur kering (sambal goreng) untuk
dikemas dibawa pulang tamu undangan. Biasanya satu paket dengan nasi dan jajanan. Pada
musim tanam padi mereka sengaja menanam ketan
dalam jumlah banyak. Ketan ini nantinya hendak dibuat jenang, jadah, madu
mangsa dan wajik.
Ketika
salah satu dari mereka ada yang berkebun di lereng gunung Campurdarat
Tulungagung, dan memiliki tanaman singkong. Mereka berempat sepakat membuat
krupuk dari singkong. Yang lain membeli dari saudaranya tersebut dengan harga
murah. Cara membuatnya singkong diparut kemudian dikasih air dan garam. Adonan
diratakan pada daun pisang dan dikukus. Setelah masak adonan dikeringkan.
Setelah agak kering sebagian dipotong segiempat dan sebagian dipotong mirip
stik. Yang persegi untuk krupuk singkong dan yang bentuk stik untuk sambal goreng.
Bila sudah mendekati hari pernikahan merekapun akan membuat kacang telor,
kacang klici dan kripik pisang dari hasil bercocok tanam. Bahkan salah satu dari
mereka sudah mulai menyiapkan mangkok untuk souvenir dari mencicil membeli
setiap minggu belanja di pasar. Sungguh emak-emak yang kreatif.
Sedangkan
bagi beberapa kawan yang memperoleh rezeki lebih, para golongan menengah ke
atas. Mereka tidak akan bersusah payah seperti itu. Seharian di dapur membuat opak lempeng, telaten mengeringkan
kedelai agar tidak berjamur. Dalam beberapa perbincangan kalangan ini ketika
menjelang hajatan adalah photo prewedding, fotografer, tempat nikah
(gedung/rumah sendiri/hotel), catering, souvenir, MUA, musik pengiring dan
sound system. Banyak ilmu yang diperoleh dari cara mereka menyiapkan acara
hajatan. Meskipun mereka masih dibatasi protokol kesehatan untuk hajatan pernikahan di masa pandemi ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar