Tanggal
25 Mei 2021 proses diseminasi makin menghangat. Para guru tidak hanya
menanyakan sintak dari masing-masing model pembelajaran. Namun juga membahas
tentang kemampuan siswa MI dalam menerapkan model pembelajaran tersebut.
Mampukah mereka melakukan penyelidikan terbimbing (discovery)? Bisakah mereka melakukan penelitian mandiri melalui inquiry? Maka jawabannya sederhana
mereka mampu melaksanakannya jika sintak model pembelajaran tersebut kita
sederhanakan. Sebagai gambaran siswa kelas V menanam sayuran di halaman MIM
Kamulan. Mereka menemukan satu polybag tanaman terong mulai terhambat
pertumbuhannya. Maka masalah yang kontekstual ini bisa dijadikan pembelajaran
menggunakan model discovery dan inquiry sederhana. Tanpa terasa mereka telah
melakukan penelitian.
Jika
guru ingin menerapkan discovery maka
siswa diajak menemukan tanaman terong lain yang mengalami permasalahan
pertumbuhan. Setelah ditemukan tanaman terong tersebut dikumpulkan. Melalui pembelajaran
discovery learning siswa diminta mengamati, mencatat dan menyimpulkan
penyebab terhambatnya pertumbuhan terong di halaman MIM Kamulan. Namun jika
ingin melakukan pembelajaran melalui inquiry
learning dan siswa harus mampu mencapai kompetensi memahami penyebab terong
terhambat pertumbuhannya. Siswa ditugaskan untuk mencari penyebab dari berbagai
sumber. Mereka diperbolehkan membaca buku di perpustakaan, googling diinternet,
dan sumber-sumber lainnya. Kemudian siswa menghubungkan hasil pengamatannya
dengan informasi yang mereka diperoleh dari berbagai sumber.
Sedangkan
pada pembelajaran problem based learning/PBL, kegiatan guru menjelaskan tujuan pembelajaran,
peralatan yang diperlukan, memotivasi siswa terlibat aktif pada kegiatan
pemecahan masalah yang dipilih. Guru
membimbing siswa berkelompok dan berkolaborasi untuk menyelesaikan tugas dan
memecahkan masalah yang tertuang dalam LKPD. Selanjutnya guru memotivasi siswa
mengunpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan penyelidikan baik dengan
membaca buku, menelaah data dari berbagai referensi seperti buku, majalah,
internet, hasil wawanacara dan lain-lain. Gurupun harus membimbing siswa
mengolah hasil temuannya baik berupa data, maupun alasan logis. Guru juga tetap
harus mendampingi siswa dalam menyusun laporan tertulis dam lisan. Bisa juga
berupa makalah, mind mapping atau infografis. Yang harus tetap diterapkan kepada siswa adalah memotivasinya agar secara bergilir, setiap kelompok
mempresentasikan hasil kerjanya. Kelompok lain memberikan tanggapan baik berupa
pertanyaan, tanggapan, maupun usulan. Kegiatan dilanjutkan dengan menyusun
kesimpulan sesuai dengan masukan yang
diperoleh dari kelompok lain.
Karena
kemarin yang hadir adalah guru kelas rendah (kelas 1, 2, 3) dan guru kelas
tinggi (kelas 4, 5, 6). Sehingga muncul pertanyaan: mampukah siswa kelas 1, 2, 3
berdiskusi, berkolaborasi dan presentasi? Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa
diskusi di kelas rendah dapat diterapkan dengan cara sederhana. Siswa diberikan
LKPD, mereka dibimbing menjawab LKPD dalam kelompoknya. Kegiatan tersebut sudah
termasuk diskusi (bekerja kelompok) dan kolaborasi (bekerja sama menyelesaikan
tugas). Presentasi di kelas rendah tidak harus menggunakan power point, menggunakan
LCD. Cukup membaca LKPD, kelompok lain menanggapi dengan cara bertanya,
menyampaikan saran maupun usulan. Jika mereka tidak dilatih presentasi,
memaparkan materi. Kelak jika sudah dewasa merekapun akan selalu takut,
menghindar jika diberi tugas berhadapan dengan audien.
Sedangkan
pada project based learning/PJBL, yang
dilakukan guru dengan menyampaikan permasalahan
yang harus diselesaikan atau menyampaikan tugas pada siswa untuk membuat
sesuatu serta menanyakan cara
menyelesaikannya. Guru membimbing siswa menyusun desain perencanaan produk yang
logis dan praktis. Ketika siswa hendak menyusun
produk, guru memperbolehkan siswa agar mencari referensi dari buku, media
elektronik, internet dan para ahli. Guru sebaiknya membuat kesepakatan dengan
siswa. Kesepakatan tersebut antara lain: waktu siswa harus memulai proyeknya, kapan
bisa melakukan bimbingn dengan guru, serta waktu proyek tersebut harus
dikumpulkan. Secara berkala guru akan memeriksa sampai pada tahap mana
perkembangan proyek yang dikerjakan
siswa. Guru juga harus memeriksa keaktifan setiap anggota kelompok dalam
menyelesaikan proyek. Jadi guru harus membuat lembar monitoring pelaksanaan
proyek.
Dari
beberapa guru kelas rendah muncul pertanyaan. Mampukah siswa kelas 1, 2 dan 3 melakukan
pembelajaran berbasis proyek? Saya jawab, siswa kelas 2 MIM Kamulan pernah
melaksanakan pembelajaran berbasis proyek mempelajari pertumbuhan tanaman dengan
menanam kecambah pada bekas gelas air mineral. Kelas 6 menanam bamer, baput,
lengkuas, kentang, cocor bebek, wortel untuk membuktikan reproduksi secara vegetatif
alami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar