Ketika masih kelas 2 Sekolah Dasar, setiap peringatan Isro' Mi'roj Bapak gemar bercerita tentang peristiwa perjalanan Nabi Muhammad tersebut. Untuk meyakinkan perjalanan nabi tersebut, Bapak membelikan gambar buroq dari Pasar Durenan. Gambar dipasang di dinding rumah, Kuda putih yang kokoh, bersayap dengan kepala wanita yang jelita. Beliau menjelaskan perjalanan Malaikat Jibril, Nabi Muhammad dengan mengendarai buroq untuk menerima perintah shalat lima waktu. Begitu indahnya masa itu. Namun, sekarang anak-anak sudah mulai mengenal teknologi informasi, sehingga kita dapat mengajak mereka berdiskusi tentang pemahamannya terkait Isro’ Mi’roj. Pemikiran mereka tentang keyakinan mutlak kepada Allah. Diskusi tentang logika teori relativitas, gravitasi, dan sistem tata surya.
Mengalir diskusi tentang Isro Mikroj, yang faktanya merupakan wilayah keimanan yang tinggi. Melampaui batas keyakinan kita sebagai seorang muslim. Isro Miroj bukti kerisalahan Nabi Agung Muhammad SAW. Jika kita renungkan, ketika Rosululloh diperjalankan oleh Allah pada malam hari. Perjalanan dari Masjidil Haram (Mekah) ke Masjidil Aqsa (Palestina), kemudian dim'rojkan ke langit hingga Sidratul Muntaha untuk menerima perintah Allah. Yakni kewajiban hamba-Nya menjalankan shalat lima waktu. Dengan peristiwa Isro’ Miroj ini kita merasakan adanya ranah keimanan yang mendalam yang mengandung hikmah tiada tara. Mampu meneguhkan iman kita. Sang Khaliq yang telah menciptakan alam semesta dengan segala isinya, namun belum semua ketentuan/ciptaan-Nya dapat dicerna oleh kecerdasan manusia. Bagi Allah yang telah menciptakan dunia seisinya, hukum alam sebagai sunnatullah yang pasti. Sehingga amatlah mudah bagi Allah untuk memperjalankan Rosulullah melampaui langit ketujuh bahkan sampai Sidrotul Muntaha. Perjalanan menembus langit yang ghaib diluar jangkauan ilmu pengetahuan manusia, seperti hukum kecepatan cahaya, hukum gravitasi, atau ketakjuban ciptaan Allah seperti keberadaan tata surya.
Maka sepakat bahwa memperingati Isro Mi'roj ini akan meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita. Peristiwa ini hakikatnya melampaui batas pancaindera dan ilmu pengetahuan manusia. Sehingga kita semakin rendah hati dan tidak sombong. Keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah kita wujudkan dalam dalam sikap, pikiran dan tindakan. Untuk kebaikan kita baik di dunia dan akhirat. Bukti keshalihan kita terpancar dari kebaikan bagi diri, keluarga, dan lingkungan yang rahmatan lilalamin. Terutama menjaga ibadah shalat kita. agar mampu mencegah perbuatan keji dan munkar. Aamiin
Mantap Bun tulisannya😊
BalasHapusTerima kasih Ibu
Hapus