Senin, 23 November 2020

ANTARA SUGIHAN KAMPAK DAN SIYOTOBAGUS BESUKI

 



       Setelah pulang sekolah segera ganti baju, siap-siap berangkat ke rumah Pak Mario Akopo untuk mengantar pengantin. Pak Mario penduduk asli Timor Leste yang menikah dengan warga Ngadirejo. Namun rombonganku menghendaki menunggu di gang depan tidak perlu ke rumah Pak Mario. Keponakan yang baru duduk di kelas 2 SD mengatakan rombongan pengiring temanten sudah berangkat sejak tadi. Akhirnya rombongan kami meluncur  ke arah barat. Ketika menengok ke arah timur/rumah pengantin putri nampak sepi. Yakin dengan info yang  kuterima langsung tancap gas menuju ke desa Sugihan Kampak. Tanpa aral melintang sampai ke tempat tujuan. Karena memang sudah menanyakan lokasi kepada teman yang rumahnya di Sugihan Kampak. Sesampainya di sana masih sepi, hanya rombonganku saja. Setelah rombonganku turun dari kendaraan berdatangan juga tamu undangan yang mengendarai sepeda motor. Kendaraan lain belum ada, apalagi mobil elf  keluarga mempelai putri. Wah, ini akibat jika percaya dengan anak belum cukup umur.

Setelah satu jam menunggu, mobil mempelai dan elf keluarganya datang. Mobil elf terlambat datang karena salah arah, hampir 5 km terus melaju ke arah barat. Untung segera bertanya kepada warga setempat. Matahari sangat terik, para pengiring pengantin berteduh di bawah pohon pisang. Untuk menunggu tuan rumah menyiapkan prosesi menyambut kedatangan mempelai. Kemudian tuan rumah mempersilahkan tamu undangan duduk pada tenda yang dipasang di gang jalan masuk. Tamu undangan duduk tanpa social distanching namun tetap pakai masker. Memang kondisi tempat agak darurat jadi tidak bisa jaga jarak. Alhamdulillah prosesi cukup singkat, sehingga bisa segera meninggalkan lokasi kirab pengantin. Warga desa Ngadirejo terlihat mematuhi prokes, sesudah keluar dari tenda banyak yang cuci tangan, tetap menggunakan masker, dan ada pula yang menggunakan handsanitizer.

Proses mengantar pengantin selesai, selanjutnya hendak  mendatangi hajatan pernikahan putra Mbak Sri Yuhani di Siyotobagus Besuki. Karena ada undangan walimatul aqiqah, disepakati buwuh ba'da isya. Berangkatlah menuju lokasi dengan denah tempat sudah ditanyakan kepada teman yang sudah buwuh terlebih dahulu. Namun karena malam hari tersesat juga sampai desa Nglampir. Bapak sopirnya lebih dari 20 tahun tidak pernah lagi ke Siyotobagus. Ke sana pertama kali ketika menghadiri nikahan Mbak Si Yuhani. Akhirnya putar balik ke arah semula, hanya berdasarkan insting saja belok kiri. Ketika ada cabang jalan, bertanya kepada warga ternyata rumah Mbak Sri kurang lebih 1km lagi. Segera meluncur ke lokasi, sesampainya di sana kami sangat takjub. Masjid yang dulu masih mungil sederhana, kini berdiri megah. Ikut bangga sekaligus bersyukur melihat bangunan itu.

Rombonganku sempat bercengkerama lama karena tamu tidak terlalu banyak. Bercerita tentang masa kecil, kala belajar bersama di Pondok Pesantren milik Kyai Musni Zaini. Begitu pula waktu sekolah menengah, juga pada satuan pendidikan yang sama. Kenangan yang indah bagi mereka. Mbak Sri Yuhani sangat akrab dengan keluarga kami. Setiap ada acara reuni santri di pondhok Hidayatul Mubtadiin, ia selalu mampir ke rumah kakak. Dengan membawa oleh-oleh hasil sawah seperti terong, kacang maupun mentimun, dan lain-lain. Buwuh dan temu kangen selesai sudah, segera bergegas pulang.

Tak ingin melewati jalan sama dan sulitnya putar balik, maka langsung melaju ke depan. Ternyata banyak cabang jalan, banyak perempatan. Malam yang telah larut, lampu penerangan yang minim serta hujan rintik-rintik menjadikan situasi terasa senyap. Merasa jalanan yang dilalui asing dan horor. Hendak bertanya belum menemukan warga yang berada di luar rumah. Tetap berkendara lambat sambil mencari warga yang bisa ditanyai arah menuju Bandung Tulungagung. Akhirnya ada warung kopi, seorang pemuda menunjukkan arah menuju desa Bandung. Setelah berkendara lurus ternyata sampai juga ke RS Zidan dan menemukan perempatan Bandung. Berarti arah menuju rumah sudah dekat. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar