Bunga Air Mata Pengantin |
Anak-anak
kembali daring, setelah Kabupaten Trenggalek dinyatakan tertinggi kedua terkait penambahan
jumlah pasien positif Covid-19. Wali murid kembali mengeluh, putra-putrinya
sudah jenuh belajar dari rumah. Ketika hendak didampingi belajar daring, banyak
alasan yang dilontarkan putra-putri mereka. Buku sudah disiapkan untuk
mengerjakan tugas daring, si anak alasan mau mandi, makan pagi, meraut pensil
dan banyak lagi alasan. Ujung-ujungnya mereka pergi bersepeda atau main game.
Beberapa wali mengeluh, waktu pembelajaran daring rumah mereka layaknya drama
ibu tiri yang riuh oleh teriakan-teriakan. Maka yang mampu saya lakukan memberi
motivasi kepada para ibu muda untuk bersabar, telaten dan kreatif dalam
memberikan reward. Reward sangat penting agar anak kita antusias dalam mengerjakan tugas daring. Reward bisa berupa usapan di kepala, ucapan hebat, dibuatkan makanan ringan atau minuman menyegarkan.
Setelah
pembelajaran daring selesai, para guru MIM Kamulan segera pulang. Sebelum
menuju rumah masing-masing saya ikut ibu-ibu mampir ke kios bunga. Kios bunga
baru yang berada di desa Pakis. Kios ini tergolong murah, misalnya untuk bunga Air
Mata Pengantin (AMP) yang di kios lain kisarannya Rp25.000, di sini hanya Rp15.000.
Padahal ukuran sama baik tinggi maupun jenis potnya. Sementara ini keinginan memiliki Air Mata
Pengantin (Antigonon leptopus) masih
saya pendam, jika terlanjur merambat butuh anjang-anjang
untuk menampungnya. Sementara ini belum siap merawat bunga yang sering dijuluki
Si Perambat Cantik. Akhirnya cukup
beli mawar putih tulang (Rosa alba) dan
bunga krisan (Chrysanthemum Segetum). Bunga krisan ini dulu sering disebut seruni. Penasaran
tanya tentang keladi tengkorak (Alocasia
curpea) meskipun di rumah ada tiga pot. Mungkin jika harga tetap menanjak
bisa saya jual di sini/barter. Ternyata penjual mengatakan harga keladi tengkorak
di sini perhelai daun Rp 25.000. Sedangkan untuk keladi wayang (Cladium red beauty), perbatang Rp40.000.
Pada
masa pandemi covid-19 tetap dibutuhkan tekad untuk lebih logis membelanjakan
uang. Apalagi untuk membeli bunga yang harganya makin dipermainkan pedagang. Dulu keladi
tengkorak dan keladi wayang (Cladium red
beauty), tidak perlu beli, diberi seorang ibu yang hobi mengoleksi bunga.
Kini para pengoleksi justru menjual bunga yang sudah dikembangbiakan pada
pedagang keliling. Yang sengaja mendatangi ibu-ibu untuk membeli bunganya.
Meski tanamanku pernah didatangi penjual, rasanya masih enggan untuk
melepasnya. Justru masih ingin menambah koleksi bunga. Bunga yang mampu dibeli,
ramah dengan isi dompetku.
Kesimpulannya tetap memberikan motivasi pada para wali murid, untuk tetap sabar mendampingi putranya belajar. Di masa pandemi tetap berhemat dalam membelanjakan uang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar