Materi
moderasi beragama kemarin sangat menarik. Sehingga masih menjadi bahan diskusi
beberapa teman. Juga menjadi sarana untuk introspeksi. Sudahkah kita melaksanakan moderasi dalam beragama? Apakah di
lingkungan kita sudah melaksanakan moderasi dalam beragama? Ataukah justru
kebalikannya? Banyak sekali benih-benih radikalisme yang menjamur di sekitar
kita. Muncul prilaku intoleransi dalam beragama. Merasa agamanya paling benar.
Menganggap faham yang dianut paling tepat. Sikap apatis terhadap wawasan
kebangsaan. Itulah yang berkecamuk dalam benak para guru. Sudahkah guru bijak
dalam menyikapi pertanyaan siswa tentang jihad dalam islam? Maka perlu kita
mendalami moderasi beragama. Indikator apa saja yang mampu menunjukkan adanya
moderasi beragama. Atau memang moderasi beragama itu merupakan hal absurd
sehingga sulit diukur.
Sejatinya moderasi beragama bukan hal absurd yang tak bisa diukur. Keberhasilan penerapan
Moderasi Beragama (MB) dalam kehidupan masyarakat di sekitar kita dapat
terlihat dari adanya penerapan empat indikator utama berikut ini:(1) komitmen kebangsaan, (2)
toleransi, (3) anti kekerasan, (4) penerimaan tradisi. Kondisi suatu lingkungan yang memiliki komitmen kebangsaan akan nampak pada prilaku masyarakat dalam
menerima prinsip-prinsip
berbangsa yang tertuang dalam konstitusi: UUD 1945 dan regulasi di bawahnya.
Sedangkan
toleransi merupakan sikap menghormati
perbedaan dan memberi ruang orang
lain untuk berkeyakinan, mengekspresikan keyakinannya, dan menyampaikan
pendapat. Menghargai kesetaraan dan sedia bekerjasama. Indikator
sikap anti kekerasan merupakan upaya
menolak tindakan seseorang atau kelompok tertentu yang menggunakan cara-cara
kekerasan, baik secara fisik maupun verbal, dalam mengusung perubahan yang
diinginkan. Sedangkan sikap menerima
terhadap tradisi juga merupakan penanda kita telah melakukan moderasi beragama.
Sikap
ramah dalam penerimaan tradisi
dan budaya lokal dalam perilaku keagamaannya, sejauh tidak bertentangan dengan
pokok ajaran agama.
Dahulu ketika masih ada pelajaran sejarah diajarkan beberapa peristiwa yang menjadi tantangan atas komitmen kebangsaan. Jadi tantangan atas komitmen kebangsaan sudah ada sejak kelahiran RI, terdapat kelompok yang tidak setuju dengan NKRI, Pancasila, UUD 45 sebagai dasar, bentuk, dan konstitusi negara, mereka menginginkan Indonesia berdiri dalam bentuk NII/DI, negara sekuler, atau komunis. Juga pada Masa Orde Lama dan Orde Baru belum berhasil mewujudkan impian bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa yang maju dan sejahtera. Sehingga terjadi Reformasi 1998, Reformasi telah mengubah banyak hal tentang Indonesia. Namun dibalik perubahan itu, demokrasi yang dipraktikkan di negeri ini masih belum mampu menunjukkan tanda-tanda, mampu mengubah Indonesia yang jauh lebih baik. Karena kekecewaan tersebut, sebagian kelompok, ada yang kembali menawarkan sistem dan bentuk lain dalam bernegara, misalnya sistem khilafah digagas oleh kelompok tertentu. Para pendiri Negara kita dengan sangat cemerlang mampu menyepakati pilihan yang pas tentang dasar Negara sesuai dengan karakter bangsa, sangat orisinil, yaitu sebuah Negara modern yang berkarakter religious (Nasionalis religious), tidak sebagai Negara sekuler juga tidak sebagai Negara agama. Terbukti demi sebuah persatuan dan kesatuan NKRI telah menghapus kalimat "dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya".
Sejarah di atas yang harus kita renungkan. Moderasi beragama sangat penting agar kehidupan bermasyarakat menjadi damai tanpa pertikaian. Lingkungan menjadi sejuk karena semua warga menerapkan 4 indikator adanya MB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar