Pukul
14.00 sebuah truk terdengar memasuki gang menuju rumah. Merasa tidak pesan apapun, baik bahan galian atau perabot rumah. Karena kondisi hening truk yang menderu
terdengar jelas. Namun beberapa menit
kemudian truk tersebut meraung-raung. Kami sekeluarga bergegas keluar. Truk terperosok, ban samping kanan terbenam dalam tanah. Tanah
pada pekarangan sebelah masih labil. Supir truk turun, tidak langsung melihat
bannya yang terbenam. Tapi mengangkat pot bougenville sehingga akar-akarnya
yang kokoh terputus.Ternyata truk menabrak pot bunga Bougenville. Pot retak tidak bisa ditegakkan, karena akarnya terangkat. Makanya oleh sopir dicabut sekalian. Dengan santainya ia memindahkan pot pada ujung paling
timur pagar rumah. Saya tidak tega marah atau mengumpatnya. Justru kasihan
melihat truknya seperti itu, miring ke kanan. Saya meminta suami mendekat untuk
memotivasi dan memberitahu kondisi tanah itu.
Ketika
suami hendak ganti baju. Gadis muda, yang ayahnya memesan bahan galian
datang. Mengatakan bahwa beberapa truk yang pernah ke sini membawa pasir, batu, bata, genteng. Tapi
tidak pernah terperosok. Saya datang untuk menengahi, mungkin bapaknya belum
paham kondisi tanah sini. Sedangkan sopir sebelumnya mau bertanya atau ngecek dulu
kondisi tanah. Sepengetahuan saya tempat itu dulunya parit
yang lebar dan dalam. Sopir truk tidak menanggapi perbincangan kami. Setelah
suami datang, saya dan Mbak Putri masuk rumah masing-masing. Sebenarnya saya dan suami akan pergi
berbelanja. Namun suami membantu dulu pak sopir yang memperbaiki bagian bawah truk
yang tadi berderak. Ternyata ada keretakan pada bagian bawah truk. Sungguh
kasihan sekali. Akibat sikapnya yang gegabah tanpa perhitungan.
Bapak tadi minta ijin pada pemesan bahan galian agar diperbolehkan bahan diturunkan di situ. Meskipun kecewa pemesan memperbolehkannya. Maka diturunkan bahan galian di pekarangan tersebut. Agar mengurangi beban truk sehingga mudah untuk dikemudikan. Sopir keluar dari belakang kemudi dan mengambil cangkul. Bahan yang dibawa bukan pasir atau krecak. Melainkan bekas reruntuhan batuan. Sopir membuka bak truk, dengan kuatnya bahan diturunkan. Nampaknya ia yakin idenya berhasil. Maka suami pamit pada sopir yang sudah terlihat lega. Selanjut kami berbelanja dan mengambil titipan ke Bandung. Hampir dua jam kami pergi.
Ketika pulang ke rumah, masuk gang masih melihat truk tadi. Berhasil lolos dari tempat labil tersebut. Meskipun masih kesulitan keluar dari pekarangan menuju gang. Kekhawatiran muncul, bila sopir belum bisa mengemudi dengan baik. Sehingga merobohkan tiang pagar. Sopir turun memberi penyekat dari batang kayu agar tidak menyerempet tiang. Ternyata berhasil idenya, namun bunga adeniumku rusak terlindas. Karena adenimum itu berada di pinggir pagar. Sudah dua tanaman yang rusak. Sebuah pot dan bougenville dan adenium yang berbunga subur. Tidak ada sepatah kata keluar untuk meminta maaf dari bapak sopir. Mungkin hatinya sudah galau karena truknya dalam kondisi rusak. Waktunya terbuang hampir 4 jam agar bisa keluar dari pekarangan tersebut. Justru yang meminta maaf adalah ibu pemesan bahan galian. Saya sendiri tidak mengapa tanaman rusak. Rasa kasihan saya lebih besar dibanding rasa dongkol karena tanaman rusak. Andai sopir itu suami saya, pastinya saya ikut sedih. Ongkos dari ia mengirim bahan, tidak sebanding dengan beaya memperbaiki truk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar