Rabu, 05 Mei 2021

Pergeseran Kebijakan pada Program Merdeka Belajar

 


Pokok kebijakan merdeka belajar ada 4 yakni : (1)USBN, (2) UN, (3) RPP, (4)PPDB Zonasi. Merdeka belajar mencakup: (1) Ekosistem, (2)guru, (3) pedagogie, (4) Program/ Kurikulum, (5)Asesmen/pengujian. Ekosistem belajar saat ini sekolah sebagai beban. Semangat kolaboratif antar pemangku kepentingan belum terjalin dengan baik. Manajemen sekolah cenderung sangat administratif. Kondisi yang diharapkan Sekolah sebagai pengalaman yang menyenangkan. Sistem terbuka (pemangku kepentingan saling  berkolaborasi). Manajemen sekolah yang kolaboratif dan kompeten/professional.

Posisi guru pada program merdeka belajar akan ditingkatkan yang semula sebagai pelaksana kurikulum. Guru sebagai penyampai & satu-satunya sumber pengetahuan. Pelatihan guru berbasis teori yang terlepas dari praktik. Kinerja guru dievaluasi melalui kriteria administratif. Kondisi tersebut akan diperbaiki dengan cara guru ikut memiliki dan membuat kurikulum. Guru sebagai fasilitator akses pada beragam sumber pengetahuan. Pelatihan yang akan diikuti guru berbasis praktik. Kinerja guru dievaluasi secara holistik. Pedagogie yang diterapkan sekarang ini, adanya pendekatan yang sama untuk semua siswa. Proses belajar mengajar berorientasi pada sistem. Pengajaran di sekolah sebagai aktivitas individual. Maka akan dibenahi dengan cara menggunakan pendekatan yang beragam. Proses belajar berorientasi pada siswa dan pengajaran sebagai aktivitas tim yang kolaboratif.

Begitu pula kondisi program/ kurikulum pendidikan di Indonesia sekarang ini pada tahapan perkembangan linear. Kurikulum masih berbasis konten. Pelatihan vokasional ditentukan pemerintah. Pada gerakan merdeka belajar akan diperbaiki sehingga mencapai tahapan perkembangan program yang fleksibel. Kurikulum berbasis kecakapan generik (soft skills). Pelatihan vokasi menyesuaikan kebutuhan industri/pemberi kerja. Penilaian pembelajaran saat ini masih Asesmen sumatif dan judgement. Bertumpu pada pengetesan terstandard. Pada gerakan merdeka belajar orientasi asesmennya berbasis formatif dan memberdayakan serta asesmen berbasis portofolio.

Sekarang ini mulai dirintis tatanan baru baik pada asesmen dan kurikulum. Pembenahannya meliputi: (1)Literasi dan numerasi menjadi muatan utama asesmen dan kurikulum, (2)Penguatan kegiatan penumbuhan budaya literasi secara eksplisit dalam perangkat kurikulum, (3)Penguatan Pancasila dan berpikir komputasi dalam literasi dan numerasi, (4) Literasi dan numerasi menjadi muatan utama dalam PJJ di masa kedaruratan pandemi. Nantinya akan terjadi pergeseran desain sistem asesmen. KKarena jika terjadi penyimpangan/distorsi pengajaran seperti sistem yang mendorong  drill-and-practice,  latihan soal, teknik  cepat, keterampilan  ujian yang sempit. Maka dampak psikologisnya adalah  sistem pengajaran tersebut akan menimbulkan  kecemasan tinggi,  motivasi ekstrinsik  untuk menghindari  “hukuman”, sulit  menikmati proses. Asesmen model High-stakes (Mis; UN) dampak bagi  siswa, guru, dan  sekolah: penghakiman  kemampuan siswa  sekaligus instrumen  seleksi dan penilaian  kinerja sekolah.  Sedangkan  Lowering the stakes: evaluasi  sistem tidak lagi berdampak  pada siswa; pelaporan hasil  menekankan delta dan  meminimalkan perbandingan  antar sekolah.

Cakupan konten  kurikulum yang luas akan menyebabkan soal cenderung  memiliki level kognitif  yang rendah (hafalan,  prosedural, penerapan  langsung). Maka selanjutnya akan dirubah Kompetensi inti atau  “minimum”: asesmen  berfokus pada literasi dan numerasi sebagai kemampuan  bernalar yang relevan bagi  siswa sebagai individu dan  warga negara. Jika kini Hasil asesmen belum  digunakan untuk  perbaikan sistem:  sekolah, dinas,  maupun Kemdikbud  belum memanfaatkan  hasil asesmen dengan baik. Akan bergeser menjadi Asesmen dirancang dengan  perspektif formatif: sampel  pertengahan jenjang, analisis  dan pelaporan diagnostik, dan  kerangka asesmen  menunjukkan arah & tujuan  belajar jangka panjang. Sehingga pengajaran menjadi inovatif dan efektif. Iklim belajar yang  menumbuhkan  motivasi intrinsik  dan regulasi diri.

Pada asesmen nasional akan mengarah pada profil pelajar Pancasila yang memiliki ciri beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang maha Esa dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalat kritis serta kreatif. Sebetulnya tujuan asesmen pendidikan adalah untuk meningkatkan mutu. Asesmen dilakukan tidak  hanya untuk memantau dan mengevaluasi (memberi judgement atau penilaian kinerja). Asesmen nasional dirancang agar menghasilkan informasi yang memicu perbaikan kualitas belajar-mengajar, yang pada gilirannya akan meningkatkan hasil belajar peserta didik. Asesmen nasional merupakan program evaluasi yang diselenggarakan oleh kemendikbud untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan memotret input, proses  dan out pembelajaran  diseluruh satuan pendidikan.

Mutu satuan pendidikan dinilai berdasarkan hasil belajar peserta didik yang mendasar yakni litersi, numerasi dan karakter serta kualitas proses belajar mengajar dan iklim satuan pendidikan yang mendukung pembelajaran. Informasi-informasi tentang mutu satuan pendidikan diperoleh dari tiga instrument utama  yaitu Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), Survey  Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar