Ia
seorang pemuda yang menderita penyakit kulit, berupa belang-belang pada
tubuhnya. Namun ia memiliki akhlak mulia, pemuda yang shalih dan menyayangi ibunya. Seorang pemuda yang merawat ibunya dengan penuh kasih sayang. Meskipun hidup
dalam kefakiran. Kisah yang mengharukan ketika ia selalu memenuhi keinginan
ibunya. Ibunya yang lumpuh dan sudah sangat tua memiliki keinginan untuk pergi
haji. Padahal ia tidak memiliki beaya untuk memenuhi keinginan ibunya. Bisa mencukupi kehidupan sehari-hari bersama ibunya saja merupakan keberuntungan. Dapatkah ia memenuhi keinginan ibunya? Bagaimana caranya agar keinginan mulia ibunya dapat dipenuhi? Dari sinilah kisah inspiratif di mulai.
Ia
dan ibunya tinggal di Yaman. Perjalanan dari Yaman ke Mekah sangat jauh. Jika hendak
ke Mekah harus melewati gurun tandus yang sangat panas. Warga Yaman yang
melakukan perjalanan ke Mekah, biasanya menggunakan unta dan membawa perbekalan
yang cukup banyak. Bagaimana caranya memenuhi keinginan ibunya? Sedangkan dirinya
tidak memiliki kendaraan? Kondisinya sangat fakir. Karena ia pemuda yang sangat
memuliakan ibunya, maka mencoba mencari solusi agar ibunya bisa berangkat haji
ke Tanah Suci. Lalu dibelinya seekor anak lembu yang dibuatkan kandang di
sebuah puncak bukit.
Setiap
pagi hari ia menggendong anak lembu naik turun bukit berkali-kali. Orang yang
melihat menganggap tindakannya konyol dan aneh. Bahkan beberapa orang di
sekitarnya meneriakinya gila. Ia tetap melakukannya. Tidak peduli omongan
orang. Hari terus berlalu, hingga kebiasaannya menggendong anak lembu sudah 8
bulan. Dalam kurun waktu itu hewan piaraannya mencapai berat 100 kilogram. Otomatis
otot tubuh pemiliknya menjadi kuat dan membesar. Sungguh usaha yang luar biasa.
Ternyata ia melakukannya untuk persiapan menggendong ibunya melaksanakan ibadah
Haji.
Ketika
musim haji tiba ia mengendong ibunya berjalan kaki dari Yaman ke Mekah. Sebagai
bukti besarnya kasih sayang terhadap ibunya. Kerelaannya menempuh perjalanan
jauh dan penuh rintangan, demi memenuhi permintaan ibunya mengunjungi
Baitulllah. Ia gendong ibunya melakukan wukuf di Padang Arafah. Dengan tegap ia
gendong ibunya tawaf berkeliling Ka’bah.
Di hadapan Ka’bah keduanya berdoa. Ketika berdoa ia memohonkan ampunan dosa
teruntuk ibunya. Dengan penuh keheranan ibunya menanyakan. Kenapa tidak meminta
ampunan terhadap dosanya sendiri? Bagaimana dengan dosa-dosa anaknya? Ia dengan
bijak mengatakan, bilamana Allah mengampuni dosa ibunya, maka ibunya akan masuk
surga. Dengan ridho ibunya akan membawa dirinya juga masuk ke surga. Ketulusan
dan kecintaan kepada ibunya, akhirnya ia mendapatkan kemudahan dari Allah.
Penyakit belang pada tubuhnya sembuh. Hanya tersisa bulatan pada tengkuknya.
Bulatan tersebut disisakan agar para sahabat Rasulullah mengenalinya dan
menjadikannya sebagai teladan. Teladan atas kemualiaan akhlaknya.
MasyaAllah.
Allahuakbar! Siapakah pemuda fakir tersebut? Ia adalah Uwais Al Qarni. Pemuda Fakir. Yang
menyayangi ibunya melebihi dirinya sendiri. Hingga Rasulullah berpesan agar
Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib mengenalinya dan meminta doa kepadanya.
Sebagaimana sabda Rasulullah yang artinya:”Carilah
ia (Uwais Al Qarni, mintalah kepadanya agar memohonkan ampunan untuk kalian.”
(HR Muslim)
Hikmah
yang patut kita pelajari dari kisah ini adalah kewajiban berbakti kepada kedua
orang tua. Jangan sampai kita memperlakukannya dengan buruk. Kita wajib
mendahulukan kepentingannya agar Allahpun ridho dengan kita. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar