Minggu, 29 Mei 2022

CERBUNG PART 3. Tamu Berjubah Putih

 

Keadaan Ibu belum pulih total. Memasuki hari ketiga menjalani ‘obat jalan’, rawat di rumah dengan obat dari dokter. Karena tidak ada perubahan, Mbak Aghna  menghendaki ibu berobat ke dokter Kris yang praktik di Kecamatan Gandusari. Hasil diagnosa, Ibu menderita darah rendah (hipotensi), maka  kubelikan nasi bebek goreng. Alhamdulillah, Ibu berkenan menikmatinya. Bu Dhe menjenguk ke rumah, pandangan Ibu makin kosong, seperti melamun. Entahlah, terpaksa aku izin lagi. Tidak masuk sekolah. Sebagai guru baru sebenarnya malu jika sering tidak masuk sekolah. Namun kondisi Ibu sedang tidak baik-baik saja. Alhamdulillah, kepala madrasah sangat suport dan para guru memberikan motivasi positif. Merasa bersyukur.

Mbak Aghna sudah kembali dinas ke Nganjuk. Kondisi Ibu mengkhawatirkan, segera aku periksakan lagi ke Klinik Bendo. Lunglai tubuhku, katanya saturasi oksigen rendah harus di rujuk ke RSU dokter Sudomo Trenggalek. Namun keluarga menghendaki di rawat ke Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung. Di sana dokter jaga menyatakan saturasi oksigen normal, tensi juga normal.

“ Dokter, aku siap diinfus. Jika itu solusi terbaik, “ kata Ibu terlihat tenang.

Dokter jaga  memandang Ibu dengan tatapan teduh. Ibu nampak  membaik, senyumnya membuatku lega. Begitupun Om Ridwan yang mengantarkan kami.

“ Iya, Bu!” jawab dokter sambil tersenyum.

Dokter memberi isyarat agar aku mengikutinya ke ruang konsultasi. Sampai di ruangannya dengan santun dokter memberikan penjelasan.

“Mbak, maaf kondisi ruang inap sudah penuh. Kami selaku dokter jaga, mohon maaf tidak bisa membantu.”

“ Tak apa-apa, Dok!,” jawabku gusar.

“Baiklah, Dok. Kami mohon pamit.”

Ibu berjalan dari ruang periksa ke mobil, tanpa bantuan kami. Sampai di rumah Ibu minum obat dan menikmati ‘jenang baning’. Ibu tidur dengan lelap.

“Assalamualaikum, apa tujuanmu menjengukku!” seru Ibu. “Aku sudah membaik.”

Ibu mengigau! Ibu seperti sedang berbincang dengan seseorang. Aku bangunkan atau tidak! Dalam kondisiku yang lagi gamang, Ibu memanggil. Aku raih tangannya, kupeluk erat.

“Ibu mimpi baik, ya?”

Ibu menggeleng, matanya sayu. Padahal ini masih tengah malam. Beliau nampak resah, airmatanya berlinang.

“Pit, aku didatangi orang berjubah putih.”

“ Hanya mimpi, Bu. Mimpi bunga tidur,” kataku menghiburnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar