Keadaan
Ibu belum pulih total. Memasuki hari ketiga menjalani ‘obat jalan’, rawat di rumah dengan obat dari
dokter. Karena tidak ada perubahan, Mbak Aghna menghendaki ibu berobat ke dokter Kris yang praktik di
Kecamatan Gandusari. Hasil diagnosa, Ibu menderita darah rendah (hipotensi), maka kubelikan nasi bebek goreng. Alhamdulillah,
Ibu berkenan menikmatinya. Bu Dhe menjenguk ke rumah, pandangan Ibu makin
kosong, seperti melamun. Entahlah, terpaksa aku izin lagi. Tidak masuk sekolah.
Sebagai guru baru sebenarnya malu jika sering tidak masuk sekolah. Namun
kondisi Ibu sedang tidak baik-baik saja. Alhamdulillah, kepala madrasah sangat suport dan para guru memberikan motivasi positif. Merasa bersyukur.
Mbak
Aghna sudah kembali dinas ke Nganjuk. Kondisi Ibu mengkhawatirkan, segera aku
periksakan lagi ke Klinik Bendo. Lunglai tubuhku, katanya saturasi oksigen
rendah harus di rujuk ke RSU dokter Sudomo Trenggalek. Namun keluarga menghendaki
di rawat ke Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung. Di sana dokter jaga menyatakan saturasi
oksigen normal, tensi juga normal.
“
Dokter, aku siap diinfus. Jika itu solusi terbaik, “ kata Ibu terlihat tenang.
Dokter
jaga memandang Ibu dengan tatapan teduh.
Ibu nampak membaik, senyumnya membuatku
lega. Begitupun Om Ridwan yang mengantarkan kami.
“
Iya, Bu!” jawab dokter sambil tersenyum.
Dokter
memberi isyarat agar aku mengikutinya ke ruang konsultasi. Sampai di ruangannya
dengan santun dokter memberikan penjelasan.
“Mbak,
maaf kondisi ruang inap sudah penuh. Kami selaku dokter jaga, mohon maaf tidak
bisa membantu.”
“
Tak apa-apa, Dok!,” jawabku gusar.
“Baiklah,
Dok. Kami mohon pamit.”
Ibu
berjalan dari ruang periksa ke mobil, tanpa bantuan kami. Sampai di rumah Ibu
minum obat dan menikmati ‘jenang baning’. Ibu tidur dengan lelap.
“Assalamualaikum,
apa tujuanmu menjengukku!” seru Ibu. “Aku sudah membaik.”
Ibu
mengigau! Ibu seperti sedang berbincang dengan seseorang. Aku bangunkan atau
tidak! Dalam kondisiku yang lagi gamang, Ibu memanggil. Aku raih tangannya,
kupeluk erat.
“Ibu
mimpi baik, ya?”
Ibu
menggeleng, matanya sayu. Padahal ini masih tengah malam. Beliau nampak resah,
airmatanya berlinang.
“Pit,
aku didatangi orang berjubah putih.”
“
Hanya mimpi, Bu. Mimpi bunga tidur,” kataku menghiburnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar