Pada
tanggal 19 Oktober 2022 terjadi banjir
bandang di Kabupaten Trenggalek. Sehingga kesulitan untuk bisa masuk sekolah. Jalan yang biasa saya lalui
adalah Desa Kedunglurah atau Desa Dungbajul. Bila dua desa ini tidak bisa
dilalui alternatif terakhir melewati Desa
Gandong. Namun ketiganya tidak bisa dilalui karena arus air yang deras. Saya terkepung wilayah
yang mengalami banjir, tidak bisa ke mana-mana. Hanya membaca berita dari
berbagai media terkait banjir Trenggalek. Beberapa teman yang mengajar di MIM Kamulan dan menjadi relawan menyarankan untuk tidak ke sekolah karena kondisi air yang masih tinggi. Sebetulnya banjir telah melanda
Trenggalek sejak tanggal 18 Oktober 2022. Semula banjir terjadi di Trenggalek
bagian barat seperti Tamanan, Ngares, Ngantru, Kelutan, Sambirejo, Sumbergedong, Sumberdadi, Santren,
juga daerah sekitar RSUD dr. Sudomo. Sedangkan di Kecamatan Pogalan yang terdampak
banjir Desa Pogalan, Ngadirenggo, Nglembu, Ngetal dan Ngulan kulon. Sedangkan
di desa saya, Ngadirejo Kecamatan Pogalan yang terdampak adalah dusun Gambang
dan Alasmalang karena dekat dengan aliran sungai besar. Untuk Kecamatan Durenan
yang mengalami musibah ini adalah Desa Durenan, Pandean dan Semarum. Hingga
saat ini wilayah Pandean masih tergenang air cukup tinggi.
Bersyukurnya, terkepung banjir ketika berada di rumah sendiri. Sedangkan kejadian di tahun 2006 ketika Trenggalek terjadi banjir bandang posisi saya masih di sekolah. Kala itu kepala sekolah menginformasikan bahwa debit air di Sungai Ngasinan mencapai 750m3/detik. Sedangkan di dataran tinggi Bendungan telah terjadi bencana longsor yang mengakibatkan korban jiwa. Maka terjadilah banjir bandang terbesar yang pernah saya ingat. Saat itu kepala sekolah nekat untuk pulang ke rumahnya (Sukarame). Sampai di Durenan, Beliau harus mendorong sepedanya sampai Kedunglurah karena arus air yang deras dan cukup tinggi. Saya tetap di sekolah sambil menunggu informasi genangan air surut. Karena air tetap tidak surut suami menjemput saya, menerobos arus air. Dia melajukan motor dengan kecepatan tinggi agar mampu melawan arus air. Namun ketika hendak pulang berboncengan oleh fihak keamanan diarahkan lewat Gandong karena wilayah Durenan tidak bisa dilewati. Sepanjang jalan Durenan-Gandong banyak relawan yang membantu para pengendara. Di tengah perjalanan air dari sungai meluap dan mengalir deras. Hal itu menjadikan motor yang kami tumpangi oleng. Untung beberapa relawan membantu agar kendaraan tetap tegak dan tetap melaju pelan. Beberapa meter motor melaju sampailah di wilayah aman. Kami segera menuju ke barat pulang ke rumah dengan sehat walafiat. Demikian kenangan ketika banjir bandang menerjang Trenggalek pada tahun 2006.
Untuk
hari ini tanggal 20 Oktober 2022, berangkat ke sekolah. Meskipun beberapa
wilayah air masih menggenang. Berangkat lewat Desa Kedunglurah, ternyata di
depan Konter Ijo air masih tinggi. Jika putar balik mencari jalur lain bisa terlambat ke sekolah, maka
melaju terus. Sesuai pesan suami, kendaraan harus melaju kencang. Agar tidak
macet di tengah genangan air. Ketika motor melajukan kencang memang mampu
mengatasi genangan air. Meskipun dampaknya air tersembur ke seluruh tubuh. Sehingga
sekujur tubuh basah kuyup, tetap semangat dan bersabar. Meskipun ada beban pikiran, ijazah SD milik anak masih belum saya ambil. Sekolahnya tergenang air sampai setinggi dada orang dewasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar