Senin, 04 Januari 2021

Menjaga Kebersamaan dan Kekeluargaan Demi Nama Besar Sekolah

 

Ketika masih duduk di bangku kuliah, seorang dosen yang bijak memberikan pesan kepada para guru. Karena saat itu, temanku satu ruangan semua sudah menjadi guru. Baik guru tetap yayasan maupun pegawai negeri sipil. Pesan tersebut, jika ingin sekolahmu besar jagalah kekokohan dari dalam. Jangan sampai ada rongrongan dari para guru dan stakeholder. Jaga kebersamaan, solid dan utamakan kekeluargaan. Tekanan dari luar yang ingin menurunkan martabat sekolah mudah dihalau. Namun jika keropos dari dalam maka sekolah tersebut akan mudah gulung tikar.

Untuk itu harus segera diambil tindakan  untuk mengidentifikasi konflik. Menemukan penyebab terjadinya konflik dan fihak yang terlibat dalam konflik di sekolah. Konflik ini harus segera diredam agar tidak menjadi parah. Dan menjurus pada perseteruan yang bersifat negatif. Untuk itu diperlukan gaya kepemimpinan situasional dari kepala sekolah. Bapak Ahsanul In’am pada kesempatan itu menjelaskan pentingnya peran pimpinan memberikan arahan, dukungan emosional serta bimbingan  kepada para guru. Itulah karakter pemimpin situasional.

Meskipun pesan Beliau sangat bijak, namun banyak kendala yang harus ditemui oleh para pemimpin. Terutama jika mayoritas dalam sekolah itu perempuan, banyak yang memiliki ikatan keluarga, pemimpin masih muda. Jika dalam sekolah kebanyakan perempuan tentu sangat sulit untuk diarahkan, karena lebih mengedepankan emosi. Bila lebih dari dua guru masih ada ikatan keluarga, konflik di rumah menjadi sarana perselisihan di sekolah. Pemimpin muda yang hebat sekalipun akan muncul unsur ewuh pakewuh jika yang dihadapi lebih senior, pemilik sekolah, maupun istri pejabat. Tentu perlu cara yang lebih bijak dan halus. Saya memakluminya.

2 komentar: