Kamis, 04 Februari 2021

Cara Mencegah Terjadinya Drama Saat Pembelajaran Daring

 

Seorang wali murid yang menyampaikan keluhannya terkait pembelajaran daring, viral di dunia maya. Ibu yang bekerja mencari nafkah. Mengerjakan tugas rumah mulai pukul 03.00 dini hari. Berhenti merapikan rumah setelah semua tertidur. Ibu yang paling terakhir istirahat, berselonjor dan tertidur. Rutinitas yang melelahkan tersebut, semakin memberatkan ketika harus mendampingi putra-putrinya belajar. Mengerjakan berbagai muatan pelajaran yang membuat kepala ibu-ibu pusing. Belum lagi jika putra-putrinya tidak memahami tanggung jawabnya. Maka akan lahir ‘drama’ yang ramai di jam pembelajaran daring. Rumah gaduh dengan perdebatan ibu dan anak yang belum mau mengerjakan tugasnya. Anak-anak asyik bermain game, dihentikan tidak mau karena sudah mendekati permainan sempurna.

Itulah kenyataan dari sudut pandang wali murid. Wali murid menengah ke bawah. Yang tidak memiliki pembantu, harus mencari nafkah sebagai pedagang, buruh pabrik atau petani. Pendidikannya tidak tinggi sehingga kewalahan mendampingi anaknya daring. Mereka mengeluh karena tetap membeli buku, LKS dan iuran sekolah yang tidak bisa diutang. Yang lebih menyedihkan lagi, beaya untuk membeli kebutuhan pokok sehari-hari berkurang untuk membeli pulsa internet. Jika Hp hanya satu sedangkan anaknya tiga orang, duduk di jenjang SD, SMP dan SMA. Maka akan timbul masalah baru yang meresahkan.

Bagaimana dari sudut pandang guru MI yang harus mendampingi putranya belajar daring? Sedangkan ia harus juga aktif di kelas daring siswa-siswinya. Apakah tidak ada drama dalam belajar daring di rumah? Ketika para guru masuk sekolah 100% pada bulan Maret 2020. Awal masa pembelajaran daring, tentunya ada kendala. Apalagi jika pulangnya sudah siang, wajah kecewa terlihat. Buah hatinya tertidur pulas, padahal belum mengerjakan tugas sama sekali. Maka harus cari solusi agar masalah dapat teratasi. Tidak perlu membuat video tandingan untuk diposting ke dunia maya. Video tandingan keresahan wali kelas melawan keresahan wali murid.

Pertama, meminta kelonggaran waktu pada wali kelas. Di awal pandemi covid-19, guru  harus masuk sekolah setiap hari. Agar bisa mendampingi putra belajar, maka harus minta kelonggaran waktu mengirim hasil belajar. Karena pulang siang, maka meminta diperkenankan mengirim tugas pada sore atau malam hari. Begitu pula ketika anaknya sedang ada kegiatan Penilaian Harian (PH) atau Penilaian Akhir Semester (PAS), maka akan meminta kelonggaran waktu mengirim jawaban pada sore hari atau malam hari. Tidak bisa mengirim tepat pada jam belajar daring sesuai jadwal yang ditentukan sekolah.

Kedua,  membuat jadwal belajar di rumah. Mengajak anak, ibu dan ayah berdiskusi untuk membuat jadwal belajar daring. Ketika pagi ibu harus memasak, menyiapkan makanan maka perlu kerjasama dengan anggota keluarga lainnya. Begitu pula ayah dan ibu harus berangkat bekerja di pagi hari. Anak harus memahami tugas orang tua dan apa yang harus dilakukan. Setelah ada kesepakatan dengan ayah dan anak, maka tugas masing-masing harus  dilaksanakan dengan tanggung jawab. Maka mulai pertengahan bulan Maret pembagian tugas dilakukan. Karena Ustadzah yang saat itu mengajar kelas IV sangat perfect dalam melakukan pembelajaran daring. Mulai sholat subuh, sholat dhuha yang harus kirim foto. Tilawah dan muroja’ah yang harus divideo maupun voice note. Hasil belajar harus difoto untuk bisa segera dikoreksi. Di sinilah perlu sekali kerja sama.

Pelaksanaan dari kesepakatan tersebut ketiga ibu sedang memasak, anak akan melakukan tilawah Alquran dengan ayah. Untuk  sholat subuh tidak bisa difoto karena dilakukan berjamaah. Maka yang bisa difoto adalah sholat dhuha. Ayah menunggu anak sholat dhuha dan memotretnya. Dan mengirim ke WA Ibu yang sedang berada di sekolah. Ibulah yang mengirim foto sholat dhuha ke Ustadzah. Sedangkan untuk pembelajaran daring dilakukan, ketika ibu sudah pulang sekolah. Anak sudah selesai tidur siang. Jika ayah yang mendampingi belajar daring, maka yang terjadi adalah perdebatan sengit. Layaknya dua pengamat politik yang sedang adu argumen. Agar tidak terjadi perdebatan dalam mengerjakan tugas belajar, maka harus disepakati teknik menjawabnya. Anak menjawab setiap tugas sesuai kemampuannya sendiri. Jika tidak bisa, dilakukan dengan membaca buku paket/LKS. Jika tidak ditemukan jawaban bisa melihat video yang dishare wali kelas. Jika belum juga diketemukan browsing di google dengan mengubah jawaban dengan kalimatnya sendiri. Setelah tugas rapi dikerjakan maka akan segera difoto dan dikirim ke Ustadzah.



 

2 komentar: