Seorang
wali murid yang menyampaikan keluhannya terkait pembelajaran daring, viral di
dunia maya. Ibu yang bekerja mencari nafkah. Mengerjakan tugas rumah mulai
pukul 03.00 dini hari. Berhenti merapikan rumah setelah semua tertidur. Ibu
yang paling terakhir istirahat, berselonjor dan tertidur. Rutinitas yang
melelahkan tersebut, semakin memberatkan ketika harus mendampingi
putra-putrinya belajar. Mengerjakan berbagai muatan pelajaran yang membuat
kepala ibu-ibu pusing. Belum lagi jika putra-putrinya tidak memahami tanggung
jawabnya. Maka akan lahir ‘drama’ yang ramai di jam pembelajaran daring. Rumah
gaduh dengan perdebatan ibu dan anak yang belum mau mengerjakan tugasnya. Anak-anak
asyik bermain game, dihentikan tidak mau karena sudah mendekati permainan sempurna.
Itulah
kenyataan dari sudut pandang wali murid. Wali murid menengah ke bawah. Yang
tidak memiliki pembantu, harus mencari nafkah sebagai pedagang, buruh pabrik
atau petani. Pendidikannya tidak tinggi sehingga kewalahan mendampingi anaknya
daring. Mereka mengeluh karena tetap membeli buku, LKS dan iuran sekolah yang
tidak bisa diutang. Yang lebih menyedihkan lagi, beaya untuk membeli kebutuhan
pokok sehari-hari berkurang untuk membeli pulsa internet. Jika Hp hanya satu
sedangkan anaknya tiga orang, duduk di jenjang SD, SMP dan SMA. Maka akan
timbul masalah baru yang meresahkan.
Bagaimana
dari sudut pandang guru MI yang harus mendampingi putranya belajar daring?
Sedangkan ia harus juga aktif di kelas daring siswa-siswinya. Apakah tidak ada
drama dalam belajar daring di rumah? Ketika para guru masuk sekolah 100% pada bulan
Maret 2020. Awal masa pembelajaran daring, tentunya ada kendala. Apalagi jika
pulangnya sudah siang, wajah kecewa terlihat. Buah hatinya tertidur pulas,
padahal belum mengerjakan tugas sama sekali. Maka harus cari solusi agar
masalah dapat teratasi. Tidak perlu membuat video tandingan untuk diposting ke
dunia maya. Video tandingan keresahan wali kelas melawan keresahan wali murid.
Pertama,
meminta kelonggaran waktu pada wali kelas. Di awal pandemi covid-19, guru harus masuk sekolah setiap hari. Agar bisa
mendampingi putra belajar, maka harus minta kelonggaran waktu mengirim hasil
belajar. Karena pulang siang, maka meminta diperkenankan mengirim tugas pada
sore atau malam hari. Begitu pula ketika anaknya sedang ada kegiatan Penilaian
Harian (PH) atau Penilaian Akhir Semester (PAS), maka akan meminta kelonggaran
waktu mengirim jawaban pada sore hari atau malam hari. Tidak bisa mengirim
tepat pada jam belajar daring sesuai jadwal yang ditentukan sekolah.
Kedua,
membuat jadwal belajar di rumah.
Mengajak anak, ibu dan ayah berdiskusi untuk membuat jadwal belajar daring. Ketika
pagi ibu harus memasak, menyiapkan makanan maka perlu kerjasama dengan anggota
keluarga lainnya. Begitu pula ayah dan ibu harus berangkat bekerja di pagi
hari. Anak harus memahami tugas orang tua dan apa yang harus dilakukan. Setelah
ada kesepakatan dengan ayah dan anak, maka tugas masing-masing harus dilaksanakan dengan tanggung jawab. Maka
mulai pertengahan bulan Maret pembagian tugas dilakukan. Karena Ustadzah yang
saat itu mengajar kelas IV sangat perfect dalam melakukan pembelajaran daring. Mulai
sholat subuh, sholat dhuha yang harus kirim foto. Tilawah dan muroja’ah yang
harus divideo maupun voice note. Hasil belajar harus difoto untuk bisa segera
dikoreksi. Di sinilah perlu sekali kerja sama.
Pelaksanaan dari kesepakatan tersebut ketiga ibu sedang memasak, anak akan melakukan tilawah Alquran dengan ayah. Untuk sholat subuh tidak bisa difoto karena dilakukan berjamaah. Maka yang bisa difoto adalah sholat dhuha. Ayah menunggu anak sholat dhuha dan memotretnya. Dan mengirim ke WA Ibu yang sedang berada di sekolah. Ibulah yang mengirim foto sholat dhuha ke Ustadzah. Sedangkan untuk pembelajaran daring dilakukan, ketika ibu sudah pulang sekolah. Anak sudah selesai tidur siang. Jika ayah yang mendampingi belajar daring, maka yang terjadi adalah perdebatan sengit. Layaknya dua pengamat politik yang sedang adu argumen. Agar tidak terjadi perdebatan dalam mengerjakan tugas belajar, maka harus disepakati teknik menjawabnya. Anak menjawab setiap tugas sesuai kemampuannya sendiri. Jika tidak bisa, dilakukan dengan membaca buku paket/LKS. Jika tidak ditemukan jawaban bisa melihat video yang dishare wali kelas. Jika belum juga diketemukan browsing di google dengan mengubah jawaban dengan kalimatnya sendiri. Setelah tugas rapi dikerjakan maka akan segera difoto dan dikirim ke Ustadzah.
terimakasih tips nya
BalasHapusSama-sama. Terimaksih telah berkunjung
BalasHapus